KAMULAH SAKSIKU”
Pengantar
Kawula muda yang
dikasihi Kristus, apakah kamu pernah menjadi saksi dalam sebuah pengadilan?
Atau paling tidak menjadi saksi dalam sebuah perkumpulan?
Dalam komunitas terkecil, seperti keluarga, pasti kita pernah menjadi saksi,
mungkin saksi untuk adik atau kakak kita. Dengan demikian, apakah fungsi saksi?
Dan bagaimana seharusnya dia menjadi saksi?
Saksi seharusnya memiliki pengetahuan terhadap orang atau
sesuatu yang akan dipersaksikannya. Jika tidak, maka kesaksiannya dianggap
tidak benar. Dengan demikian orang yang menjadi saksi harus benr-benar
“mengenal” apa yang akan disaksikannya. Saksi sangat menentukan dalam sebuah
pengungkapan kebenaran. Memang, ada yang mengucapkan saksi dusta, dan ada yang
mengucapkan saksi sebenarnya. Kita boleh berkata, bahwa kita kecewa karena saksi
yang disampaikan oleh seseorang tidak benar, dan hal itu semakin memberatkan
menuju sebuah kebenaran. Akan tetapi, kita patut bersyukur, dalam 5 tahun
belakangan ini, saksi-saksi dusta semakin tidak berdaya dalam
pengadilan-pengadilan di Indonesia. Meskipun demikian, menjadi saksi tetap
dihindari oleh kebanyakan orang, karena ketika seseorang menjadi saksi, maka
harus berurusan dengan dunia hukum, waktunya boleh jadi terkuras oleh karena
harus menghadiri berbagai tahap pengadilan. Dengan kata lain, menjadi saksi itu
sulit dan memberatkan.
Demikian dalam nas ini, menjadi saksi akan keberadaan
Allah itu sangat berat, terutama ketik bangsa itu masih ada di dalam pembuangan
Babel, masih dijajah oleh bangsa lain. Menjadi saksi itu butuh perjuangan,
karena dengan demikian ia harus menghadapi orang-orang yang lebih berkuasa yang
tidak seturut dengan yang akan disaksikannya. Menjadi saksi Allah memiliki
resiko penderitaan.
Satu hal yang unik dalam nas kita, bahwa Allah sendiri
yang meminta kita menjadi saksi. Dia sendiri juga yang memberitahuan siapa Dia
sebenarnya, dan hal itulah yang perlu disaksikan. Seharusnya tidak ada lagi
keraguan bagi seseorang untuk menjadi saksi karena orang tersebut sudah
mengenal dengan baik tentang yang disaksikannya oleh karena yang disaksikannya
sendiri yang memberitahukan tentang dirinya. Artinya, Allah sendiri yang
menjamin kita sebagai saksiNya.
Dalam nas kita jelas dituliskan bahwa Allah menyatakan
diriNya sebagai “Aku, Akulah Tuhan”, demikian seterusnya, Dia menyebutkan
banyak hal tentang diriNya. Dengan kata lain, Allah bukanlah hasil bentukan
pikiran manusia, bukanlah hasil buatan manusia, sehingga manusia
menyaksikannya, namun Allah-lah yang menyatakan dirinya di luar pikiran
manusia, dan Allah sendiri yang memilih bangsaNya menjadi saksiNya. Jika kita
urutkan kesiapaan Allah melalui perbuatan-perbuatanNya dalam nas ini, maka kita
akan melihat betapa luar biasa yang dilakukan Allah, bahkan di luar yang kita
duga.
Demikian juga dalam hidup kita, sebagai pemuda/i, tentu
kita dapat menjadi saksi atas perbuatan Allah melalui apa yang kita saksikan
selama ini. Melalui masa kanak-kanak, masa remaja hingga pemuda/i, masa sekolah
atau bekerja, dan masih banyak hal yang boleh kita ungkapkan tentang kebesaran
Allah. Namun, apakah kita menyadarinya memang sebagai yang berasal dari Allah?
Atau kita menganggap apa yang ada pada kita atau terjadi selama hidup kita
sebagai usaha kita sendiri?
No comments:
Post a Comment