REVITALISASI PERAN PEMUDA KRISTEN
DALAM MEWUJUDKAN KEINDONESIAAN
Proses pembangunan bangsa Indonesia
diarahkan pada terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat
seluruhnya yakni adil, makmur, sejahtera lahir bathin, mental dan spiritual. Proses
pencapaian cita-cita pembangunan tersebut merupakan tanggung jawab bersama
semua warga negara, tidak dibatasi oleh
profesi, usia, jabatan, dan stratifikasi sosial lainnya. Dalam hal ini pemuda
sebagai bagian dari warga negara mempunyai tanggung jawab yang sangat besar
untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional, mengingat pemuda adalah
intelektual muda yang mempunyai kapabilitas dan akseptabilitas. Pemuda
merupakan penerus estafet pembangunan, pemuda adalah harapan bangsa, bahkan
pemuda adalah penentu masa depan bangsa. Persepsi ini diperkuat pula oleh
catatan sejarah bahwa pada masa-masa sebelum kemerdekaan dan sesudah
kemerdekaan, pemuda selalu tampil
berada di barisan terdepan memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan. Kenyataan tersebut, mestinya tetap dipertahankan melalui
karya-karya nyata dalam proses
pembangunan di segala bidang.
Dalam tanggung jawab besar sebagai penerus
estafet pembangunan nasional, pemuda harus mempersiapkan diri dengan baik agar
harapan besar bangsa ini mampu diemban dengan baik. Dalam konteks ini pemuda
dapat mewujudkan perannya melalui berbagai cara, antara lain:
Pertama, optimalisasi upaya berilmu. Hal ini menjadi sangat
penting mengingat kompleksitas dan dinamika pembangunan di masa yang akan
datang lebih tinggi. Akan tidak bermakna ketika tampuk estafet pembangunan
digerakkan oleh pemuda tanpa ilmu, tanpa kreativitas. Globalisasi dan pasar
bebas menuntut tersedianya manusia andal yang mampu bersaing di segala bidang
kehidupan, untuk itu, penguasaan ilmu dan teknologi menjadi syarat utama untuk
menghadapi persaingan global.
Kedua, memperkuat keimanan. Seiring dengan kompleksitas
kemajuan zaman, berbagai godaan yang mengancam moral dan etika pun amat
beragam. Indonesia adalah negara dengan angka korupsi cukup mengkhawatirkan. Begitu
juga ancaman narkoba, Indonesia semakin membahayakan (diperkirakan 2,8 % pada
tahun 2015 = 5, 1 juta pendidikan) belum lagi penegakan hukum yang amat
menggalaukan, gerakan separatis dan ironi massa, penerapan regulasi yang
merugikan bentrok antar kelompok ditambah lagi dengan gaya hidup hedonis. Di
bidang pendidikan, plagiarisme dan budaya nyontek terjadi di berbagai jenjang
pendidikan.
Berilmu dan
beriman sama-sama penting. Keduanya merupakan modal dasar bagi kaum muda dalam
mewujudkan perannya bagi bangsa dan negara Indonesia. Pada sisi lain, proses
“mengindonesia” adalah proses yang tidak akan pernah berakhir (never ending process), Selama seluruh
bangsa mengikat komitmen secara konstitusional dan moral untuk menjadi satu
bangsa maka selama hayat dikandung badan seluruh komponen bangsa terus berjuang
untuk tetap menjadi Indonesia. Perjuangan menjadi Indonesia tidak berakhir
ketika Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Secara yuridis formal
pembentukan bangsa dan negara sudah final namun proses mengindonesia terus
berlangsung melalui berbagai bidang kehidupan yang disebut dengan pembangunan
nasional. Proses “mengindonesia” bukan sekadar identitas bangsa melainkan proses
dimana seluruh komponen bangsa bersatu mempersembahkan baktinya bagi bangsa ini
sesuai dengan talenta dan kemampuan yang dianugerahkan Tuhan.
1.
Peran Pemuda Kristen dalam Membangun Indonesia
Ada berbagai pendapat yang berkaitan
dengan peran pemuda dalam pembangunan Bangsa Indonesia. Namun, mempertimbangkan
perubahan dan tantangan global maupun lokal, ada beberapa peran yang dapat
dilakonkan dan disumbangkan oleh kaum muda Kristen dalam pembangunan bangsa dan
negara Indonesia.
Satu, Pemuda
sebagai Dinamisator Pembangunan. Dinamisator
dalam bahasa sederhananya adalah penggerak. Keberadaan kaum muda selalu
dikaitkan dengan daya kritis, kreatif dan inovatif. Dalam posisi tersebut,
pemuda akan mampu menjadi penggerak pembangunan.
Dua, Pemuda
sebagai Katalisator Pembangunan. Berbagai bentuk kemacetan dan kelambatan pembangunan terjadi di negara
kita. Kemacetan birokrasi, perencanaan maupun pelaksanaan. Pemuda dapat
bertindak sebagai katalisator dalam mengatasi kemacetan dan kelambatan
tersebut. Berbagai kebuntuan yang ada diharapkan dapat diterobos oleh kaum muda
yang kritis, kreatif dan inovatif.
Tiga, Pemuda
sebagai Motivator Pembangunan. Pembangunan
merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat, Kita tidak boleh membebankan
pelaksanaan pembangunan hanya kepada pemerintah. Dalam konteks ini pemuda harus
memerankan diri sebagai motivator (pendorong) bagi semua elemen masyarakat
untuk bergerak bersama-sama
bahu-membahu melaksanakan dan mensukseskan pembangunan.
Empat, Pemuda sebagai Inovator Pembangunan. Dalam kajian psikologis pemuda mempunyai karakteristik selalu
berpikir rasional dan ideal. Karena karakteristik itulah, pembaruan-pembaruan
sering muncul dari pemuda. Karakteristik yang akhirnya melahirkan semangat
inovasi baru yang dapat berfungsi menerobos berbagai kebuntuan dan kebekuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lima, Pemuda
sebagai Evaluator Pembangunan. Derap langkah
proses pembangunan yang dilakukan semua pihak tentu tidak boleh lepas dari
kontrol kaum intelektual muda (pemuda) yang secara kapabilitas mereka lebih
mengetahui indikator-indikator penyimpangan, penyelewengan, kegagalan, dan
manipulasi lainnya dalam kegiatan pembangunan. Bentuk kontrol sebagai bagian
dari wujud evaluasi hendaknya dilakukan secara efektif, efisien dan tidak
berdampak negatif terhadap laju pembangunan.
Kelima peran pemuda tersebut akan berhasil guna dan berdaya guna dalam
proses pembangunan ketika ada komitmen dan konsistensi pemuda untuk senantiasa
melakukan perubahan dan perbaikan demi kesejahteraan masyarakat, tidak terjebak
pada ranah pragmatisme yang mengungkung idealisme dan rasionalisme, tidak
mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok; tidak juga menjadi alat
politik dari sebuah kelompok, dan tidak pula diganggu godaan fanatisme.
Kelima peran
Budi Utomo tahun 1908 dan Sumpah Pemuda tahun 1926 + 1928 tersebut telah
dilakukan oleh para pemuda Kristen sejak zaman perjuangan hingga saat kini. Gerakan
perubahan yang terjadi dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia tidak
terlepas dari peran para pemuda Kristen sebagai organisasi maupun pribadi. Pemuda
pada umumnya dan pemuda Kristen pada khususnya dengan kapasitas dan kapabilitas
yang tidak diragukan lagi, sudah menjadi pelaksana pembangunan di berbagai
bidang kehidupan. Ada yang menjadi bagian dari pemerintah (eksekutif),
pengusaha (kontraktor), lembaga swadaya masyarakat, LSM, dewan perwakilan rakyat (legislatif), aparatur
penegak hukum (yudikatif) dan lain-lain. Apabila pemuda sudah mampu memainkan
peran dalam pembangunan dengan baik dan benar serta derap langkah didasari ilmu dan iman, maka tak dapat
diragukan lagi, aksi dan sumbangan kaum muda mampu melahirkan
perubahan-perubahan baru bagi bangsa dan negara. Bung Karno menyatakan darinya sehingga ia
berkata, beri aku 1.000 orangtua, niscaya akan kucabut semuanya dari akarnya,
tetapi beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.
Kehadiran dan
peran kaum muda di berbagai bidang kehidupan tidak secara otomatis
menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Dalam perjalanan bangsa kita, tampaknya
proses “mengindonesia” tampaknya dipahami seolah-olah sudah final dan terlepas
dari upaya pembangunan nasional yang cenderung mengarah pada pembangunan fisik
sedangkan pembangunan manusia menjadi faktor eksternal. Indikator dari
sinyalemen ini adalah rendahnya penegakan hukum dan keadilan, rendahnya
kesehatan masyarakat (hak kesehatan rakyat jelata sering terabaikan meskipun
sudah ada BPJS), rendahnya partisipasi dalam pendidikan meskipun sudah ada
wajib belajar “sembilan tahun”. Seiring dengan berbagai persoalan dan krisis
multi dimensional yang melanda bangsa kita, semangat nasionalisme pun tampaknya
meredup, dan semangat patriotism semakin menipis. Ada kecenderungan
mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok yang bersifat pragmatis ketimbang
kepentingan bangsa. Umat Kristen pada umumnya dan kaum muda khususnya cenderung
membangun persepsi yang berkaitan dengan “momok minoritas” sehingga membatasi
ruang gerak dalam kehidupan berbangsa. Pada sisi lain, kaum muda juga
menghadapi berbagai persoalan yang tidak sederhana. Banyak sarjana yang pada
umumnya kaum muda yang tidak dapat tertampung di dunia kerja, banyak kaum muda jatuh
dalam kehidupan tidak terpuji. Untuk itu, kita membutuhkan sebuah gerakan moral
untuk merevitalisasi semangat, api dan jiwa nasionalisme dan patriotisme dalam
diri kaum muda Kristen sebagai pribadi maupun sebagai komunitas.
2.
Revitalisasi Peran Pemuda Kristen dalam Proses Keindonesiaan
Revitalisasi
adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu
hal yang sebelumnya terperdaya sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu
atau perbuatan untuk menjadi vital. Semboyan bahwa pemuda adalah masa depan
bangsa telah terbukti dalam perjalanan sejarah bangsa ini sejak pra dan pasca
kemerdekaan sampai saat kini. Namun mempertimbangkan berbagai persoalan yang
telah disebutkan di atas, dibutuhkan upaya “merevitalisasi” peran pemuda Kristen
dalam pembangunan bangsa. Ada kesan bahwa terjadi peredupan semangat “gerakan”
nasionalisme dan patriotisme pemuda pada umumnya dan di kalangan pemuda Kristen
khususnya. Tony Woworuntu menganggap perlu “merelevansikan iman Kristen di
tengah-tengah kenyataan kehidupan bangsa secara utuh dan bertanggung jawab”.
Untuk itu kita senantiasa terpanggil pada usaha “pembaruan diri” secara terus
menerus, dan serentak dengan itu kita harus terbuka pada usaha untuk menilai
dan merenung ulang akan seluruh perjalanan kita baik selaku warga masyarakat
maupun sebagai warganegara.
Selanjutnya,
dikatakan: “merelevansikan iman Kristen
di tengah-tengah kehidupan bangsa setiap saat, bagaimana kita tetap mempunyai
idealisme yang tinggi, semangat juang yang kokoh, dan tidak larut dalam alam
berpikir yang pragmatis, sehingga akhirnya kita menjadi acuh tak acuh, masa
bodoh, sinis dan akhirnya frustrasi. Merelevansikan iman Kristen di
tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia sebagai generasi
muda ini berarti bagaimana kita dapat meningkatkan ketekunan dalam kejujuran
dan mampu untuk mengasah setiap potensi yang kita miliki dan menyalurkan
kreativitas, dinamika, dan idealisme selaku generasi muda bangsa yang setiap
saat mampu hadir dan berperan dalam pembangunan bangsanya. Berperan dalam
pembangunan bangsa, itu berarti harus mampu untuk turut menentukan dalam setiap
proses perubahan sosial dan pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat, dan bukan
hanya sekadar ikut-ikutan.”
Bagi
generasi muda dewasa ini tidak ada pilihan lain selain untuk semakin giat dalam
studi dan pekerjaannya dan harus semakin sungguh-sungguh dalam mengembangkan
potensi kritis, kreatif dan konstruktifnya dalam menunjang pembangunan bangsa
ini secara padu dan bertanggung jawab.
Sikap
kritis, kreatif dan konstruktif yang dilandasi oleh jiwa kepeloporan,
ketekunan, kejujuran dan mawas diri akan memampukan generasi muda Kristen
merelevansikan kata-kata dan tindakannya secara dinamis. Generasi muda Kristen
mampu menjauhkan diri dari rasa curiga, tidak aman dan meragukan kemampuan
diri-sendiri. Kesaksian Alkitab demikian;…..,“tetapi orang-orang yang
menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru, mereka seumpama rajawali yang
naik terbang dengan kekuatan sayapnya, mereka berlari dan tidak menjadi lesuh,
mereka kerjakan dan tidak menjadi lelah”
( Yesaya 40:31)
Jika
kita mengenang kembali pada saat para pemuda bersatu dan mengucapkan SUMPAH
PEMUDA yang mengakui Satu Tanah Air,
Satu Bangsa, dan Satu Bahasa, yaitu Indonesia, maka begitu kuatnya komitmen pemuda
untuk mengindonesia. Di sisi lain, pada saat Sumpah Pemuda-lah Bangsa Indonesia
lahir yang kelahirannya dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi
Kemerdekaan RI. Banyak perubahan yang telah dilakukan pemuda pada saat itu
sampai pada bangsa ini mencapai ulang tahun kemerdekaan yang ke-70. Namun,
seiring berjalannya waktu, semakin redup
jiwa, semangat dan api nasionalisme dan patriotisme kaum muda. Di kalangan
pemuda Kristen banyak kelompok-kelompok pergerakan mahasiswa atau pemuda yang berada
“puas” hanya di dalam “payung gereja” atau terkungkung dalam rutinitas
kehidupan berjemaat dan abai terhadap persoalan-persoalan kebangsaan.
Lahir
dari gereja untuk turut andil di dalam
pergerakan kaum muda di tengah-tengah bangsa ini, seperti GMKI, GAMKI, dan
PMKRI yang mana masing-masing organisasi
bergerak untuk melahirkan suatu perubahan bagi tatanan sosial, politik
dan beroikumene. Perlu dicatat, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
menjadi satu-satunya lembaga kemahasiswaan Kristen yang menjangkau seluruh
mahasiswa Kristen di Indonesia, yang masih terus berjuang secara optimal untuk
menegakkan kembali jati dirinya kepada masyarakat umum sebagai lumbung aspirasi
dan penyampai aspirasi dari masyarakat dan memberikan kontribusi nyata bagi perubahan
bangsa ini.
Proses
revitalisasi peran pemuda Kristen dalam mewujudkan keindonesiaan dapat
diejawantahkan antara lain manakala pemuda Kristen melakukan upaya yang disebut
oleh Tony Woworuntu (merujuk pada
pendapat T.B.Simatupang): bersikap yang kritis–positif dan kreatif–konstruktif,
sehingga kita akan berusaha menghasilkan yang terbaik seraya mempersiapkan diri
untuk menghadapi keadaan yang terburuk sekalipun. Inilah tatanan generasi muda
Kristen Indonesia yang kita cita-citakan.
Tepatlah apa yang dinasihatkan
Presiden Jokowi: “ Kita jangan mewarisi abunya sumpah pemuda, tapi kita harus
mewarisi apinya sumpah pemuda, jangan takut untuk mendapatkan kebiasaan lama
dengan cara dan pemikiran yang bebas dari pakem”.
No comments:
Post a Comment