Study Agama dan Budaya
Lokal
Perbandingan Agama
Khonghucu
1.
Latar Belakang Agama Khonghucu
Agama Khonghucu atau Rujiao adalah
agama dari kaum yang taat, yang satya atau yang lembut hati, yang beroleh
bimbingan menempuh Jalan Suci (Dao) dan bisa
berarti cendikia atau yang terpelajar[1]. Rujiao juga berarti menembusi alam langit,
alam bumi dan alam manusia (Tian,Di, Ren),
yang artinya kebutuhan manusia untuk kuat dan mampu membina diri menjadi abdi
Firman Sempurna, tercermin pada sikap perbuatan yang taat, lembut hati,
terpelajar berkat bimbingan agama[2]
.
Rujiao merupakan agama bagi
mereka yang mengerti kewajibannya kepada Tian YME.
dengan melakukan hubungan yang harmonis antar sesama manusia, memuliakan para
Nabi sebagai jalan menuju pada Tian YME.
Hanya dengan Kebajikan, Tian berkenan Wei De Dong Tian, Kebajikan menjadi landasan
umat Rujiao sebagai jalan keselamatan sekaligus juga jalan menuju kebahagiaan hidup. Umat Rujiao memiliki kesadaran moral tinggi dan
hanya bermoral tinggi ia menjadi Junzi yang
mampu dengan sempurna mengabdi kepada Tian YME.
Mereka yang menjadi umat Rujiao dinamakan
seorang Junzi (Chuntzu) yang artinya orang yang berbudi luhur, yang
berhati mulia. Xs.Tjhie mengartikan Junzi dengan
istilah seorang susilawan sedangkan
para sarjana barat menyebutnya gentleman,
orang yang unggul atau superior.
Seorang Junzi itu
sama dengan Santri dalam tradisi Islam dan sama juga dengan anak-anak Allah
(anak-anak Tuhan) bagi pemeluk agama Kristen. Namun demikian perlu ditegaskan
bahwa Junzi memiliki ciri-ciri
tersendiri yang spesifik dan tidak bisa digantikan dengan istilah lain, hanya
saja bagi mereka yang baru saja belajar agama Khonghucu penjelasan semacam itu
sebagai cara agar mudah memahaminya.
Selanjutnya Prof.Dr.Lee T. Oei memberikan ciri-ciri bagi
seorang Junzi diantaranya orang
yang bertujuan, bersikap tenang, menuntut diri sendiri, berusaha
sungguh-sungguh, menyeluruh, tulus hati, jujur, murni dalam pikiran dan tindakan,
cinta akan kebenaran, adil dan tidak miskin, berkebajikan, bijaksana, longgar
hati, berwibawa, teguh rukun, tidak menjilat, berkembang ke atas, berkemampuan,
bersifat terbuka, baik hati, berpandangan luas, bercinta kasih, tenggang diri,
tepa-salira, dan bertenaga dalam. [3]
Bahwa seorang Junzi itu
tidak lain seorang yang selalu hidupnya memperbaharui diri sehingga terus baru
dan baik sepanjang masa. Hal ini seperti pendapat Ws.Ongko Wijaya, MBA (kakak
kandung Bratayana Ongkowijaya,XDS) dalam mengatakan bahwa definisi
seorang Junzi tertera dalam Daxue (Ajaran Besar) ‘Bila
suatu hari dapat membaharui diri, perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah
agar baharu selama-lamanya”. Bahwa hari ini harus lebih baik dari
hari kemaren, dan hari yang akan datang harus terus lebih baik dan lebih baik.
Oleh karena itulah Junzi adalah
seorang yang dalam hidupnya selalu membina diri dan terus belajar untuk menjadi
manusia (learning to be human), tidak pernah menggerutu,
hidupnya selalu le Tian (bahagia dalam
Tian).
2. Agama Khonghucu di Indonesia
Bagi masyarakat
Tionghoa Nabi Khongcu adalah simbol pembaharu. Bagi Tionghoa Indonesia, yang
berpendidikan Tionghoa, juga menganggap Nabi Khongcu sebagai simbol pembaharu.
Oleh karena itu usaha masyarakat terpelajar Tionghoa Indonesia untuk
memperbaiki tradisi dan cara berpikir Tionghoa Indonesia menggunakan ajaran
Khonghucu.
Di Indonesia kita menyebut Rujiao itu
“ Agama Khonghucu” yang diambil dari nama Nabi
Agung Kongzi atau Confucius yang
menyempurnakan / menggenapi Rujiao. Dalam
altar Boen Bio (Kapasan-Surabaya) tertera sebelas huruf
sanjak berpasangan yang mengandung arti “ Kesempurnaan KebajikanNya
(Nabi Kongzi) menjuarai Raja terdahulu dan direstui menjadi
pemimpin agama sedunia, kitab-kitabNya diwarisi kepada generasi cendekia
dikemudian hari sehingga membawa terang dan damai dunia, terpujilah sebagai
leluhur umat Ru jiao” [4]
Di Indonesia sendiri
sejak Hindia Belanda ada kelompok Tionghoa yang religius dan ada kelompok yang
sekuler. Kelompok religius ingin mengajarkan ajaran sebagai agama kepada
masyarakat Tionghoa Indonesia. Kelompok ini berpendapat bahwa manusia itu tidak
hanya dididik bermoral tetapi juga mempunyai keyakinan religi seperti yang
diajarkan oleh Nabi Khongcu. Sedangkan kelompok Tionghoa Indonesia yang
sekuler, yaitu mereka yang tidak mendapat pendidikan Tionghoa atau yang
terpengaruh oleh Marxisme, berpendapat bahwa ajaran Khonghucu itu ajaran
filsafat moral, bukan agama.
Pertentangan dua kelompok sekuler dan religius
itu tidak hanya di Indonesia, di Tiongkok juga ada dahulu dan sekarang, bedanya
di Indonesia pertentangan itu sangat terbuka dan argumentasinya tidak tepat.
Para tokoh yang berdebat di Indonesia umumnya pendidikannya tidak lengkap. Yang
berpendidikan Belanda tidak dapat membaca literatur Tionghoa, mereka hanya
membaca dari literatur Barat saja yang melihat ajaran Khonghucu sebagai
filsafat. Yang kelompok religius bisa membaca literatur Tionghoa tetapi mereka
tidak dapat memahami literatur Barat. Yang terjadi perdebatan dua klompok itu
tidak memberikan manfaat dan solusi, apabila masyarakat Indonesia melanjutkan
perdebatan itu dengan bekal yang sama, akhirnya juga tidak membawa manfaat.
Peranan Khonghucu
sebagai simbol perubahan itu selalu muncul saat Tionghoa Indonesia menghadapi
masalah yang serius. Khonghucuisme di Indonesia menghadapi banyak masalah yang
timbul adanya pro dan kontra antara yang sekuler dan religius, dan juga muncul
masalah baru yaitu orang Tionghoa Indonesia yang menyebarkan agama Budha,
Kristen dan Islam. Nasib Khonghucuisme di Indonesia juga tergantung kepentingan
pemerintah yang berkuasa. Pada jaman Soekarno tahun 1965 Agama Khonghucu diakui
sebagai salah satu agama yang resmi dianut oleh rakyat Indonesia, mungkin
dengan pertimbangan untuk mengimbangi kekuatan komunis waktu itu.
Pada jaman Soeharto,
pada awalnya mengakui Agama Khonghucu sebagai agama resmi, alasannya untuk
mencegah kembalinya komunisme agama harus dikembangkan. Namun setelah posisi
Soeharto kuat agama Khonghucu dipojokkan dan dikatakan bukan agama, karena
pemerintah menginginkan pembauran. Dengan demikian nasib Agma Khonghucu atau
Khonghucuisme tergantung pada semangat berjuang dari para tokoh Khonghucu
sendiri, karena tantangan yang dihadapi sangat besar.
Semenjak tahun 1966
muncul beberapa tokoh Islam Tionghoa Indonesia yang mengajak orang Tionghoa
Indonesia untuk masuk agama Islam. Menurut mereka bila orang Tionghoa Indonesia
memeluk agama Islam maka masalah minoritas Tionghoa Indonesia akan selesai,
karena menurut mereka agama Islam dapat mempersatukan bangsa. Pendapat ini ada
benarnya, tetapi harus diingat juga bahwa agama Islam di Indonesia ini terdapat
beberapa sekte yang organisasinya berbeda-beda.
Organisasi Islam yang
besar misalnya N. U. dan Muhamadiah, di samping itu masih banyak yang lain yang
lebih kecil. Gerakan Dakwah ini mendapat dukungan dari Pemerintah Soeharto
karena sesuai dengan tujuan pembauran. Nampaknya kosep pembauran Soeharto
adalah menyamakan atau menyeragamkan. Gerakan Dakwah ini cukup berhasil, yaitu
ada peningkatan pemeluk agama Islam dari kalangan Tionghoa Indonesia yaitu
mencapai jumlah 50.000 orang. Tionghoa Indonesia yang memeluk agama Islam
kebanyakan dari para pengusaha dan pemilik pabrik dengan harapan usaha mereka
lebih lancar. Ada juga golongan Tionghoa Indonesia yang miskin, mereka yang
dengan adanya gerakan dakwah ini memeluk agama Islam, maksud mereka untuk
melebur sepenuhnya menjadi “pribumi”.
3. Kehidupan Keagamaan Khonghucu
Sebagai
umat beragama Khonghucu juga berkumpul dalam suatu rumah ibadah, di Kongzi
Miao, di Lithang, atau di kelenteng pada hari yang sudah ditentukan secara
rutin. Biasanya mereka berkumpul pada tanggal 1 dan 15 tiap bulan menurut
kalender Khonghucu, atau pada setiap hari minggu atau hari lain yang disepakati
bersama. Mereka berkumpul untuk melakukan ibadah sujud kepada Tuhan, dan
mempelajari ajaran agama Khonghucu di bawah bimbingan rohaniwan yang ditunjuk. Dengan
melaksanakan kewajiban tersebut mereka mendapat bimbingan rohani dalam
menjalankan kehidupan ini.
Kehidupan
beragama umat Khonghucu sudah berjalan selama ribuan tahun, tetapi tidak banyak
diketahui orang luar. Tiap rumah ibadah mempunyai jadwal yang berbeda dalam
pembinaan umatnya. Lebih banyak umat yang tidak pergi ke rumah ibadah karena
kesibukan pekerjaan mereka. Agama Khonghucu memang menganjurkan umatnya
berkumpul di rumah ibadah untuk belajar bersama, tetapi tidak ada sanksi bagi
yang tidak mengikutinya karena mereka sudah mendapat pendidikan agama Khonghucu
dari sekolah dan orang tuanya. Sedangkan, umat Khonghucu boleh melakukan ibadah
di rumah sendiri. Agama Khonghucu juga menganggap rumah tangga yang baik
sebagai rumah ibadah, di rumah pendidikan beragama juga dapat dilaksanakan
dengan intensif.
Ajaran
agama Khonghucu yang diutamakan adalah pembinaan diri secara konkret, yaitu ada
peningkatan kualitas hidup yang nyata. Perbaikan ekonomi rumah tangga sangat
penting bagi pendidikan anak-anak. Rumah tangga yang mempunyai problem ekonomi
pasti banyak menghadapi kesulitan, dan mengancam anak-anaknya putus sekolah di
tengah jalan. Nabi Kongzi pada masa hidupnya membuat sekolah untuk umum dan
gratis, tetapi pada zaman sekarang masih banyak negara yang belum dapat membuka
sekolah gratis untuk rakyatnya.
Tempat
mengajarkan agama yang paling ideal adalah sekolah dengan muridnya tinggal
dalam asrama. Pendidikan seperti ini hanya tepat untuk anak remaja, tidak tepat
untuk anak dibawah umur 15 tahun. Masa kanak-kanak perlu dekat dengan orang
tuanya sendiri sebab seorang anak perlu mengetahui figur orang tuanya. Setelah
dewasa setiap orang dapat berbakti kepada orang tuanya apabila dia sudah
menangkap makna sebuah keluarga.
Dalam
ajaran agama Khonghucu setiap orang dianjurkan membentuk keluarga dan
membinanya dengan baik. Keluarga adalah inti dari masyarakat dan negara.
Apabila semua keluarga dalam negara sudah beres mengaturnya, tidak akan ada
persoalan serius terjadi dalam negara. Para rohaniwan agama Khonghucu juga
hidup berkeluarga seperti orang kebanyakan. Tidak ada tanda khusus dalam wujud
pakaian atau atribut lain yang membedakan rohaniwan agama Khonghucu dengan
orang biasa. Rohaniwan agama Khonghucu hanya tampak berbeda dengan umat biasa
pada saat melaksanakan upacara sembahyang besar karena memakai jubah khusus.
Penjelasan
ini untuk menunjukkan bahwa ada perbedaan yang jelas antara umat beragama
Khonghucu dengan mereka yang mempelajari filsafat Konfusianisme pada umumnya.
Orang belajar filsafat tidak perlu beribadah karena memang filsafat tidak
mengajarkan orang beribadah. Namun, berbeda dengan ajaran Xun Zi yang tetap menganjurkan
orang beribadah sesuai ajaran agama Khonghucu. Menurut Xun Zi menjalankan
upacara agama Khonghucu itu syarat yang harus dipenuhi seluruh rakyat kalau
menghendaki negara menjadi kuat dan kaya. Melaksanakan ajaran agama Khonghucu
membuat orang berdisiplin tinggi, tetapi mempunyai toleransi kepada orang lain.
Agama Khonghucu mengajarkan orang untuk serius dalam mencapai cita-cita mulia
untuk kepentingan orang banyak, tetapi tidak dibenarkan memaksakan kehendak
kepada orang lain.
Ajaran
filsafat Xun Zi tidak lepas dari agama Khonghucu. Agama Khonghucu sebagai
syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ajaran Filsafat Xn Zi. Oleh
karena itu Xun Zi menyebut ajaran agama Khonghucu dengan Xiao Ru ( 小 儒 ) atau
ajaran yang wajib dipelajari orang muda untuk membentuk karakter. Fiksafat Xun
Zi disebut Da Ru ( 大 儒) atau
ajaran yang berkaitan dengan pembangunan negara. Menurut Xun Zi, membangun
negara besar agar kuat dan kaya diperlukan rakyat yang mempunyai karakter yang
kuat dan sudah dipersiapkan dengan baik. Banyak negara yang baru merdeka
menggunakan konsep pembangunan yang kehebatannya sudah terbukti di negara
asalnya, tetapi tidak berhasil. Konsep pembangunan yang baik memerlukan sumber
daya manusia yang tepat kemampuannya untuk pelaksanaannya, demikian pendapat
Xun Zi.
4.
Kebajikan Tuhan Yang Tersembunyi [5]
Kehidupan
di dunia ini ada karena kebajikan Tuhan, disebutkan dalam Keimanan kedua. Nabi
Kongzi secara tersurat menyebutkan dua macam kebajikan Tuhan, yaitu kebajikan
yang tampak, atau Kebajikan Bercahaya atau Ming De ( 明 德 ), yang
tertulis dalam kitab Da Xue ( 大 学 ), dan
kebajikan yang tersembunyi atau Xuan De ( 玄 德 ) yang
tertulis dalam Kitab Zhong Yong ( 中 庸 ) dengan
penggalan kalimat ” tiada yang lebih tampak daripada yang tersembunyi itu, maka
berhati-hatilah bila seorang diri”.
Ming De
adalah Sisi Terang dari kehidupan yang dapat dipahami dengan pikiran dan
ditangkap dengan panca indera. Misalnya, masalah kemiskinan, kesehatan,
pelanggaran hukum, keamanan itu termasuk dalam Sisi Terang dari kehidupan ini.
Masalah yang muncul dalam Sisi Terang itu dapat diatasi dengan adanya agama,
filsafat, kesenian, dan ilmu pengetahuan.
Xuan De
adalah Sisi Rahasia yang tidak diketahui manusia. Misalnya, kehidupan setelah
manusia meninggalkan dunia itu bagaimana? Manusia tidak dapat melihat roh dan
tidak dapat mati dan kembali hidup lagi. Manusia juga tidak mengetahui
keadaannya sebelum dilahirkan ke dunia. Tuhan menyembunyikan banyak rahasia
yang tidak diketahui manusia. Nabi Kongzi tidak ingin mengajarkan Sisi Rahasia
itu kepada muridnya dengan cara yang akan menimbulkan permasalahan lain. Pada
saat muridnya bertanya keadaan orang setelah meninggal dunia, Nabi Kongzi
menjawab: ”Mengapa bertanya tentang keadaan orang sudah mati, lebih baik
bertanya tentang kehidupan. Belum mengerti kehidupan mengapa sudah tanya tentang
kematian”.
Masalah
Sisi Rahasia atau Xuan De itu diberikan penjelasan oleh Nabi Kongzi melalui
buku Yi Jing. Rahasia kehidupan ini dapat dipahami apabila orang memahami
prinsip Yin Yang dan Wu Xing atau Lima Unsur. Isi Kitab Yi Jing itu tidak mudah
dipahami karena banyak perubahan yang harus diikuti. Singkatnya, kehidupan di
alam ini dan alam itu sendiri terus-menerus mengalami perubahan. Manusia mati
karena akibat dari perubahan itu, manusia lahir juga karena ada perubahan itu.
Nasib manusia juga berubah terus, tetapi arah perubahan itu berbeda-beda. Ada
perubahan yang ke arah yang lebih baik karena didukung oleh faktor-faktor baik.
Sebaliknya, perubahan menuju ke arah yang buruk karena didukung oleh
faktor-faktor yang buruk.
Faktor-faktor
yang baik misalnya orang mengembangkan cinta kasih, kejujuran, keadilan,
kebijaksanaan, dan kesusilaan dalam hatinya. Orang selalu menjaga kata-katanya
dan perbuatannya agar tidak menyakiti orang lain. Orang yang rajin dan berani
bekerja keras sesuai bidangnya. Faktor yang selalu diingatkan oleh Nabi Kongzi
adalah belajar tidak mengenal lelah dan mengajar tidak menganal jemu. Proses
belajar mengajar adalah faktor yang mengarahkan agar perubahan menuju kearah
yang lebih baik.
Tuhan
menciptakan langit dan bumi untuk memperlihatkan kuasaannya. Langit menentukan
waktu, bumi menentukan ruang. Segala benda dan peristiwa selalu berada dalam
ruang dan waktu. Manusia hidup dalam ruang dan waktu, setelah meninggal dia
kehilangan ruangnya dan kembali ke langit dari mana dia berasal.
Langit
sebagai pengendali waktu mempunyai sepuluh batang langit atau Tian Gan ( 天 干 ). Dan
bumi sebagai ruang mempunyai dua belas cabang bumi atau Di Zhi ( 地 支 ).
Batang langit dan cabang bumi itu membawa lima unsur yang berbeda-beda. Yang
dimkasid lima unsur yaitu: logam, kayu, api, air, dan tanah. Orang yang lahir
pada tanggal dan jam tertentu membawa unsur dari batang langit dan cabang bumi.
Unsur-unsur itu bisa berlawanan atau saling menghidupi. Apabila unsur-unsur itu
saling berlawanan berarti orang itu nasibnya kurang beruntung. Sebaliknya,
apabila unsur-unsur itu saling menghidupi nasib orang itu baik. Namun, orang
tersebut dalam perjalanan hidupnya mendapat unsur sendiri dari hasil pembinaan
dirinya. Orang yang banyak belajar mempunyai pengetahuan luas dan mengamalkan
ilmunya memperbesar unsur kayunya. Orang yang kuat kemauannya, teguh
pendiriannya memperbesar unsur logamnya. Orang yang tekun, sabar, dapat
mengendalikan emosinya, tidak egois, dan bersikap netral memperbesar unsur
tanahnya. Orang yang ramah tamah, penuh toleransi memperbesar unsur airnya.
Orang yang memelihara semangatnya memperbesar unsur apinya.
Unsur-unsur
yang berada dalam diri manusia wajib dijaga sendiri agar selalu dalam posisi
seimbang. Api yang terlalu besar, artinya orang yang bersemangat dan ambisinya
terlalu besar akan membakar unsur lain dan akibatnya usahanya gagal. Lima unsur
itu perlu dijaga keseimbangannya dan dapat menetralkan unsur yang buruk dari
batang langit atau cabang bumi yang mempengaruhi waktu kelahirannya. Unsur
kelahiran itu salah satu faktor untuk memprediksi keberuntungan manusia, tetapi
masih banyak faktor yang lain yang menentukan nasib manusia. Nabi Kongzi
menasihati agar orang mencari pergaulan yang baik agar dapat membantu
memperbaiki nasibnya. Lingkungan yang baik yang memiliki Qi ( 气 ) atau
energi semesta yang bersih dapat memperbaiki nasib manusia. Ilmu Feng Shui ( 风 水 ) dalam
agama Khonghucu adalah sarana yang diperlukan dalam pembinaan diri. Membina
diri tidak hanya membina diri sendiri, tetapi juga perlu membina lingkungan
alam dan lingkungan sosial untuk memperoleh Qi atau energi semesta yang bersih.
Dalam
agama Khonghucu dikatakan bahwa Roh manusia itu abadi dan kembali ke langit.
Roh setelah meninggalkan tubuh manusia mempunyai sifat seperti Qi, atau energi
semesta. Roh itu sebagai satuan energi semesta membawa serta semua unsur yang
telah diperolehnya selama menjadi manusia. Roh tidak memiliki dimensi ruang dan
waktu lagi lagi. Roh sudah masuk dalam dimensi lain yang belum dapat dimasuki manusia
hidup.
Dalam
Kitab Yi Jing digambarkan peristiwa kelahiran atau kehidupan dan kematian
sebagai proses yang tidak pernah selesai. Dikatakan bawa kelahiran adalah awal
dari proses menuju kematian, dan kematian sebagai awal dari proses menuju
kelahiran. Teori ini dapat dibandingkan dengan logika tentang yang ada dan yang
tidak ada:
Pernyataan:
Yang ada itu ada dapat dituliskan ada = ada.
Pernyataan:
Yang tidak ada itu ada-------- tidak ada = ada
Jadi:------------
yang tidak ada = tidak ada
Artinya: kehidupan itu ada dan
tidak pernah tidak ada. Kitab Yi Jing mengatakan: kehidupan itu abadi,
yang hidup itu selalu hidup. Kematian hanya bagian dari proses.
5.
Konsep Keimanan Agama Khonghucu dalam Perspektif Agama Lainnya
Tidak dipungkiri lagi
bahwa agama adalah hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Hal ini
disadari atau tidak bahwa setiap manusia menginginkan menjadi orang yang soleh
dan lurus. Tapi dalam kenyataannya tidak bisa terwujud dengan mudah karena
agama mengajarkan fanatik dan berprasangka pada golongan lain. Agama juga
mengajarkan kepada manusia untuk saling menghormati, saling menghargai, hidup
bertoleransi, hidup berdampingan dan hidup damai.
Terkadang agama
dijadikan manusia sebagai alat untuk mengklaim bahwa agamanya yang paling
benar. Padahal kebenaran itu tergantung pada bagaimana manusia “memandang”,
apalagi di Indonesia yang masyarakatnya multikultural mulai dari agama, bahasa,
adat istiadat, kebudayaan dan lainlain. Agama Khonghucu adalah agama baru yang
diakui oleh pemerintah dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam pandangan Islam
agama Khonghucu termasuk golongan sabiin, artinya orang-orang yang mengikuti
syariat Nabi-Nabi dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau
dewa-dewa.
Dalam Kitab Suci Al
Quran Allah menjelaskan keadaan tiap-tiap umat atau bangsa yang benar-benar
berpegang pada ajaran-ajaran Nabi mereka serta beramal soleh, mereka akan
memperoleh ganjaran di sisi Allah, karena rahmat Tuhan selalu terbuka bagi
hamba-hamba-Nya dan untuk agama lainnya (Kristen, Hindu, Budha, dan agama
Khonghucu).
Jadi dalam perspektif
Islam, agama apapun sepanjang jalan menuju Allah yaitu Islam, Yahudi, Kristen,
Hindu, Budha, Khonghucu asalkan dia beriman kepada Allah dan beramal soleh akan
memperoleh ganjaran dari Allah. Nama-nama seperti Yahudi, Kristen atau
Khonghucu, adalah hanya label yang dipakai manusia, mungkin pada hakekatnya
mereka itu adalah sebenarnya umat-Nya pada pandangan Allah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjay Ing ,Tjhie, Filsafat dan Keimanan Konfusiani, Jakarta: MATAKIN
2. Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, Jakarta
: MATAKIN
3. Oey, Lee T, Pembinaan Diri Seorang
Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani, Jakarta: MATAKIN, 1987
4. Arif, Oesman. Penyelenggaraan Negara menurut Filsafat
Xun Zi, Jakarta : MATAKIN: 2011
5. Arif, Oesman. Sejarah Agama Khonghucu , Jakarta :
MATAKIN, 2012
6. Liang, Mulyadi. Mengenal Agama Khonghucu, Jakarta :
MATAKIN, 2015
AGAMA KHONGHUCU
Tugas
Mata Kuliah :
STUDI AGAMA DAN BUDAYA LOKAL
Dosen
: Pdt. Kinurung Maleh, D.Th.
Oleh
:
Denny Susanto
NIM : 17.06.056
PROGRAM
PASCASARJANA MAGISTER TEOLOGI
SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN
2017
[3] Oey, Lee T, Pembinaan
Diri Seorang Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani
(Matakin, 1987 : 2-5)
Study Agama dan Budaya
Lokal
Perbandingan Agama
Khonghucu
1.
Latar Belakang Agama Khonghucu
Agama Khonghucu atau Rujiao adalah
agama dari kaum yang taat, yang satya atau yang lembut hati, yang beroleh
bimbingan menempuh Jalan Suci (Dao) dan bisa
berarti cendikia atau yang terpelajar[1]. Rujiao juga berarti menembusi alam langit,
alam bumi dan alam manusia (Tian,Di, Ren),
yang artinya kebutuhan manusia untuk kuat dan mampu membina diri menjadi abdi
Firman Sempurna, tercermin pada sikap perbuatan yang taat, lembut hati,
terpelajar berkat bimbingan agama[2]
.
Rujiao merupakan agama bagi
mereka yang mengerti kewajibannya kepada Tian YME.
dengan melakukan hubungan yang harmonis antar sesama manusia, memuliakan para
Nabi sebagai jalan menuju pada Tian YME.
Hanya dengan Kebajikan, Tian berkenan Wei De Dong Tian, Kebajikan menjadi landasan
umat Rujiao sebagai jalan keselamatan sekaligus juga jalan menuju kebahagiaan hidup. Umat Rujiao memiliki kesadaran moral tinggi dan
hanya bermoral tinggi ia menjadi Junzi yang
mampu dengan sempurna mengabdi kepada Tian YME.
Mereka yang menjadi umat Rujiao dinamakan
seorang Junzi (Chuntzu) yang artinya orang yang berbudi luhur, yang
berhati mulia. Xs.Tjhie mengartikan Junzi dengan
istilah seorang susilawan sedangkan
para sarjana barat menyebutnya gentleman,
orang yang unggul atau superior.
Seorang Junzi itu
sama dengan Santri dalam tradisi Islam dan sama juga dengan anak-anak Allah
(anak-anak Tuhan) bagi pemeluk agama Kristen. Namun demikian perlu ditegaskan
bahwa Junzi memiliki ciri-ciri
tersendiri yang spesifik dan tidak bisa digantikan dengan istilah lain, hanya
saja bagi mereka yang baru saja belajar agama Khonghucu penjelasan semacam itu
sebagai cara agar mudah memahaminya.
Selanjutnya Prof.Dr.Lee T. Oei memberikan ciri-ciri bagi
seorang Junzi diantaranya orang
yang bertujuan, bersikap tenang, menuntut diri sendiri, berusaha
sungguh-sungguh, menyeluruh, tulus hati, jujur, murni dalam pikiran dan tindakan,
cinta akan kebenaran, adil dan tidak miskin, berkebajikan, bijaksana, longgar
hati, berwibawa, teguh rukun, tidak menjilat, berkembang ke atas, berkemampuan,
bersifat terbuka, baik hati, berpandangan luas, bercinta kasih, tenggang diri,
tepa-salira, dan bertenaga dalam. [3]
Bahwa seorang Junzi itu
tidak lain seorang yang selalu hidupnya memperbaharui diri sehingga terus baru
dan baik sepanjang masa. Hal ini seperti pendapat Ws.Ongko Wijaya, MBA (kakak
kandung Bratayana Ongkowijaya,XDS) dalam mengatakan bahwa definisi
seorang Junzi tertera dalam Daxue (Ajaran Besar) ‘Bila
suatu hari dapat membaharui diri, perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah
agar baharu selama-lamanya”. Bahwa hari ini harus lebih baik dari
hari kemaren, dan hari yang akan datang harus terus lebih baik dan lebih baik.
Oleh karena itulah Junzi adalah
seorang yang dalam hidupnya selalu membina diri dan terus belajar untuk menjadi
manusia (learning to be human), tidak pernah menggerutu,
hidupnya selalu le Tian (bahagia dalam
Tian).
2. Agama Khonghucu di Indonesia
Bagi masyarakat
Tionghoa Nabi Khongcu adalah simbol pembaharu. Bagi Tionghoa Indonesia, yang
berpendidikan Tionghoa, juga menganggap Nabi Khongcu sebagai simbol pembaharu.
Oleh karena itu usaha masyarakat terpelajar Tionghoa Indonesia untuk
memperbaiki tradisi dan cara berpikir Tionghoa Indonesia menggunakan ajaran
Khonghucu.
Di Indonesia kita menyebut Rujiao itu
“ Agama Khonghucu” yang diambil dari nama Nabi
Agung Kongzi atau Confucius yang
menyempurnakan / menggenapi Rujiao. Dalam
altar Boen Bio (Kapasan-Surabaya) tertera sebelas huruf
sanjak berpasangan yang mengandung arti “ Kesempurnaan KebajikanNya
(Nabi Kongzi) menjuarai Raja terdahulu dan direstui menjadi
pemimpin agama sedunia, kitab-kitabNya diwarisi kepada generasi cendekia
dikemudian hari sehingga membawa terang dan damai dunia, terpujilah sebagai
leluhur umat Ru jiao” [4]
Di Indonesia sendiri
sejak Hindia Belanda ada kelompok Tionghoa yang religius dan ada kelompok yang
sekuler. Kelompok religius ingin mengajarkan ajaran sebagai agama kepada
masyarakat Tionghoa Indonesia. Kelompok ini berpendapat bahwa manusia itu tidak
hanya dididik bermoral tetapi juga mempunyai keyakinan religi seperti yang
diajarkan oleh Nabi Khongcu. Sedangkan kelompok Tionghoa Indonesia yang
sekuler, yaitu mereka yang tidak mendapat pendidikan Tionghoa atau yang
terpengaruh oleh Marxisme, berpendapat bahwa ajaran Khonghucu itu ajaran
filsafat moral, bukan agama.
Pertentangan dua kelompok sekuler dan religius
itu tidak hanya di Indonesia, di Tiongkok juga ada dahulu dan sekarang, bedanya
di Indonesia pertentangan itu sangat terbuka dan argumentasinya tidak tepat.
Para tokoh yang berdebat di Indonesia umumnya pendidikannya tidak lengkap. Yang
berpendidikan Belanda tidak dapat membaca literatur Tionghoa, mereka hanya
membaca dari literatur Barat saja yang melihat ajaran Khonghucu sebagai
filsafat. Yang kelompok religius bisa membaca literatur Tionghoa tetapi mereka
tidak dapat memahami literatur Barat. Yang terjadi perdebatan dua klompok itu
tidak memberikan manfaat dan solusi, apabila masyarakat Indonesia melanjutkan
perdebatan itu dengan bekal yang sama, akhirnya juga tidak membawa manfaat.
Peranan Khonghucu
sebagai simbol perubahan itu selalu muncul saat Tionghoa Indonesia menghadapi
masalah yang serius. Khonghucuisme di Indonesia menghadapi banyak masalah yang
timbul adanya pro dan kontra antara yang sekuler dan religius, dan juga muncul
masalah baru yaitu orang Tionghoa Indonesia yang menyebarkan agama Budha,
Kristen dan Islam. Nasib Khonghucuisme di Indonesia juga tergantung kepentingan
pemerintah yang berkuasa. Pada jaman Soekarno tahun 1965 Agama Khonghucu diakui
sebagai salah satu agama yang resmi dianut oleh rakyat Indonesia, mungkin
dengan pertimbangan untuk mengimbangi kekuatan komunis waktu itu.
Pada jaman Soeharto,
pada awalnya mengakui Agama Khonghucu sebagai agama resmi, alasannya untuk
mencegah kembalinya komunisme agama harus dikembangkan. Namun setelah posisi
Soeharto kuat agama Khonghucu dipojokkan dan dikatakan bukan agama, karena
pemerintah menginginkan pembauran. Dengan demikian nasib Agma Khonghucu atau
Khonghucuisme tergantung pada semangat berjuang dari para tokoh Khonghucu
sendiri, karena tantangan yang dihadapi sangat besar.
Semenjak tahun 1966
muncul beberapa tokoh Islam Tionghoa Indonesia yang mengajak orang Tionghoa
Indonesia untuk masuk agama Islam. Menurut mereka bila orang Tionghoa Indonesia
memeluk agama Islam maka masalah minoritas Tionghoa Indonesia akan selesai,
karena menurut mereka agama Islam dapat mempersatukan bangsa. Pendapat ini ada
benarnya, tetapi harus diingat juga bahwa agama Islam di Indonesia ini terdapat
beberapa sekte yang organisasinya berbeda-beda.
Organisasi Islam yang
besar misalnya N. U. dan Muhamadiah, di samping itu masih banyak yang lain yang
lebih kecil. Gerakan Dakwah ini mendapat dukungan dari Pemerintah Soeharto
karena sesuai dengan tujuan pembauran. Nampaknya kosep pembauran Soeharto
adalah menyamakan atau menyeragamkan. Gerakan Dakwah ini cukup berhasil, yaitu
ada peningkatan pemeluk agama Islam dari kalangan Tionghoa Indonesia yaitu
mencapai jumlah 50.000 orang. Tionghoa Indonesia yang memeluk agama Islam
kebanyakan dari para pengusaha dan pemilik pabrik dengan harapan usaha mereka
lebih lancar. Ada juga golongan Tionghoa Indonesia yang miskin, mereka yang
dengan adanya gerakan dakwah ini memeluk agama Islam, maksud mereka untuk
melebur sepenuhnya menjadi “pribumi”.
3. Kehidupan Keagamaan Khonghucu
Sebagai
umat beragama Khonghucu juga berkumpul dalam suatu rumah ibadah, di Kongzi
Miao, di Lithang, atau di kelenteng pada hari yang sudah ditentukan secara
rutin. Biasanya mereka berkumpul pada tanggal 1 dan 15 tiap bulan menurut
kalender Khonghucu, atau pada setiap hari minggu atau hari lain yang disepakati
bersama. Mereka berkumpul untuk melakukan ibadah sujud kepada Tuhan, dan
mempelajari ajaran agama Khonghucu di bawah bimbingan rohaniwan yang ditunjuk. Dengan
melaksanakan kewajiban tersebut mereka mendapat bimbingan rohani dalam
menjalankan kehidupan ini.
Kehidupan
beragama umat Khonghucu sudah berjalan selama ribuan tahun, tetapi tidak banyak
diketahui orang luar. Tiap rumah ibadah mempunyai jadwal yang berbeda dalam
pembinaan umatnya. Lebih banyak umat yang tidak pergi ke rumah ibadah karena
kesibukan pekerjaan mereka. Agama Khonghucu memang menganjurkan umatnya
berkumpul di rumah ibadah untuk belajar bersama, tetapi tidak ada sanksi bagi
yang tidak mengikutinya karena mereka sudah mendapat pendidikan agama Khonghucu
dari sekolah dan orang tuanya. Sedangkan, umat Khonghucu boleh melakukan ibadah
di rumah sendiri. Agama Khonghucu juga menganggap rumah tangga yang baik
sebagai rumah ibadah, di rumah pendidikan beragama juga dapat dilaksanakan
dengan intensif.
Ajaran
agama Khonghucu yang diutamakan adalah pembinaan diri secara konkret, yaitu ada
peningkatan kualitas hidup yang nyata. Perbaikan ekonomi rumah tangga sangat
penting bagi pendidikan anak-anak. Rumah tangga yang mempunyai problem ekonomi
pasti banyak menghadapi kesulitan, dan mengancam anak-anaknya putus sekolah di
tengah jalan. Nabi Kongzi pada masa hidupnya membuat sekolah untuk umum dan
gratis, tetapi pada zaman sekarang masih banyak negara yang belum dapat membuka
sekolah gratis untuk rakyatnya.
Tempat
mengajarkan agama yang paling ideal adalah sekolah dengan muridnya tinggal
dalam asrama. Pendidikan seperti ini hanya tepat untuk anak remaja, tidak tepat
untuk anak dibawah umur 15 tahun. Masa kanak-kanak perlu dekat dengan orang
tuanya sendiri sebab seorang anak perlu mengetahui figur orang tuanya. Setelah
dewasa setiap orang dapat berbakti kepada orang tuanya apabila dia sudah
menangkap makna sebuah keluarga.
Dalam
ajaran agama Khonghucu setiap orang dianjurkan membentuk keluarga dan
membinanya dengan baik. Keluarga adalah inti dari masyarakat dan negara.
Apabila semua keluarga dalam negara sudah beres mengaturnya, tidak akan ada
persoalan serius terjadi dalam negara. Para rohaniwan agama Khonghucu juga
hidup berkeluarga seperti orang kebanyakan. Tidak ada tanda khusus dalam wujud
pakaian atau atribut lain yang membedakan rohaniwan agama Khonghucu dengan
orang biasa. Rohaniwan agama Khonghucu hanya tampak berbeda dengan umat biasa
pada saat melaksanakan upacara sembahyang besar karena memakai jubah khusus.
Penjelasan
ini untuk menunjukkan bahwa ada perbedaan yang jelas antara umat beragama
Khonghucu dengan mereka yang mempelajari filsafat Konfusianisme pada umumnya.
Orang belajar filsafat tidak perlu beribadah karena memang filsafat tidak
mengajarkan orang beribadah. Namun, berbeda dengan ajaran Xun Zi yang tetap menganjurkan
orang beribadah sesuai ajaran agama Khonghucu. Menurut Xun Zi menjalankan
upacara agama Khonghucu itu syarat yang harus dipenuhi seluruh rakyat kalau
menghendaki negara menjadi kuat dan kaya. Melaksanakan ajaran agama Khonghucu
membuat orang berdisiplin tinggi, tetapi mempunyai toleransi kepada orang lain.
Agama Khonghucu mengajarkan orang untuk serius dalam mencapai cita-cita mulia
untuk kepentingan orang banyak, tetapi tidak dibenarkan memaksakan kehendak
kepada orang lain.
Ajaran
filsafat Xun Zi tidak lepas dari agama Khonghucu. Agama Khonghucu sebagai
syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ajaran Filsafat Xn Zi. Oleh
karena itu Xun Zi menyebut ajaran agama Khonghucu dengan Xiao Ru ( 小 儒 ) atau
ajaran yang wajib dipelajari orang muda untuk membentuk karakter. Fiksafat Xun
Zi disebut Da Ru ( 大 儒) atau
ajaran yang berkaitan dengan pembangunan negara. Menurut Xun Zi, membangun
negara besar agar kuat dan kaya diperlukan rakyat yang mempunyai karakter yang
kuat dan sudah dipersiapkan dengan baik. Banyak negara yang baru merdeka
menggunakan konsep pembangunan yang kehebatannya sudah terbukti di negara
asalnya, tetapi tidak berhasil. Konsep pembangunan yang baik memerlukan sumber
daya manusia yang tepat kemampuannya untuk pelaksanaannya, demikian pendapat
Xun Zi.
4.
Kebajikan Tuhan Yang Tersembunyi [5]
Kehidupan
di dunia ini ada karena kebajikan Tuhan, disebutkan dalam Keimanan kedua. Nabi
Kongzi secara tersurat menyebutkan dua macam kebajikan Tuhan, yaitu kebajikan
yang tampak, atau Kebajikan Bercahaya atau Ming De ( 明 德 ), yang
tertulis dalam kitab Da Xue ( 大 学 ), dan
kebajikan yang tersembunyi atau Xuan De ( 玄 德 ) yang
tertulis dalam Kitab Zhong Yong ( 中 庸 ) dengan
penggalan kalimat ” tiada yang lebih tampak daripada yang tersembunyi itu, maka
berhati-hatilah bila seorang diri”.
Ming De
adalah Sisi Terang dari kehidupan yang dapat dipahami dengan pikiran dan
ditangkap dengan panca indera. Misalnya, masalah kemiskinan, kesehatan,
pelanggaran hukum, keamanan itu termasuk dalam Sisi Terang dari kehidupan ini.
Masalah yang muncul dalam Sisi Terang itu dapat diatasi dengan adanya agama,
filsafat, kesenian, dan ilmu pengetahuan.
Xuan De
adalah Sisi Rahasia yang tidak diketahui manusia. Misalnya, kehidupan setelah
manusia meninggalkan dunia itu bagaimana? Manusia tidak dapat melihat roh dan
tidak dapat mati dan kembali hidup lagi. Manusia juga tidak mengetahui
keadaannya sebelum dilahirkan ke dunia. Tuhan menyembunyikan banyak rahasia
yang tidak diketahui manusia. Nabi Kongzi tidak ingin mengajarkan Sisi Rahasia
itu kepada muridnya dengan cara yang akan menimbulkan permasalahan lain. Pada
saat muridnya bertanya keadaan orang setelah meninggal dunia, Nabi Kongzi
menjawab: ”Mengapa bertanya tentang keadaan orang sudah mati, lebih baik
bertanya tentang kehidupan. Belum mengerti kehidupan mengapa sudah tanya tentang
kematian”.
Masalah
Sisi Rahasia atau Xuan De itu diberikan penjelasan oleh Nabi Kongzi melalui
buku Yi Jing. Rahasia kehidupan ini dapat dipahami apabila orang memahami
prinsip Yin Yang dan Wu Xing atau Lima Unsur. Isi Kitab Yi Jing itu tidak mudah
dipahami karena banyak perubahan yang harus diikuti. Singkatnya, kehidupan di
alam ini dan alam itu sendiri terus-menerus mengalami perubahan. Manusia mati
karena akibat dari perubahan itu, manusia lahir juga karena ada perubahan itu.
Nasib manusia juga berubah terus, tetapi arah perubahan itu berbeda-beda. Ada
perubahan yang ke arah yang lebih baik karena didukung oleh faktor-faktor baik.
Sebaliknya, perubahan menuju ke arah yang buruk karena didukung oleh
faktor-faktor yang buruk.
Faktor-faktor
yang baik misalnya orang mengembangkan cinta kasih, kejujuran, keadilan,
kebijaksanaan, dan kesusilaan dalam hatinya. Orang selalu menjaga kata-katanya
dan perbuatannya agar tidak menyakiti orang lain. Orang yang rajin dan berani
bekerja keras sesuai bidangnya. Faktor yang selalu diingatkan oleh Nabi Kongzi
adalah belajar tidak mengenal lelah dan mengajar tidak menganal jemu. Proses
belajar mengajar adalah faktor yang mengarahkan agar perubahan menuju kearah
yang lebih baik.
Tuhan
menciptakan langit dan bumi untuk memperlihatkan kuasaannya. Langit menentukan
waktu, bumi menentukan ruang. Segala benda dan peristiwa selalu berada dalam
ruang dan waktu. Manusia hidup dalam ruang dan waktu, setelah meninggal dia
kehilangan ruangnya dan kembali ke langit dari mana dia berasal.
Langit
sebagai pengendali waktu mempunyai sepuluh batang langit atau Tian Gan ( 天 干 ). Dan
bumi sebagai ruang mempunyai dua belas cabang bumi atau Di Zhi ( 地 支 ).
Batang langit dan cabang bumi itu membawa lima unsur yang berbeda-beda. Yang
dimkasid lima unsur yaitu: logam, kayu, api, air, dan tanah. Orang yang lahir
pada tanggal dan jam tertentu membawa unsur dari batang langit dan cabang bumi.
Unsur-unsur itu bisa berlawanan atau saling menghidupi. Apabila unsur-unsur itu
saling berlawanan berarti orang itu nasibnya kurang beruntung. Sebaliknya,
apabila unsur-unsur itu saling menghidupi nasib orang itu baik. Namun, orang
tersebut dalam perjalanan hidupnya mendapat unsur sendiri dari hasil pembinaan
dirinya. Orang yang banyak belajar mempunyai pengetahuan luas dan mengamalkan
ilmunya memperbesar unsur kayunya. Orang yang kuat kemauannya, teguh
pendiriannya memperbesar unsur logamnya. Orang yang tekun, sabar, dapat
mengendalikan emosinya, tidak egois, dan bersikap netral memperbesar unsur
tanahnya. Orang yang ramah tamah, penuh toleransi memperbesar unsur airnya.
Orang yang memelihara semangatnya memperbesar unsur apinya.
Unsur-unsur
yang berada dalam diri manusia wajib dijaga sendiri agar selalu dalam posisi
seimbang. Api yang terlalu besar, artinya orang yang bersemangat dan ambisinya
terlalu besar akan membakar unsur lain dan akibatnya usahanya gagal. Lima unsur
itu perlu dijaga keseimbangannya dan dapat menetralkan unsur yang buruk dari
batang langit atau cabang bumi yang mempengaruhi waktu kelahirannya. Unsur
kelahiran itu salah satu faktor untuk memprediksi keberuntungan manusia, tetapi
masih banyak faktor yang lain yang menentukan nasib manusia. Nabi Kongzi
menasihati agar orang mencari pergaulan yang baik agar dapat membantu
memperbaiki nasibnya. Lingkungan yang baik yang memiliki Qi ( 气 ) atau
energi semesta yang bersih dapat memperbaiki nasib manusia. Ilmu Feng Shui ( 风 水 ) dalam
agama Khonghucu adalah sarana yang diperlukan dalam pembinaan diri. Membina
diri tidak hanya membina diri sendiri, tetapi juga perlu membina lingkungan
alam dan lingkungan sosial untuk memperoleh Qi atau energi semesta yang bersih.
Dalam
agama Khonghucu dikatakan bahwa Roh manusia itu abadi dan kembali ke langit.
Roh setelah meninggalkan tubuh manusia mempunyai sifat seperti Qi, atau energi
semesta. Roh itu sebagai satuan energi semesta membawa serta semua unsur yang
telah diperolehnya selama menjadi manusia. Roh tidak memiliki dimensi ruang dan
waktu lagi lagi. Roh sudah masuk dalam dimensi lain yang belum dapat dimasuki manusia
hidup.
Dalam
Kitab Yi Jing digambarkan peristiwa kelahiran atau kehidupan dan kematian
sebagai proses yang tidak pernah selesai. Dikatakan bawa kelahiran adalah awal
dari proses menuju kematian, dan kematian sebagai awal dari proses menuju
kelahiran. Teori ini dapat dibandingkan dengan logika tentang yang ada dan yang
tidak ada:
Pernyataan:
Yang ada itu ada dapat dituliskan ada = ada.
Pernyataan:
Yang tidak ada itu ada-------- tidak ada = ada
Jadi:------------
yang tidak ada = tidak ada
Artinya: kehidupan itu ada dan
tidak pernah tidak ada. Kitab Yi Jing mengatakan: kehidupan itu abadi,
yang hidup itu selalu hidup. Kematian hanya bagian dari proses.
5.
Konsep Keimanan Agama Khonghucu dalam Perspektif Agama Lainnya
Tidak dipungkiri lagi
bahwa agama adalah hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Hal ini
disadari atau tidak bahwa setiap manusia menginginkan menjadi orang yang soleh
dan lurus. Tapi dalam kenyataannya tidak bisa terwujud dengan mudah karena
agama mengajarkan fanatik dan berprasangka pada golongan lain. Agama juga
mengajarkan kepada manusia untuk saling menghormati, saling menghargai, hidup
bertoleransi, hidup berdampingan dan hidup damai.
Terkadang agama
dijadikan manusia sebagai alat untuk mengklaim bahwa agamanya yang paling
benar. Padahal kebenaran itu tergantung pada bagaimana manusia “memandang”,
apalagi di Indonesia yang masyarakatnya multikultural mulai dari agama, bahasa,
adat istiadat, kebudayaan dan lainlain. Agama Khonghucu adalah agama baru yang
diakui oleh pemerintah dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam pandangan Islam
agama Khonghucu termasuk golongan sabiin, artinya orang-orang yang mengikuti
syariat Nabi-Nabi dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau
dewa-dewa.
Dalam Kitab Suci Al
Quran Allah menjelaskan keadaan tiap-tiap umat atau bangsa yang benar-benar
berpegang pada ajaran-ajaran Nabi mereka serta beramal soleh, mereka akan
memperoleh ganjaran di sisi Allah, karena rahmat Tuhan selalu terbuka bagi
hamba-hamba-Nya dan untuk agama lainnya (Kristen, Hindu, Budha, dan agama
Khonghucu).
Jadi dalam perspektif
Islam, agama apapun sepanjang jalan menuju Allah yaitu Islam, Yahudi, Kristen,
Hindu, Budha, Khonghucu asalkan dia beriman kepada Allah dan beramal soleh akan
memperoleh ganjaran dari Allah. Nama-nama seperti Yahudi, Kristen atau
Khonghucu, adalah hanya label yang dipakai manusia, mungkin pada hakekatnya
mereka itu adalah sebenarnya umat-Nya pada pandangan Allah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjay Ing ,Tjhie, Filsafat dan Keimanan Konfusiani, Jakarta: MATAKIN
2. Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, Jakarta
: MATAKIN
3. Oey, Lee T, Pembinaan Diri Seorang
Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani, Jakarta: MATAKIN, 1987
4. Arif, Oesman. Penyelenggaraan Negara menurut Filsafat
Xun Zi, Jakarta : MATAKIN: 2011
5. Arif, Oesman. Sejarah Agama Khonghucu , Jakarta :
MATAKIN, 2012
6. Liang, Mulyadi. Mengenal Agama Khonghucu, Jakarta :
MATAKIN, 2015
AGAMA KHONGHUCU
Tugas
Mata Kuliah :
STUDI AGAMA DAN BUDAYA LOKAL
Dosen
: Pdt. Kinurung Maleh, D.Th.
Oleh
:
Denny Susanto
NIM : 17.06.056
PROGRAM
PASCASARJANA MAGISTER TEOLOGI
SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN
2017
[3] Oey, Lee T, Pembinaan
Diri Seorang Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani
(Matakin, 1987 : 2-5)
No comments:
Post a Comment