Thursday, 30 November 2017

Study Agama dan Budaya Lokal Perbandingan Agama Khonghucu



Study Agama dan Budaya Lokal
Perbandingan Agama Khonghucu

1. Latar Belakang Agama Khonghucu
Agama Khonghucu atau Rujiao adalah agama dari kaum yang taat, yang satya atau yang lembut hati, yang beroleh bimbingan menempuh Jalan Suci (Dao) dan bisa berarti cendikia atau  yang terpelajar[1]Rujiao juga berarti menembusi alam langit, alam bumi dan alam manusia (Tian,Di, Ren), yang artinya kebutuhan manusia untuk kuat dan mampu membina diri menjadi abdi Firman Sempurna, tercermin pada sikap perbuatan yang taat, lembut hati, terpelajar berkat bimbingan agama[2] .

Rujiao merupakan agama bagi mereka yang mengerti kewajibannya kepada Tian YME. dengan melakukan hubungan yang harmonis antar sesama manusia, memuliakan para Nabi sebagai jalan menuju pada Tian YME. Hanya dengan Kebajikan, Tian berkenan Wei De Dong Tian,  Kebajikan menjadi landasan umat Rujiao sebagai jalan keselamatan sekaligus juga jalan menuju kebahagiaan hidup. Umat Rujiao memiliki kesadaran moral tinggi dan hanya bermoral tinggi ia menjadi Junzi yang mampu dengan sempurna mengabdi kepada Tian YME.

Mereka yang menjadi  umat Rujiao dinamakan seorang Junzi (Chuntzu) yang artinya orang yang berbudi luhur, yang berhati mulia. Xs.Tjhie mengartikan Junzi dengan istilah seorang susilawan sedangkan para sarjana barat menyebutnya gentleman, orang yang unggul atau superior.

Seorang Junzi itu sama dengan Santri dalam tradisi Islam dan sama juga dengan anak-anak Allah (anak-anak Tuhan) bagi pemeluk agama Kristen. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa Junzi memiliki ciri-ciri tersendiri yang spesifik dan tidak bisa digantikan dengan istilah lain, hanya saja bagi mereka yang baru saja belajar agama Khonghucu penjelasan semacam itu sebagai cara agar mudah memahaminya.

Selanjutnya Prof.Dr.Lee T. Oei memberikan ciri-ciri bagi seorang Junzi diantaranya orang yang bertujuan, bersikap tenang, menuntut diri sendiri, berusaha sungguh-sungguh, menyeluruh, tulus hati, jujur, murni dalam pikiran dan tindakan, cinta akan kebenaran, adil dan tidak miskin, berkebajikan, bijaksana, longgar hati, berwibawa, teguh rukun, tidak menjilat, berkembang ke atas, berkemampuan, bersifat terbuka, baik hati, berpandangan luas, bercinta kasih, tenggang diri, tepa-salira, dan bertenaga dalam. [3]

Bahwa seorang Junzi itu tidak lain seorang yang selalu hidupnya memperbaharui diri sehingga terus baru dan baik sepanjang masa. Hal ini seperti pendapat Ws.Ongko Wijaya, MBA (kakak kandung Bratayana Ongkowijaya,XDS) dalam mengatakan bahwa definisi seorang Junzi tertera dalam Daxue (Ajaran Besar) ‘Bila suatu hari dapat membaharui diri, perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama-lamanya”. Bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemaren, dan hari yang akan datang harus terus lebih baik dan lebih baik. Oleh karena itulah  Junzi adalah seorang yang dalam hidupnya selalu membina diri dan terus belajar untuk menjadi manusia (learning to be human), tidak pernah menggerutu, hidupnya selalu le Tian (bahagia dalam Tian).  


2. Agama Khonghucu di Indonesia

Bagi masyarakat Tionghoa Nabi Khongcu adalah simbol pembaharu. Bagi Tionghoa Indonesia, yang berpendidikan Tionghoa, juga menganggap Nabi Khongcu sebagai simbol pembaharu. Oleh karena itu usaha masyarakat terpelajar Tionghoa Indonesia untuk memperbaiki tradisi dan cara berpikir Tionghoa Indonesia menggunakan ajaran Khonghucu.
Di Indonesia kita menyebut Rujiao itu “ Agama Khonghucu” yang diambil dari nama Nabi Agung Kongzi atau Confucius yang menyempurnakan / menggenapi Rujiao. Dalam altar Boen Bio (Kapasan-Surabaya) tertera sebelas huruf sanjak  berpasangan yang mengandung arti “ Kesempurnaan KebajikanNya (Nabi Kongzi) menjuarai Raja terdahulu dan direstui menjadi pemimpin agama sedunia, kitab-kitabNya diwarisi kepada generasi cendekia dikemudian hari sehingga membawa terang dan damai dunia, terpujilah sebagai leluhur umat Ru jiao” [4]
Di Indonesia sendiri sejak Hindia Belanda ada kelompok Tionghoa yang religius dan ada kelompok yang sekuler. Kelompok religius ingin mengajarkan ajaran sebagai agama kepada masyarakat Tionghoa Indonesia. Kelompok ini berpendapat bahwa manusia itu tidak hanya dididik bermoral tetapi juga mempunyai keyakinan religi seperti yang diajarkan oleh Nabi Khongcu. Sedangkan kelompok Tionghoa Indonesia yang sekuler, yaitu mereka yang tidak mendapat pendidikan Tionghoa atau yang terpengaruh oleh Marxisme, berpendapat bahwa ajaran Khonghucu itu ajaran filsafat moral, bukan agama.
 Pertentangan dua kelompok sekuler dan religius itu tidak hanya di Indonesia, di Tiongkok juga ada dahulu dan sekarang, bedanya di Indonesia pertentangan itu sangat terbuka dan argumentasinya tidak tepat. Para tokoh yang berdebat di Indonesia umumnya pendidikannya tidak lengkap. Yang berpendidikan Belanda tidak dapat membaca literatur Tionghoa, mereka hanya membaca dari literatur Barat saja yang melihat ajaran Khonghucu sebagai filsafat. Yang kelompok religius bisa membaca literatur Tionghoa tetapi mereka tidak dapat memahami literatur Barat. Yang terjadi perdebatan dua klompok itu tidak memberikan manfaat dan solusi, apabila masyarakat Indonesia melanjutkan perdebatan itu dengan bekal yang sama, akhirnya juga tidak membawa manfaat.

Peranan Khonghucu sebagai simbol perubahan itu selalu muncul saat Tionghoa Indonesia menghadapi masalah yang serius. Khonghucuisme di Indonesia menghadapi banyak masalah yang timbul adanya pro dan kontra antara yang sekuler dan religius, dan juga muncul masalah baru yaitu orang Tionghoa Indonesia yang menyebarkan agama Budha, Kristen dan Islam. Nasib Khonghucuisme di Indonesia juga tergantung kepentingan pemerintah yang berkuasa. Pada jaman Soekarno tahun 1965 Agama Khonghucu diakui sebagai salah satu agama yang resmi dianut oleh rakyat Indonesia, mungkin dengan pertimbangan untuk mengimbangi kekuatan komunis waktu itu.
Pada jaman Soeharto, pada awalnya mengakui Agama Khonghucu sebagai agama resmi, alasannya untuk mencegah kembalinya komunisme agama harus dikembangkan. Namun setelah posisi Soeharto kuat agama Khonghucu dipojokkan dan dikatakan bukan agama, karena pemerintah menginginkan pembauran. Dengan demikian nasib Agma Khonghucu atau Khonghucuisme tergantung pada semangat berjuang dari para tokoh Khonghucu sendiri, karena tantangan yang dihadapi sangat besar.
Semenjak tahun 1966 muncul beberapa tokoh Islam Tionghoa Indonesia yang mengajak orang Tionghoa Indonesia untuk masuk agama Islam. Menurut mereka bila orang Tionghoa Indonesia memeluk agama Islam maka masalah minoritas Tionghoa Indonesia akan selesai, karena menurut mereka agama Islam dapat mempersatukan bangsa. Pendapat ini ada benarnya, tetapi harus diingat juga bahwa agama Islam di Indonesia ini terdapat beberapa sekte yang organisasinya berbeda-beda.
Organisasi Islam yang besar misalnya N. U. dan Muhamadiah, di samping itu masih banyak yang lain yang lebih kecil. Gerakan Dakwah ini mendapat dukungan dari Pemerintah Soeharto karena sesuai dengan tujuan pembauran. Nampaknya kosep pembauran Soeharto adalah menyamakan atau menyeragamkan. Gerakan Dakwah ini cukup berhasil, yaitu ada peningkatan pemeluk agama Islam dari kalangan Tionghoa Indonesia yaitu mencapai jumlah 50.000 orang. Tionghoa Indonesia yang memeluk agama Islam kebanyakan dari para pengusaha dan pemilik pabrik dengan harapan usaha mereka lebih lancar. Ada juga golongan Tionghoa Indonesia yang miskin, mereka yang dengan adanya gerakan dakwah ini memeluk agama Islam, maksud mereka untuk melebur sepenuhnya menjadi “pribumi”.



3. Kehidupan Keagamaan Khonghucu
          Sebagai umat beragama Khonghucu juga berkumpul dalam suatu rumah ibadah, di Kongzi Miao, di Lithang, atau di kelenteng pada hari yang sudah ditentukan secara rutin. Biasanya mereka berkumpul pada tanggal 1 dan 15 tiap bulan menurut kalender Khonghucu, atau pada setiap hari minggu atau hari lain yang disepakati bersama. Mereka berkumpul untuk melakukan ibadah sujud kepada Tuhan, dan mempelajari ajaran agama Khonghucu di bawah bimbingan rohaniwan yang ditunjuk. Dengan melaksanakan kewajiban tersebut mereka mendapat bimbingan rohani dalam menjalankan kehidupan ini.
Kehidupan beragama umat Khonghucu sudah berjalan selama ribuan tahun, tetapi tidak banyak diketahui orang luar. Tiap rumah ibadah mempunyai jadwal yang berbeda dalam pembinaan umatnya. Lebih banyak umat yang tidak pergi ke rumah ibadah karena kesibukan pekerjaan mereka. Agama Khonghucu memang menganjurkan umatnya berkumpul di rumah ibadah untuk belajar bersama, tetapi tidak ada sanksi bagi yang tidak mengikutinya karena mereka sudah mendapat pendidikan agama Khonghucu dari sekolah dan orang tuanya. Sedangkan, umat Khonghucu boleh melakukan ibadah di rumah sendiri. Agama Khonghucu juga menganggap rumah tangga yang baik sebagai rumah ibadah, di rumah pendidikan beragama juga dapat dilaksanakan dengan intensif.
Ajaran agama Khonghucu yang diutamakan adalah pembinaan diri secara konkret, yaitu ada peningkatan kualitas hidup yang nyata. Perbaikan ekonomi rumah tangga sangat penting bagi pendidikan anak-anak. Rumah tangga yang mempunyai problem ekonomi pasti banyak menghadapi kesulitan, dan mengancam anak-anaknya putus sekolah di tengah jalan. Nabi Kongzi pada masa hidupnya membuat sekolah untuk umum dan gratis, tetapi pada zaman sekarang masih banyak negara yang belum dapat membuka sekolah gratis untuk rakyatnya.
Tempat mengajarkan agama yang paling ideal adalah sekolah dengan muridnya tinggal dalam asrama. Pendidikan seperti ini hanya tepat untuk anak remaja, tidak tepat untuk anak dibawah umur 15 tahun. Masa kanak-kanak perlu dekat dengan orang tuanya sendiri sebab seorang anak perlu mengetahui figur orang tuanya. Setelah dewasa setiap orang dapat berbakti kepada orang tuanya apabila dia sudah menangkap makna sebuah keluarga.

Dalam ajaran agama Khonghucu setiap orang dianjurkan membentuk keluarga dan membinanya dengan baik. Keluarga adalah inti dari masyarakat dan negara. Apabila semua keluarga dalam negara sudah beres mengaturnya, tidak akan ada persoalan serius terjadi dalam negara. Para rohaniwan agama Khonghucu juga hidup berkeluarga seperti orang kebanyakan. Tidak ada tanda khusus dalam wujud pakaian atau atribut lain yang membedakan rohaniwan agama Khonghucu dengan orang biasa. Rohaniwan agama Khonghucu hanya tampak berbeda dengan umat biasa pada saat melaksanakan upacara sembahyang besar karena memakai jubah khusus.
Penjelasan ini untuk menunjukkan bahwa ada perbedaan yang jelas antara umat beragama Khonghucu dengan mereka yang mempelajari filsafat Konfusianisme pada umumnya. Orang belajar filsafat tidak perlu beribadah karena memang filsafat tidak mengajarkan orang beribadah. Namun, berbeda dengan ajaran Xun Zi yang tetap menganjurkan orang beribadah sesuai ajaran agama Khonghucu. Menurut Xun Zi menjalankan upacara agama Khonghucu itu syarat yang harus dipenuhi seluruh rakyat kalau menghendaki negara menjadi kuat dan kaya. Melaksanakan ajaran agama Khonghucu membuat orang berdisiplin tinggi, tetapi mempunyai toleransi kepada orang lain. Agama Khonghucu mengajarkan orang untuk serius dalam mencapai cita-cita mulia untuk kepentingan orang banyak, tetapi tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada orang lain.
Ajaran filsafat Xun Zi tidak lepas dari agama Khonghucu. Agama Khonghucu sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ajaran Filsafat Xn Zi. Oleh karena itu Xun Zi menyebut ajaran agama Khonghucu dengan Xiao Ru ( ) atau ajaran yang wajib dipelajari orang muda untuk membentuk karakter. Fiksafat Xun Zi disebut Da Ru ( ) atau ajaran yang berkaitan dengan pembangunan negara. Menurut Xun Zi, membangun negara besar agar kuat dan kaya diperlukan rakyat yang mempunyai karakter yang kuat dan sudah dipersiapkan dengan baik. Banyak negara yang baru merdeka menggunakan konsep pembangunan yang kehebatannya sudah terbukti di negara asalnya, tetapi tidak berhasil. Konsep pembangunan yang baik memerlukan sumber daya manusia yang tepat kemampuannya untuk pelaksanaannya, demikian pendapat Xun Zi.



4. Kebajikan Tuhan Yang Tersembunyi [5]
            Kehidupan di dunia ini ada karena kebajikan Tuhan, disebutkan dalam Keimanan kedua. Nabi Kongzi secara tersurat menyebutkan dua macam kebajikan Tuhan, yaitu kebajikan yang tampak, atau Kebajikan Bercahaya atau Ming De ( ), yang tertulis dalam kitab Da Xue ( ), dan kebajikan yang tersembunyi atau Xuan De ( ) yang tertulis dalam Kitab Zhong Yong ( ) dengan penggalan kalimat ” tiada yang lebih tampak daripada yang tersembunyi itu, maka berhati-hatilah bila seorang diri”.
Ming De adalah Sisi Terang dari kehidupan yang dapat dipahami dengan pikiran dan ditangkap dengan panca indera. Misalnya, masalah kemiskinan, kesehatan, pelanggaran hukum, keamanan itu termasuk dalam Sisi Terang dari kehidupan ini. Masalah yang muncul dalam Sisi Terang itu dapat diatasi dengan adanya agama, filsafat, kesenian, dan ilmu pengetahuan.
Xuan De adalah Sisi Rahasia yang tidak diketahui manusia. Misalnya, kehidupan setelah manusia meninggalkan dunia itu bagaimana? Manusia tidak dapat melihat roh dan tidak dapat mati dan kembali hidup lagi. Manusia juga tidak mengetahui keadaannya sebelum dilahirkan ke dunia. Tuhan menyembunyikan banyak rahasia yang tidak diketahui manusia. Nabi Kongzi tidak ingin mengajarkan Sisi Rahasia itu kepada muridnya dengan cara yang akan menimbulkan permasalahan lain. Pada saat muridnya bertanya keadaan orang setelah meninggal dunia, Nabi Kongzi menjawab: ”Mengapa bertanya tentang keadaan orang sudah mati, lebih baik bertanya tentang kehidupan. Belum mengerti kehidupan mengapa sudah tanya tentang kematian”.
Masalah Sisi Rahasia atau Xuan De itu diberikan penjelasan oleh Nabi Kongzi melalui buku Yi Jing. Rahasia kehidupan ini dapat dipahami apabila orang memahami prinsip Yin Yang dan Wu Xing atau Lima Unsur. Isi Kitab Yi Jing itu tidak mudah dipahami karena banyak perubahan yang harus diikuti. Singkatnya, kehidupan di alam ini dan alam itu sendiri terus-menerus mengalami perubahan. Manusia mati karena akibat dari perubahan itu, manusia lahir juga karena ada perubahan itu. Nasib manusia juga berubah terus, tetapi arah perubahan itu berbeda-beda. Ada perubahan yang ke arah yang lebih baik karena didukung oleh faktor-faktor baik. Sebaliknya, perubahan menuju ke arah yang buruk karena didukung oleh faktor-faktor yang buruk.
Faktor-faktor yang baik misalnya orang mengembangkan cinta kasih, kejujuran, keadilan, kebijaksanaan, dan kesusilaan dalam hatinya. Orang selalu menjaga kata-katanya dan perbuatannya agar tidak menyakiti orang lain. Orang yang rajin dan berani bekerja keras sesuai bidangnya. Faktor yang selalu diingatkan oleh Nabi Kongzi adalah belajar tidak mengenal lelah dan mengajar tidak menganal jemu. Proses belajar mengajar adalah faktor yang mengarahkan agar perubahan menuju kearah yang lebih baik.
Tuhan menciptakan langit dan bumi untuk memperlihatkan kuasaannya. Langit menentukan waktu, bumi menentukan ruang. Segala benda dan peristiwa selalu berada dalam ruang dan waktu. Manusia hidup dalam ruang dan waktu, setelah meninggal dia kehilangan ruangnya dan kembali ke langit dari mana dia berasal.
Langit sebagai pengendali waktu mempunyai sepuluh batang langit atau Tian Gan ( ). Dan bumi sebagai ruang mempunyai dua belas cabang bumi atau Di Zhi ( ). Batang langit dan cabang bumi itu membawa lima unsur yang berbeda-beda. Yang dimkasid lima unsur yaitu: logam, kayu, api, air, dan tanah. Orang yang lahir pada tanggal dan jam tertentu membawa unsur dari batang langit dan cabang bumi. Unsur-unsur itu bisa berlawanan atau saling menghidupi. Apabila unsur-unsur itu saling berlawanan berarti orang itu nasibnya kurang beruntung. Sebaliknya, apabila unsur-unsur itu saling menghidupi nasib orang itu baik. Namun, orang tersebut dalam perjalanan hidupnya mendapat unsur sendiri dari hasil pembinaan dirinya. Orang yang banyak belajar mempunyai pengetahuan luas dan mengamalkan ilmunya memperbesar unsur kayunya. Orang yang kuat kemauannya, teguh pendiriannya memperbesar unsur logamnya. Orang yang tekun, sabar, dapat mengendalikan emosinya, tidak egois, dan bersikap netral memperbesar unsur tanahnya. Orang yang ramah tamah, penuh toleransi memperbesar unsur airnya. Orang yang memelihara semangatnya memperbesar unsur apinya.
Unsur-unsur yang berada dalam diri manusia wajib dijaga sendiri agar selalu dalam posisi seimbang. Api yang terlalu besar, artinya orang yang bersemangat dan ambisinya terlalu besar akan membakar unsur lain dan akibatnya usahanya gagal. Lima unsur itu perlu dijaga keseimbangannya dan dapat menetralkan unsur yang buruk dari batang langit atau cabang bumi yang mempengaruhi waktu kelahirannya. Unsur kelahiran itu salah satu faktor untuk memprediksi keberuntungan manusia, tetapi masih banyak faktor yang lain yang menentukan nasib manusia. Nabi Kongzi menasihati agar orang mencari pergaulan yang baik agar dapat membantu memperbaiki nasibnya. Lingkungan yang baik yang memiliki Qi ( ) atau energi semesta yang bersih dapat memperbaiki nasib manusia. Ilmu Feng Shui ( ) dalam agama Khonghucu adalah sarana yang diperlukan dalam pembinaan diri. Membina diri tidak hanya membina diri sendiri, tetapi juga perlu membina lingkungan alam dan lingkungan sosial untuk memperoleh Qi atau energi semesta yang bersih.
Dalam agama Khonghucu dikatakan bahwa Roh manusia itu abadi dan kembali ke langit. Roh setelah meninggalkan tubuh manusia mempunyai sifat seperti Qi, atau energi semesta. Roh itu sebagai satuan energi semesta membawa serta semua unsur yang telah diperolehnya selama menjadi manusia. Roh tidak memiliki dimensi ruang dan waktu lagi lagi. Roh sudah masuk dalam dimensi lain yang belum dapat dimasuki manusia hidup.
Dalam Kitab Yi Jing digambarkan peristiwa kelahiran atau kehidupan dan kematian sebagai proses yang tidak pernah selesai. Dikatakan bawa kelahiran adalah awal dari proses menuju kematian, dan kematian sebagai awal dari proses menuju kelahiran. Teori ini dapat dibandingkan dengan logika tentang yang ada dan yang tidak ada:
Pernyataan: Yang ada itu ada dapat dituliskan ada = ada.
Pernyataan: Yang tidak ada itu ada-------- tidak ada = ada
Jadi:------------ yang tidak ada = tidak ada
Artinya: kehidupan itu ada dan tidak pernah tidak ada. Kitab Yi Jing mengatakan: kehidupan itu abadi, yang hidup itu selalu hidup. Kematian hanya bagian dari proses.








5. Konsep Keimanan Agama Khonghucu dalam Perspektif Agama Lainnya
Tidak dipungkiri lagi bahwa agama adalah hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Hal ini disadari atau tidak bahwa setiap manusia menginginkan menjadi orang yang soleh dan lurus. Tapi dalam kenyataannya tidak bisa terwujud dengan mudah karena agama mengajarkan fanatik dan berprasangka pada golongan lain. Agama juga mengajarkan kepada manusia untuk saling menghormati, saling menghargai, hidup bertoleransi, hidup berdampingan dan hidup damai.
Terkadang agama dijadikan manusia sebagai alat untuk mengklaim bahwa agamanya yang paling benar. Padahal kebenaran itu tergantung pada bagaimana manusia “memandang”, apalagi di Indonesia yang masyarakatnya multikultural mulai dari agama, bahasa, adat istiadat, kebudayaan dan lainlain. Agama Khonghucu adalah agama baru yang diakui oleh pemerintah dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam pandangan Islam agama Khonghucu termasuk golongan sabiin, artinya orang-orang yang mengikuti syariat Nabi-Nabi dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa.
Dalam Kitab Suci Al Quran Allah menjelaskan keadaan tiap-tiap umat atau bangsa yang benar-benar berpegang pada ajaran-ajaran Nabi mereka serta beramal soleh, mereka akan memperoleh ganjaran di sisi Allah, karena rahmat Tuhan selalu terbuka bagi hamba-hamba-Nya dan untuk agama lainnya (Kristen, Hindu, Budha, dan agama Khonghucu).
Jadi dalam perspektif Islam, agama apapun sepanjang jalan menuju Allah yaitu Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Khonghucu asalkan dia beriman kepada Allah dan beramal soleh akan memperoleh ganjaran dari Allah. Nama-nama seperti Yahudi, Kristen atau Khonghucu, adalah hanya label yang dipakai manusia, mungkin pada hakekatnya mereka itu adalah sebenarnya umat-Nya pada pandangan Allah.





DAFTAR PUSTAKA

1. Tjay Ing ,TjhieFilsafat dan Keimanan Konfusiani, Jakarta: MATAKIN
2. Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, Jakarta : MATAKIN
3. Oey, Lee T, Pembinaan Diri Seorang Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani, Jakarta: MATAKIN, 1987

4. Arif, Oesman. Penyelenggaraan Negara menurut Filsafat Xun Zi, Jakarta : MATAKIN: 2011

5. Arif, Oesman. Sejarah Agama Khonghucu , Jakarta : MATAKIN, 2012
6. Liang, Mulyadi. Mengenal Agama Khonghucu, Jakarta : MATAKIN, 2015



AGAMA KHONGHUCU


Tugas Mata Kuliah :
STUDI AGAMA DAN BUDAYA LOKAL
Dosen : Pdt. Kinurung Maleh, D.Th.







Oleh :
Denny Susanto
NIM : 17.06.056





PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN
2017


[1] Tjay Ing ,TjhieFilsafat dan Keimanan Konfusiani  (Jakarta: MATAKIN)
[2] Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, ( Jakarta : MATAKIN). 
[3] Oey, Lee T, Pembinaan Diri Seorang Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani (Matakin, 1987 : 2-5)
[4] Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, ( Jakarta : MATAKIN). 
[5] Arif, Oesman. Penyelenggaraan Negara menurut Filsafat Xun Zi (Jakarta : MATAKIN: 2011)



Study Agama dan Budaya Lokal
Perbandingan Agama Khonghucu

1. Latar Belakang Agama Khonghucu
Agama Khonghucu atau Rujiao adalah agama dari kaum yang taat, yang satya atau yang lembut hati, yang beroleh bimbingan menempuh Jalan Suci (Dao) dan bisa berarti cendikia atau  yang terpelajar[1]Rujiao juga berarti menembusi alam langit, alam bumi dan alam manusia (Tian,Di, Ren), yang artinya kebutuhan manusia untuk kuat dan mampu membina diri menjadi abdi Firman Sempurna, tercermin pada sikap perbuatan yang taat, lembut hati, terpelajar berkat bimbingan agama[2] .

Rujiao merupakan agama bagi mereka yang mengerti kewajibannya kepada Tian YME. dengan melakukan hubungan yang harmonis antar sesama manusia, memuliakan para Nabi sebagai jalan menuju pada Tian YME. Hanya dengan Kebajikan, Tian berkenan Wei De Dong Tian,  Kebajikan menjadi landasan umat Rujiao sebagai jalan keselamatan sekaligus juga jalan menuju kebahagiaan hidup. Umat Rujiao memiliki kesadaran moral tinggi dan hanya bermoral tinggi ia menjadi Junzi yang mampu dengan sempurna mengabdi kepada Tian YME.

Mereka yang menjadi  umat Rujiao dinamakan seorang Junzi (Chuntzu) yang artinya orang yang berbudi luhur, yang berhati mulia. Xs.Tjhie mengartikan Junzi dengan istilah seorang susilawan sedangkan para sarjana barat menyebutnya gentleman, orang yang unggul atau superior.

Seorang Junzi itu sama dengan Santri dalam tradisi Islam dan sama juga dengan anak-anak Allah (anak-anak Tuhan) bagi pemeluk agama Kristen. Namun demikian perlu ditegaskan bahwa Junzi memiliki ciri-ciri tersendiri yang spesifik dan tidak bisa digantikan dengan istilah lain, hanya saja bagi mereka yang baru saja belajar agama Khonghucu penjelasan semacam itu sebagai cara agar mudah memahaminya.

Selanjutnya Prof.Dr.Lee T. Oei memberikan ciri-ciri bagi seorang Junzi diantaranya orang yang bertujuan, bersikap tenang, menuntut diri sendiri, berusaha sungguh-sungguh, menyeluruh, tulus hati, jujur, murni dalam pikiran dan tindakan, cinta akan kebenaran, adil dan tidak miskin, berkebajikan, bijaksana, longgar hati, berwibawa, teguh rukun, tidak menjilat, berkembang ke atas, berkemampuan, bersifat terbuka, baik hati, berpandangan luas, bercinta kasih, tenggang diri, tepa-salira, dan bertenaga dalam. [3]

Bahwa seorang Junzi itu tidak lain seorang yang selalu hidupnya memperbaharui diri sehingga terus baru dan baik sepanjang masa. Hal ini seperti pendapat Ws.Ongko Wijaya, MBA (kakak kandung Bratayana Ongkowijaya,XDS) dalam mengatakan bahwa definisi seorang Junzi tertera dalam Daxue (Ajaran Besar) ‘Bila suatu hari dapat membaharui diri, perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama-lamanya”. Bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemaren, dan hari yang akan datang harus terus lebih baik dan lebih baik. Oleh karena itulah  Junzi adalah seorang yang dalam hidupnya selalu membina diri dan terus belajar untuk menjadi manusia (learning to be human), tidak pernah menggerutu, hidupnya selalu le Tian (bahagia dalam Tian).  


2. Agama Khonghucu di Indonesia

Bagi masyarakat Tionghoa Nabi Khongcu adalah simbol pembaharu. Bagi Tionghoa Indonesia, yang berpendidikan Tionghoa, juga menganggap Nabi Khongcu sebagai simbol pembaharu. Oleh karena itu usaha masyarakat terpelajar Tionghoa Indonesia untuk memperbaiki tradisi dan cara berpikir Tionghoa Indonesia menggunakan ajaran Khonghucu.
Di Indonesia kita menyebut Rujiao itu “ Agama Khonghucu” yang diambil dari nama Nabi Agung Kongzi atau Confucius yang menyempurnakan / menggenapi Rujiao. Dalam altar Boen Bio (Kapasan-Surabaya) tertera sebelas huruf sanjak  berpasangan yang mengandung arti “ Kesempurnaan KebajikanNya (Nabi Kongzi) menjuarai Raja terdahulu dan direstui menjadi pemimpin agama sedunia, kitab-kitabNya diwarisi kepada generasi cendekia dikemudian hari sehingga membawa terang dan damai dunia, terpujilah sebagai leluhur umat Ru jiao” [4]
Di Indonesia sendiri sejak Hindia Belanda ada kelompok Tionghoa yang religius dan ada kelompok yang sekuler. Kelompok religius ingin mengajarkan ajaran sebagai agama kepada masyarakat Tionghoa Indonesia. Kelompok ini berpendapat bahwa manusia itu tidak hanya dididik bermoral tetapi juga mempunyai keyakinan religi seperti yang diajarkan oleh Nabi Khongcu. Sedangkan kelompok Tionghoa Indonesia yang sekuler, yaitu mereka yang tidak mendapat pendidikan Tionghoa atau yang terpengaruh oleh Marxisme, berpendapat bahwa ajaran Khonghucu itu ajaran filsafat moral, bukan agama.
 Pertentangan dua kelompok sekuler dan religius itu tidak hanya di Indonesia, di Tiongkok juga ada dahulu dan sekarang, bedanya di Indonesia pertentangan itu sangat terbuka dan argumentasinya tidak tepat. Para tokoh yang berdebat di Indonesia umumnya pendidikannya tidak lengkap. Yang berpendidikan Belanda tidak dapat membaca literatur Tionghoa, mereka hanya membaca dari literatur Barat saja yang melihat ajaran Khonghucu sebagai filsafat. Yang kelompok religius bisa membaca literatur Tionghoa tetapi mereka tidak dapat memahami literatur Barat. Yang terjadi perdebatan dua klompok itu tidak memberikan manfaat dan solusi, apabila masyarakat Indonesia melanjutkan perdebatan itu dengan bekal yang sama, akhirnya juga tidak membawa manfaat.

Peranan Khonghucu sebagai simbol perubahan itu selalu muncul saat Tionghoa Indonesia menghadapi masalah yang serius. Khonghucuisme di Indonesia menghadapi banyak masalah yang timbul adanya pro dan kontra antara yang sekuler dan religius, dan juga muncul masalah baru yaitu orang Tionghoa Indonesia yang menyebarkan agama Budha, Kristen dan Islam. Nasib Khonghucuisme di Indonesia juga tergantung kepentingan pemerintah yang berkuasa. Pada jaman Soekarno tahun 1965 Agama Khonghucu diakui sebagai salah satu agama yang resmi dianut oleh rakyat Indonesia, mungkin dengan pertimbangan untuk mengimbangi kekuatan komunis waktu itu.
Pada jaman Soeharto, pada awalnya mengakui Agama Khonghucu sebagai agama resmi, alasannya untuk mencegah kembalinya komunisme agama harus dikembangkan. Namun setelah posisi Soeharto kuat agama Khonghucu dipojokkan dan dikatakan bukan agama, karena pemerintah menginginkan pembauran. Dengan demikian nasib Agma Khonghucu atau Khonghucuisme tergantung pada semangat berjuang dari para tokoh Khonghucu sendiri, karena tantangan yang dihadapi sangat besar.
Semenjak tahun 1966 muncul beberapa tokoh Islam Tionghoa Indonesia yang mengajak orang Tionghoa Indonesia untuk masuk agama Islam. Menurut mereka bila orang Tionghoa Indonesia memeluk agama Islam maka masalah minoritas Tionghoa Indonesia akan selesai, karena menurut mereka agama Islam dapat mempersatukan bangsa. Pendapat ini ada benarnya, tetapi harus diingat juga bahwa agama Islam di Indonesia ini terdapat beberapa sekte yang organisasinya berbeda-beda.
Organisasi Islam yang besar misalnya N. U. dan Muhamadiah, di samping itu masih banyak yang lain yang lebih kecil. Gerakan Dakwah ini mendapat dukungan dari Pemerintah Soeharto karena sesuai dengan tujuan pembauran. Nampaknya kosep pembauran Soeharto adalah menyamakan atau menyeragamkan. Gerakan Dakwah ini cukup berhasil, yaitu ada peningkatan pemeluk agama Islam dari kalangan Tionghoa Indonesia yaitu mencapai jumlah 50.000 orang. Tionghoa Indonesia yang memeluk agama Islam kebanyakan dari para pengusaha dan pemilik pabrik dengan harapan usaha mereka lebih lancar. Ada juga golongan Tionghoa Indonesia yang miskin, mereka yang dengan adanya gerakan dakwah ini memeluk agama Islam, maksud mereka untuk melebur sepenuhnya menjadi “pribumi”.



3. Kehidupan Keagamaan Khonghucu
          Sebagai umat beragama Khonghucu juga berkumpul dalam suatu rumah ibadah, di Kongzi Miao, di Lithang, atau di kelenteng pada hari yang sudah ditentukan secara rutin. Biasanya mereka berkumpul pada tanggal 1 dan 15 tiap bulan menurut kalender Khonghucu, atau pada setiap hari minggu atau hari lain yang disepakati bersama. Mereka berkumpul untuk melakukan ibadah sujud kepada Tuhan, dan mempelajari ajaran agama Khonghucu di bawah bimbingan rohaniwan yang ditunjuk. Dengan melaksanakan kewajiban tersebut mereka mendapat bimbingan rohani dalam menjalankan kehidupan ini.
Kehidupan beragama umat Khonghucu sudah berjalan selama ribuan tahun, tetapi tidak banyak diketahui orang luar. Tiap rumah ibadah mempunyai jadwal yang berbeda dalam pembinaan umatnya. Lebih banyak umat yang tidak pergi ke rumah ibadah karena kesibukan pekerjaan mereka. Agama Khonghucu memang menganjurkan umatnya berkumpul di rumah ibadah untuk belajar bersama, tetapi tidak ada sanksi bagi yang tidak mengikutinya karena mereka sudah mendapat pendidikan agama Khonghucu dari sekolah dan orang tuanya. Sedangkan, umat Khonghucu boleh melakukan ibadah di rumah sendiri. Agama Khonghucu juga menganggap rumah tangga yang baik sebagai rumah ibadah, di rumah pendidikan beragama juga dapat dilaksanakan dengan intensif.
Ajaran agama Khonghucu yang diutamakan adalah pembinaan diri secara konkret, yaitu ada peningkatan kualitas hidup yang nyata. Perbaikan ekonomi rumah tangga sangat penting bagi pendidikan anak-anak. Rumah tangga yang mempunyai problem ekonomi pasti banyak menghadapi kesulitan, dan mengancam anak-anaknya putus sekolah di tengah jalan. Nabi Kongzi pada masa hidupnya membuat sekolah untuk umum dan gratis, tetapi pada zaman sekarang masih banyak negara yang belum dapat membuka sekolah gratis untuk rakyatnya.
Tempat mengajarkan agama yang paling ideal adalah sekolah dengan muridnya tinggal dalam asrama. Pendidikan seperti ini hanya tepat untuk anak remaja, tidak tepat untuk anak dibawah umur 15 tahun. Masa kanak-kanak perlu dekat dengan orang tuanya sendiri sebab seorang anak perlu mengetahui figur orang tuanya. Setelah dewasa setiap orang dapat berbakti kepada orang tuanya apabila dia sudah menangkap makna sebuah keluarga.

Dalam ajaran agama Khonghucu setiap orang dianjurkan membentuk keluarga dan membinanya dengan baik. Keluarga adalah inti dari masyarakat dan negara. Apabila semua keluarga dalam negara sudah beres mengaturnya, tidak akan ada persoalan serius terjadi dalam negara. Para rohaniwan agama Khonghucu juga hidup berkeluarga seperti orang kebanyakan. Tidak ada tanda khusus dalam wujud pakaian atau atribut lain yang membedakan rohaniwan agama Khonghucu dengan orang biasa. Rohaniwan agama Khonghucu hanya tampak berbeda dengan umat biasa pada saat melaksanakan upacara sembahyang besar karena memakai jubah khusus.
Penjelasan ini untuk menunjukkan bahwa ada perbedaan yang jelas antara umat beragama Khonghucu dengan mereka yang mempelajari filsafat Konfusianisme pada umumnya. Orang belajar filsafat tidak perlu beribadah karena memang filsafat tidak mengajarkan orang beribadah. Namun, berbeda dengan ajaran Xun Zi yang tetap menganjurkan orang beribadah sesuai ajaran agama Khonghucu. Menurut Xun Zi menjalankan upacara agama Khonghucu itu syarat yang harus dipenuhi seluruh rakyat kalau menghendaki negara menjadi kuat dan kaya. Melaksanakan ajaran agama Khonghucu membuat orang berdisiplin tinggi, tetapi mempunyai toleransi kepada orang lain. Agama Khonghucu mengajarkan orang untuk serius dalam mencapai cita-cita mulia untuk kepentingan orang banyak, tetapi tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada orang lain.
Ajaran filsafat Xun Zi tidak lepas dari agama Khonghucu. Agama Khonghucu sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ajaran Filsafat Xn Zi. Oleh karena itu Xun Zi menyebut ajaran agama Khonghucu dengan Xiao Ru ( ) atau ajaran yang wajib dipelajari orang muda untuk membentuk karakter. Fiksafat Xun Zi disebut Da Ru ( ) atau ajaran yang berkaitan dengan pembangunan negara. Menurut Xun Zi, membangun negara besar agar kuat dan kaya diperlukan rakyat yang mempunyai karakter yang kuat dan sudah dipersiapkan dengan baik. Banyak negara yang baru merdeka menggunakan konsep pembangunan yang kehebatannya sudah terbukti di negara asalnya, tetapi tidak berhasil. Konsep pembangunan yang baik memerlukan sumber daya manusia yang tepat kemampuannya untuk pelaksanaannya, demikian pendapat Xun Zi.



4. Kebajikan Tuhan Yang Tersembunyi [5]
            Kehidupan di dunia ini ada karena kebajikan Tuhan, disebutkan dalam Keimanan kedua. Nabi Kongzi secara tersurat menyebutkan dua macam kebajikan Tuhan, yaitu kebajikan yang tampak, atau Kebajikan Bercahaya atau Ming De ( ), yang tertulis dalam kitab Da Xue ( ), dan kebajikan yang tersembunyi atau Xuan De ( ) yang tertulis dalam Kitab Zhong Yong ( ) dengan penggalan kalimat ” tiada yang lebih tampak daripada yang tersembunyi itu, maka berhati-hatilah bila seorang diri”.
Ming De adalah Sisi Terang dari kehidupan yang dapat dipahami dengan pikiran dan ditangkap dengan panca indera. Misalnya, masalah kemiskinan, kesehatan, pelanggaran hukum, keamanan itu termasuk dalam Sisi Terang dari kehidupan ini. Masalah yang muncul dalam Sisi Terang itu dapat diatasi dengan adanya agama, filsafat, kesenian, dan ilmu pengetahuan.
Xuan De adalah Sisi Rahasia yang tidak diketahui manusia. Misalnya, kehidupan setelah manusia meninggalkan dunia itu bagaimana? Manusia tidak dapat melihat roh dan tidak dapat mati dan kembali hidup lagi. Manusia juga tidak mengetahui keadaannya sebelum dilahirkan ke dunia. Tuhan menyembunyikan banyak rahasia yang tidak diketahui manusia. Nabi Kongzi tidak ingin mengajarkan Sisi Rahasia itu kepada muridnya dengan cara yang akan menimbulkan permasalahan lain. Pada saat muridnya bertanya keadaan orang setelah meninggal dunia, Nabi Kongzi menjawab: ”Mengapa bertanya tentang keadaan orang sudah mati, lebih baik bertanya tentang kehidupan. Belum mengerti kehidupan mengapa sudah tanya tentang kematian”.
Masalah Sisi Rahasia atau Xuan De itu diberikan penjelasan oleh Nabi Kongzi melalui buku Yi Jing. Rahasia kehidupan ini dapat dipahami apabila orang memahami prinsip Yin Yang dan Wu Xing atau Lima Unsur. Isi Kitab Yi Jing itu tidak mudah dipahami karena banyak perubahan yang harus diikuti. Singkatnya, kehidupan di alam ini dan alam itu sendiri terus-menerus mengalami perubahan. Manusia mati karena akibat dari perubahan itu, manusia lahir juga karena ada perubahan itu. Nasib manusia juga berubah terus, tetapi arah perubahan itu berbeda-beda. Ada perubahan yang ke arah yang lebih baik karena didukung oleh faktor-faktor baik. Sebaliknya, perubahan menuju ke arah yang buruk karena didukung oleh faktor-faktor yang buruk.
Faktor-faktor yang baik misalnya orang mengembangkan cinta kasih, kejujuran, keadilan, kebijaksanaan, dan kesusilaan dalam hatinya. Orang selalu menjaga kata-katanya dan perbuatannya agar tidak menyakiti orang lain. Orang yang rajin dan berani bekerja keras sesuai bidangnya. Faktor yang selalu diingatkan oleh Nabi Kongzi adalah belajar tidak mengenal lelah dan mengajar tidak menganal jemu. Proses belajar mengajar adalah faktor yang mengarahkan agar perubahan menuju kearah yang lebih baik.
Tuhan menciptakan langit dan bumi untuk memperlihatkan kuasaannya. Langit menentukan waktu, bumi menentukan ruang. Segala benda dan peristiwa selalu berada dalam ruang dan waktu. Manusia hidup dalam ruang dan waktu, setelah meninggal dia kehilangan ruangnya dan kembali ke langit dari mana dia berasal.
Langit sebagai pengendali waktu mempunyai sepuluh batang langit atau Tian Gan ( ). Dan bumi sebagai ruang mempunyai dua belas cabang bumi atau Di Zhi ( ). Batang langit dan cabang bumi itu membawa lima unsur yang berbeda-beda. Yang dimkasid lima unsur yaitu: logam, kayu, api, air, dan tanah. Orang yang lahir pada tanggal dan jam tertentu membawa unsur dari batang langit dan cabang bumi. Unsur-unsur itu bisa berlawanan atau saling menghidupi. Apabila unsur-unsur itu saling berlawanan berarti orang itu nasibnya kurang beruntung. Sebaliknya, apabila unsur-unsur itu saling menghidupi nasib orang itu baik. Namun, orang tersebut dalam perjalanan hidupnya mendapat unsur sendiri dari hasil pembinaan dirinya. Orang yang banyak belajar mempunyai pengetahuan luas dan mengamalkan ilmunya memperbesar unsur kayunya. Orang yang kuat kemauannya, teguh pendiriannya memperbesar unsur logamnya. Orang yang tekun, sabar, dapat mengendalikan emosinya, tidak egois, dan bersikap netral memperbesar unsur tanahnya. Orang yang ramah tamah, penuh toleransi memperbesar unsur airnya. Orang yang memelihara semangatnya memperbesar unsur apinya.
Unsur-unsur yang berada dalam diri manusia wajib dijaga sendiri agar selalu dalam posisi seimbang. Api yang terlalu besar, artinya orang yang bersemangat dan ambisinya terlalu besar akan membakar unsur lain dan akibatnya usahanya gagal. Lima unsur itu perlu dijaga keseimbangannya dan dapat menetralkan unsur yang buruk dari batang langit atau cabang bumi yang mempengaruhi waktu kelahirannya. Unsur kelahiran itu salah satu faktor untuk memprediksi keberuntungan manusia, tetapi masih banyak faktor yang lain yang menentukan nasib manusia. Nabi Kongzi menasihati agar orang mencari pergaulan yang baik agar dapat membantu memperbaiki nasibnya. Lingkungan yang baik yang memiliki Qi ( ) atau energi semesta yang bersih dapat memperbaiki nasib manusia. Ilmu Feng Shui ( ) dalam agama Khonghucu adalah sarana yang diperlukan dalam pembinaan diri. Membina diri tidak hanya membina diri sendiri, tetapi juga perlu membina lingkungan alam dan lingkungan sosial untuk memperoleh Qi atau energi semesta yang bersih.
Dalam agama Khonghucu dikatakan bahwa Roh manusia itu abadi dan kembali ke langit. Roh setelah meninggalkan tubuh manusia mempunyai sifat seperti Qi, atau energi semesta. Roh itu sebagai satuan energi semesta membawa serta semua unsur yang telah diperolehnya selama menjadi manusia. Roh tidak memiliki dimensi ruang dan waktu lagi lagi. Roh sudah masuk dalam dimensi lain yang belum dapat dimasuki manusia hidup.
Dalam Kitab Yi Jing digambarkan peristiwa kelahiran atau kehidupan dan kematian sebagai proses yang tidak pernah selesai. Dikatakan bawa kelahiran adalah awal dari proses menuju kematian, dan kematian sebagai awal dari proses menuju kelahiran. Teori ini dapat dibandingkan dengan logika tentang yang ada dan yang tidak ada:
Pernyataan: Yang ada itu ada dapat dituliskan ada = ada.
Pernyataan: Yang tidak ada itu ada-------- tidak ada = ada
Jadi:------------ yang tidak ada = tidak ada
Artinya: kehidupan itu ada dan tidak pernah tidak ada. Kitab Yi Jing mengatakan: kehidupan itu abadi, yang hidup itu selalu hidup. Kematian hanya bagian dari proses.








5. Konsep Keimanan Agama Khonghucu dalam Perspektif Agama Lainnya
Tidak dipungkiri lagi bahwa agama adalah hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Hal ini disadari atau tidak bahwa setiap manusia menginginkan menjadi orang yang soleh dan lurus. Tapi dalam kenyataannya tidak bisa terwujud dengan mudah karena agama mengajarkan fanatik dan berprasangka pada golongan lain. Agama juga mengajarkan kepada manusia untuk saling menghormati, saling menghargai, hidup bertoleransi, hidup berdampingan dan hidup damai.
Terkadang agama dijadikan manusia sebagai alat untuk mengklaim bahwa agamanya yang paling benar. Padahal kebenaran itu tergantung pada bagaimana manusia “memandang”, apalagi di Indonesia yang masyarakatnya multikultural mulai dari agama, bahasa, adat istiadat, kebudayaan dan lainlain. Agama Khonghucu adalah agama baru yang diakui oleh pemerintah dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam pandangan Islam agama Khonghucu termasuk golongan sabiin, artinya orang-orang yang mengikuti syariat Nabi-Nabi dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa.
Dalam Kitab Suci Al Quran Allah menjelaskan keadaan tiap-tiap umat atau bangsa yang benar-benar berpegang pada ajaran-ajaran Nabi mereka serta beramal soleh, mereka akan memperoleh ganjaran di sisi Allah, karena rahmat Tuhan selalu terbuka bagi hamba-hamba-Nya dan untuk agama lainnya (Kristen, Hindu, Budha, dan agama Khonghucu).
Jadi dalam perspektif Islam, agama apapun sepanjang jalan menuju Allah yaitu Islam, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Khonghucu asalkan dia beriman kepada Allah dan beramal soleh akan memperoleh ganjaran dari Allah. Nama-nama seperti Yahudi, Kristen atau Khonghucu, adalah hanya label yang dipakai manusia, mungkin pada hakekatnya mereka itu adalah sebenarnya umat-Nya pada pandangan Allah.





DAFTAR PUSTAKA

1. Tjay Ing ,TjhieFilsafat dan Keimanan Konfusiani, Jakarta: MATAKIN
2. Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, Jakarta : MATAKIN
3. Oey, Lee T, Pembinaan Diri Seorang Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani, Jakarta: MATAKIN, 1987

4. Arif, Oesman. Penyelenggaraan Negara menurut Filsafat Xun Zi, Jakarta : MATAKIN: 2011

5. Arif, Oesman. Sejarah Agama Khonghucu , Jakarta : MATAKIN, 2012
6. Liang, Mulyadi. Mengenal Agama Khonghucu, Jakarta : MATAKIN, 2015



AGAMA KHONGHUCU


Tugas Mata Kuliah :
STUDI AGAMA DAN BUDAYA LOKAL
Dosen : Pdt. Kinurung Maleh, D.Th.







Oleh :
Denny Susanto
NIM : 17.06.056





PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
BANJARMASIN
2017


[1] Tjay Ing ,TjhieFilsafat dan Keimanan Konfusiani  (Jakarta: MATAKIN)
[2] Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, ( Jakarta : MATAKIN). 
[3] Oey, Lee T, Pembinaan Diri Seorang Susilawan Kerohanian Dasar Etika Konfusiani (Matakin, 1987 : 2-5)
[4] Saputra, Masari, Sejarah Perkembangan Agama Khonghucu, ( Jakarta : MATAKIN). 
[5] Arif, Oesman. Penyelenggaraan Negara menurut Filsafat Xun Zi (Jakarta : MATAKIN: 2011)

No comments:

Post a Comment