ADAT DAN INJIL
(Pandangan Agama Kristen Terhadap Adat Batak)
Oleh : Pdt. Bikwai H. Simanjuntak, MTh
1.
Pengantar
Marilah kita pertama-tama menaikkan puji syukur kepada Tuhan kita Yesus
Kristus, yang telah mempersatukan kita dalam persekutuan yang indah ini.
Terimakasih kami sampaikan kepada HKBP Sungai Danau Ressort Banjarmasin sebagai
inisiator Seminar Adat Batak yang kita laksanakan hari ini. Setahu saya, inilah
seminar pertama yang pernah dilaksanakan di Kalimantan Selatan yang khusus
membicarakan tentang Adat Batak. Walaupun kegiatan ini merupakan rangkaian
kegiatan dalam Tahun Pendidikan dan Pemberdayaan HKBP tahun 2017, khususnya di
HKBP Sungai Danau, tetapi momentum yang sangat baik ini menjadi kesempatan yang
sangat berharga bagi kita orang Batak yang cinta budaya Batak. Karena itu kami
sangat mengapresiasi kehadiran saudara-saudaraku orang Batak yang boleh
berhadir pada saat ini. Terimkasih pula bagi saudara-saudara seiman yang datang
dari gereja-gereja tetangga untuk memeriahkan acara pada saat ini.
Dan tentu apresiasi yang sangat tinggi kami sampaikan kepada kedua
narasumber kita, yakni bapak St. Prof. Dr. Payaman Simanjuntak dan bapak Dr. H.
P. Panggabean yang dapat meluangkan waktu dan tenaganya untuk acara seminar
yang sangat berharga ini. Bagi saya kedua bapak yang kita hormati ini marupakan
dua tokoh Batak yang sangat konsern dengan budaya Batak dan juga konsern
terhadap penginjilan khususnya di HKBP. Tuhan memberkati bapak-bapak.
2.
Pendahuluan
Dalam paper kecil ini terlebih
karena waktu yang sangat terbatas, rasanya tidak memungkinkan bagi kami untuk menguraikan
secara mendetail tentang Adat dan Injil. Tulisan ini hanyalah sekedar pemanas (atau ombas pamuhai/pambingkas) atau lebih tepatnya catatan-catatan kecil
saja untuk dua sumber yang akan disampaikan oleh narasumber utama kita, dan
juga untuk pengantar kepada diskusi nanti.
Bagi orang Batak (pada umumnya) adat adalah bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupanya sehari-hari. Orang Batak sudah terlahir dengan budayanya. Karena
itu adat bagi orang Batak menyangkut harga diri. Sebenarnya bukan hanya orang
Batak, tetapi semua orang di dunia ini dilahirkan dalam tradisi atau adat
sesuai dengan suku masing-masing. Sebelum kekristenan datang ke tanah Batak,
orang Batak sudah terlebih dahulu mengenal dan hidup di dalam adat nenek
moyangnya. Selain daripada kepercayaan yang dianut pada waktu itu, keteraturan
hidup orang Batak ditata oleh budaya atau adat yang mereka miliki.
Nenek moyang orang Batak sudah lebih dahulu menghidupi budaya Batak atau
adat Batak (yang tentunya tidak terlepas dari unsur-unsur kepercayaan orang
Batak atau agama Batak pada waktu itu) daripada agama Kristen atau Injil. Jika
kemudian di dalam kehidupan sehari-hari adat yang lebih dominan daripada agama
yang dianutnya, bahkan lebih diutamakan, bisa jadi karena faktor yang
disebutkan di atas.
Misalnya :
a.
Humansit do
roha ni sada halak Batak molo didok ndang maradat, daripada molo didok pardosa
manang ndang marugamo - marTuhan!
b.
Sering mengutamakan
ulaon adat daripada ulaon huria
-
Sintua bisa
permisi tidak melayani karena ada arisan di rumah
-
Anggota
jemaat (ruas) tidak ke gereja karena datang hulahula ke rumahnya pada jam
kebaktian di gereja
c.
Lebih takut
kepada tulang daripada kepada Tuhan?
d.
Lebih hormat
kepada hulahula daripada kepada Allah?
e.
Molo ndang
lao marminggu ndang pola boha, alai molo ndang lao tu ulaon adat (paradaton)
olo do gabe boha-bohaon.
Itulah beberapa contoh
betapa adat atau paradaton terkadang lebih diutamakan daripada
Injil itu sendiri.
Namun beberapa tahun belakangan ini banyak yang tidak “suka” dengan adat
Batak, khususnya dari kalangan kaum muda. Ketidak-sukaan mereka terhadap adat terutama
setelah mereka bergereja di gereja yang beraliran Pentakostal, seperti
Kharismatik dan lain-lain. Tidak sedikit dari mereka yang anti terhadap adat
dan menganggapnya bertentangan dengan firman Tuhan. Adat dianggap berbau
kekafiran (hasipelebeguon).
Pernah ada beredar sebuah
buku yang berjudul: Jorbut ni ADAT BATAK HASIPELEBEGUON. Dia Ma Adat Batak Na
Ias Sian Hasipelebeguon? Karangan Pdt. A.H.Parhusip, seorang hamba Tuhan di
gereja Pentakosta di Tano Lapang, Patane III Porsea Tapanuli Utara. Di dalam
buku ini Parhusip mengecam semua Adat Batak sebagai kekafiran (Hasipelebeguon).
Pada salah satu halaman bukunya (Hal. 8), mengatakan demikian:
“Husungkun ma hamu: Dia ma tahe,
Adat Batak na so ulaon hasipelebeguon. Nda sipelebegu do sude halak Batak andorang
so ro dope hakristenon? Tung tagamon ma ulaning adong adat Batak na ias
(sirang) sian hasipelebeguon andorang so ro dope hakristenon? Tung tagamon ma
ulaning adong adat Batak na ias (sirang) sian hasipelebeguon? Molo adong
hatahon ma: dia ma i? Nda na tubu di hasipelebeguon do najolo ompunta di Batak?
Nda sipelebegu do sude angka ompunta na parjolo i? Ra, dohononmu ma: Beha, sude
do adat Batak i hasipelebeguon, jala sude nama adat Batak i tadinghononta? Sude
nasa na maralo tu hakristenon hasipelebeguon do i, jala nasa na so mardomu tu
Bibel tadinghononta nama i. Beha, ndang adong ulaning adat Batak i na boi
ulahononta? Alusna, anggo so maralo tu hakristenon, molo domu tu Bibel, boi do
i ulahononta. Alai on tahe, manat hita!”
Sebenarnya masih banyak lagi tindakan-tindakan dari orang Batak (Kristen)
terhadap adat Batak itu sendiri setelah mereka menerima doktrin dari gereja
yang beraliran Pentakostal. Seperti, tindakan membakar ulos, karena dianggap
produk kekafiran. Melaksanakan pernikahan dengan menolak semua bentuk adat,
pemberian ulos, dan lain sebagainya. Tentu tindakan mereka ini tidak terlepas
dari ajaran yang diterima di gerejanya melalui hamba-hamba Tuhan. Namun yang
menjadi pertanyaan kita sekarang adalah, benarkah adat itu bertentangan dengan kekristenan
atau firman Tuhan? Marilah kita melihatnya dalam perspektif Alkitab.
3.
Pandangan Alkitab tentang Adat
Untuk menilai segala sesuatu baik atau buruk, atau layak dipakai, diikuti
dan ditindak-lanjuti atau ditolak, maka acuan atau tolak-ukur kita satu-satunya
harus didasarkan pada kebenaran Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru).
a.
Perjanjian Lama
Memang tidak banyak kita temukan di dalam Perjanjian Lama (PL) nas yang
secara gamblang menyebut tentang adat atau adat-istiadat. Istilah adat itu sendiri
dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dan juga dalam Bibel (Bahasa
Batak) tidak banyak ditemukan. Kata Ibrani (sebagai bahasa asli Perjanjian
Lama) yang dipakai untuk menyebut adat adalah “haqaq” dari akar kata “hoq” yang
dapat diartikan: undang-undang, kebiasaan, adat, adat-istiadat, hukum, dalil,
terdapat 128 kali dalam Perjanjian Lama.
Allah memberikan “hoq” atau “haqaq” bagi umatNya. Adat, aturan, norma,
hukum, ketetapan, budaya dan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan kehendak
Allah adalah diijinkan dan diperbolehkan dan bahkan diberkati Allah untuk
memelihara dan menjaga ketertiban, keamanan, keselamatan dan keharmonisan
hubungan antara manusia dengan Allah; manusia dengan sesamanya. Sebaliknya,
Allah melarang dan tidak mengijinkan umatNya untuk mengikuti kebiasaan, adat,
dan budaya yang dimasukkan dari luar Israel, khususnya dari masyarakat
penyembah berhala (kafir) karena itu adalah kekejian dan bertentangan dengan
kehendak Allah dan merusak adat yang baik, yang telah dimiliki oleh umat Allah
(lih. Kel.15:25; Jos.24:25; Esra 7:10; Yeh.20:18; 1 Sam.30:25, dll).
Namun ada satu kegiatan yang kita temukan di Perjanjian Lama yang hampir
sama dengan kebiasaan atau adat di kalangan orang Batak, yakni menggali tulang-
belulang (mangongkal holi). Kemungkinan
kegiatan ini sudah menjadi kebiasaan atau adat di kalangan orang Israel ketika
itu. Adalah Yusuf yang sudah tua dan dia sudah tahu bahwa umurnya tidak lama
lagi di dunia ini. Sehingga ia berpesan kepada saudara-saudaranya di Mesir, kalau
ia nanti meninggal mereka atau saudara-saudaranya itu akan membawa
tulang-belulangnya dari Mesir ke tanah Kanaan (Kej.50:25). Setelah umat Israel
keluar dari Mesir yang dipimpin oleh Musa, lalu Musa membawa tulang-tulang
Yusuf sesuai dengan pesan Yusuf ketika dia masih hidup (Kel.13:19). Lalu
kemudian tulang-tulang Yusuf itu dikuburkan di di Sikhem, di tanah milik yang
dibeli Yakub dengan harga seratus kesita dari anak-anak Hemor, bapak Sikhem,
dan yang ditentukan bagi bani Yusuf menjadi milik pusaka mereka (Yosua 24:32).
Demikian juga tulang-tulang Saul dan anaknya Yonathan dikuburkan di dalam satu
tempat yang sudah ditentukan (baca, 2 Sam.21:14; 1 Raja 13:31; 1 Taw.10;12).
b.
Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru (PB) kita temukan beberapa kali istilah adat yang
diterjemahkan dari bahasa Yunani (sebagai bahasa asli Perjanjian Baru):
“paradosis” dan “ethos” (misalnya, terdapat dalam Mat.15:2,6;
Mark.7:3,5,8,9,13; Yoh.19:40, dll).
Memang kita tidak menemukan satu ayat pun di dalam Alkitab (khususnya
Perjanjian Baru) yang melarang orang percaya untuk mengikuti adat-istiadat
nenek moyang. Justru yang kita dapati adalah Yesus yang sangat peduli dan
menghormati adat istiadat pada waktu itu. Misalnya, ketika Yesus masih berumur
delapan hari, Ia disunat mengikuti tradisi (Yun: “nomon” = adat istiadat,
aturan) Musa (lih. Luk.2:22-23). Kemudian pada masa pelayanan Yesus, yakni
ketika terjadi Perkawinan di Kana, di mana ketika itu diceritakan tuan rumah (hasuhuton) kehabisan anggur. Adalah
ibuNya yang memberi tahu kalau tuan rumah kekurangan anggur. Lalu Yesus
menyuruh para pelayan untuk mengambil enam tempayan yang tadinya disediakan
untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi dan mengisinya dengan air
masing-masing isinya dua tiga buyung. Lalu Yesus mengubahnya menjadi anggur
(lih. Yoh.2:1-11). Itulah beberapa contoh, betapa Yesus menunjukkan
penghormatanNya yang besar terhadap adat-istiadat orang tuanya.
Paulus dengan tegas dan begitu amat bangga memberitahukan bahwa ia memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki oleh rasul lain yang ‘sebaya’ dengan dia, yakni
sangat rajin memelihara adat-istiadat nenek
moyangnya (Gal.1:14). Bagi Paulus, adat-istiadat itu harus dipegang
teguh; dan hidup dalam adat-istiadat merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi
Paulus!
Ada banyak dari nas Alkitab, khususnya dalam surat-surat Paulus yang
sejajar dan sepaham dengan umpasa atau umpama orang Batak, seperti :
a.
Galatia 6:2,
“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum
Kristus.” Dengan “Masiaminaminan songon lampak ni gaol, masitungkoltungkolan
songon suhat ni robean.”
b.
Filipi 2:2,
“Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati
sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan.” Dengan “Sada songon daion
mual unang mardua songon daion tuak.” Manang “Aek godang tu aek laut, dos ni
roha do sibahen na saut.”
c.
Pengkhotbah
4:9-12, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah
yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang
mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang
lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas,
tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas? Dan bilamana seorang dapat
dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah
diputuskan.” Dengan “Tamtamna do tajomna, rim ni tahi do gogona.”
Namun demikian Yesus tidak jarang mengkritisi dan menegor orang Farisi,
ahli Taurat dan kaum Yahudi yang seolah-olah lebih mengutamakan
adat-istiadatnya daripada melakukan firman Tuhan. Beberapa contoh kita lihat di
bawah ini :
-
Matius 12:1-8;
Mark.2:23-28; Luk.6:1-5, di sini Yesus mengkritik orang-orang Farisi yang lebih
menghargai dan menjaga kesucian hari Sabat daripada urusan kehidupan (lapar,
tidak makan dan minum dan juga tentang berbuat belas kasihan).
-
Matius
15:1-20; Mark.7:1-23, di sini Yesus mengkritik orang Farisi dan ahli Taurat
dari Yerusalem yang menganggap mereka lebih menjaga kekudusan makanan yang
masuk ke dalam mulut daripada kata-kata yang keluar dari mulut (ay.11). Yesus
menyebut mereka sebagai orang-orang yang munafik.
-
Masih banyak
lagi perbuatan-perbuatan kasih yang dilakukan Yesus seperti menyembuhkan orang
sakit, menolong orang yang terjatuh hanya karena peristiwa itu dilakukan pada
hari Sabat, sehingga menjadi perdebatan dan pertentangan bagi para tokoh agama
dan tokoh-tokoh adat pada waktu itu.
Ada satu perikop atau ayat dari Alkitab yang dijadikan sebagian orang Batak
sebagai rujukan untuk membenarkan kalau adat itu bertentangan dengan firman Tuhan (seperti
mengubur orang yang meninggal). Dalam Matius 8:22 atau Luk.9:60, dikatakan
demikian, "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan
orang-orang mati mereka." (bnd. Luk.9:60). Ayat ini dicopot begitu saja
dan keluar dari konteksnya. Padahal konteks daripada nas ini adalah hal
mengikut Yesus.
Sebenarnya, ucapan Tuhan Yesus itu bagi telinga orang Yahudi pada zaman itu
tidaklah terasa kasar, sebab ucapan itu sebenarnya berasal dari peribahasa
Ibrani yang berbunyi: “Seperti membiarkan orang mati menguburkan orang mati.”
Perbuatan itu berarti perbuatan yang sangat tidak bertanggungjawab; sebab dalam
masyarakat Yahudi mengurus pemakaman merupakan suatu tanggungjawab kepada
keluarga dan komunitas. Melakukan pemakaman secara baik dinilai sangat penting.
Tidak akan ada anak dalam masyarakat Yahudi yang akan menelantarkan pemakaman
orang tuanya. Sebagai anggota komunitas Yahudi, Tuhan Yesus tahu betulk adat
yang berlaku dalam hal ini: penguburan orang meninggal adalah perkara yang
sangat penting. Lalu di sini Tuhan Yesus berkata, “Ikutlah Aku, biarlah orang
mati menguburkan orang mati.” Maksudnya, menguburkan orang mati adalah sangat
penting, dan mengikut Yesus adalah lebih penting lagi. Dengan perkataan lain,
mengikut Yesus adalah urusan yang lebih penting dari urusan yang paling
penting. Jadi, di sini Tuhan Yesus sama sekali bukan bermaksud agar orang itu
menelantarkan pemakaman ayahnya. Hal ini sungguh bertentangan dengan perbuatan
Yesus sendiri. Sampai detik-detik terakhir dalam hidupNya, Ia masih memikirkan
kesejahteraan ibuNya. Yesus prihatin tentang siapa yang akan merawat ibuNya
setelah Ia disalibkan; sebab itu Ia menitipkan ibuNya kepada Yohanes (lih.
Yoh.19:26-27).
4.
Pandangan Gereja HKBP tentang Adat
Gereja HKBP tidak pernah memandang adat Dalihan Natolu sebagai sesuatu yang
harus dibenci, ditolak dan dianggap animisme. Namun HKBP lebih memilih bersifat
kritis terhadap setiap pelaksanaan adat-istiadat orang Batak supaya tidak
bertentangan dengan ajaran Tuhan Yesus sebagaimana yang terdapat di dalam
Alkitab.
Dalam salah satu pasal dalam Konfessi HKBP (Panindangion Haporseaon) tahun
1996, yakni pasal 5 tentang Kebudayaan dan Lingkungan Hidup, dikatakan
demikian:
“Allah menciptakan manusia dengan
tempat tinggalnya dan tempatnya bekerja di dunia ini (Kej 2:515). Dialah yang
memiliki semuanya, yang memberikan kehidupan bagi semua yang diciptakanNya.
Tempat manusia bekerja adalah daratan, laut dan langit/ruang angkasa. Allah
memberikan kuasa kepada manusia untuk memelihara dunia ini dengan tanggungjawab
penuh. Dia juga memberikan bahasa, alat-alat musik, kesenian dan pengetahuan
kepada manusia sebagai alat manusia dan juga aturan untuk memuji Allah dan
sebagai sarana untuk memelihara dan memperindah persahabatan antar manusia agar
melalui kebudayaan, kerajaan Allah semakin besar. Tetapi kebudayaan yang
bercampur kekafiran dan yang bertentangan dengan Firman Allah, harus ditolak.”
Dalam bagian ini gereja HKBP sangat bersikap terbuka terhadap kebudayaan
(adat-istiadat) yang ada dalam lingkungan orang Batak. Dan HKBP menganggapnya
sebagai sarana untuk memelihara dan memperindah persahabatan antar manusia.
Namun HKBP sangat kritis terhadap setiap kebudayaan yang bercampur dengan
kekafiran dan yang bertentangan dengan firman Allah, dan itu harus ditolak.
Di dalam dokumen lain milik HKBP seperti Ruhut Parmahanion dohot
Paminsangon (RPP HKBP) atau Hukum Siasat Gereja, di sana dituliskan dan
ditegaskan bahkan diperingatkan akan pelaksanaan adat-istiadat orang Batak
supaya tidak bertentangan pelaksanaannya dengan kekristenan atau firman Allah,
antara lain :
1. Ari parsorang ni dakdanak dohot pandidion.
a. Siparmahanon ni Parhalado do asa unang masa
ruhut ni hasipelebeguon di tingki parsorang ni dakdanak. Unang ma masa
pamolati, pagar, salaon, manjujur purba, pangulpuhon, pangarundingon di
partopap ni posoposo dohot rumang ni juji uju manganggapi.
b. Sipasahaton do dakdanak i tu Debata marhite
pandidion na badia, hatop intap ni na boi. Ndang jadi pestapesta manang ulaon
adat manundatisa.
2. Di tingki na matean.
Naeng ma tangkas parmahanion ni Parhalado ni Huria i,
manogunogu jolma tu panghirimon di haheheon ni angka na mate, ala hamonangan ni
Kristus i, ganup adong na matean. Marhite i do hita marmahani ruas i, unang
tartait tu angka ruhut ni hasipelebeguon. Tapasunggulhon ma nang lapatan ni
parningotan di angka na monding :
a. Ganup jolma do ingkon mate.
b. Di banuaginjang do sambulo ni tondinta.
c. Haporseaon na togu do na tau manghirim i.
d. Nunga talu hamatean marhite haheheon ni
Kristus Jesus Tuhanta i.
Asa on ma angka siingoton uju matean:
A. Na so jadi :
1. Padalan juhut tata andorang so borhat tu
udean, uju monding natuatua.
2.
Patupahon
juhut purpur sapata di parmonding ni sahalak na so maranak dohot so marboru,
manang di parmonding ni anak sasada na so sanga marhasohotan.
3. Mambahen sira tu batang ni na mate dohot na
mangalangkai bangke ni na mate i.
Ai nunga ditaluhon Tuhanta hamatean marhite haheheonNa i. Ndang be
tagamon biar dohot songgotsonggot sian na mate i.
4. Mangagendai na mate maningkot, ia so ala
sahit jiwa manang ala na solpoton. Siapulan do ianggo sisolhot ni naung mate i.
B. Na jadi :
1. Na jadi do patupaon pembakaran mayat
(kremasi) di angka keadaan na terpaksa, isarana ala maol ni tano kuburan dohot
alasan na asing dope pinasahat ni suhut. Alai dijamothon Huria i ma unang masa
ruhut hasipelebeguon, songon i di na mangongkal holi.
2.
Jadi
do boanon tu gareja angka ruas ni Huria na monding, angka na burju marminggu
dohot marulaon na badia tagan di ngoluna, dung jolo ditolopi parhalado ia adong
pangidoan ni keluarga.
3. Ia adong na monding, alai ndang dapot
bangkena, jala nunga saep roha naung tutu do monding ibana, hombar tu pangalaho
ni na masa i, boi do pamasaon kebaktian mardongan agenda, asa tarapul na matean
i, jala mangolu di nasida panghirimon na manongtong i.
C. Sitiroan :
1. Sitiroan do ruas ni Huria na matean, asa
unang be masa disi nasa ruhut ni hasipelebeguon, songon na tama di angka naung
hinamonanghon ni Kristus.
2. Sitiroan do ruas ni Huria di tingki na
paias kuburan dohot uju ziarah, asa tongtong ingot, na marojahan do hamamatena
tu hamatean dohot haheheon ni Kristus, naung manaluhon hamatean ni jolma. Ala
ni i unang be masa disi :
a.
Na
martonatona.
b.
Na
marsuap; asing ma molo holan laho paiashon ilu.
c.
Na
mamboan sipanganon hasoloan ni na mate i tagan di ngoluna.
3. Asa sitiroan do molo adong na pamasa
sijagaron, sanggul marata uju monding natuatua. Unang masa disi ulaon
hasipelebeguon, alai ulaon kebudayaan ma i huhut naeng hatindanghononhon,
Debata do naung pasahathon pasupasu naung jinalo ni pinompar ni natuatua i
tagan di ngoluna, nang marhite pasupasu na pinangidona sian Debata Jahowa tu
pangapudian ni angka pomparanna. Holan Debata Jahowa do tahe na tuk pasauthon
pasupasu i laho ruar nang laho bongot pe, songon na hinatindanghon ni si Musa i
(5 Musa 28:5 - 6). I ma na ingkon torang tarida/tarbege di na masa ulaon i.
4. Sitiroan do, unang ma sai diharingkothon
ruas ni Huria i na pajongjong tugu, ala ndang denggan panghorhonna :
a.
Tu
ngolu haporseaon.
b.
Tu
ngolu ekonomi.
c.
Tu
ngolu parsaoran siala toal.
Tumagon ma tapauli tugu na mangolu isara pajongjong
parsikolaan, gareja, koperasi sarikat tolong menolong, beasiswa dohot na suman
tusi.
Alai molo tung ingkon masa ma na pajongjong tugu ala
porlu patuduhon hasadaon ni ompu, jumolo ma tarida hasadaon di bagasan Kristus
paboahon na rumar do tanoman i ala naung hehe Tuhan jala paheheonNa hita sian
na mate.I ma tahe ruhutruhut na umarga di hasadaon ni sude marga, houm dohot
bangso pe, songon hasadaon ni pamatang ni Kristus i di portibi on di bagasan
HuriaNa i. Ia dibagi pe burukburuk ni na mate, ndada na gabe i pasingkop lungun
ni roha. Panghirimon di ari ni Tuhan i do na tarbahen pasingkop lungun na di
bagasan rohanta i, di na rap manomunomu hita di ari ni Tuhan i (1 Tes. 4:
13-18).
3. Mangongkal holi
1. Haoloan do mangongkal holi molo ala ni :
a.
Kuburan
na sega.
b.
Kuburan
na nieak ni dalan, manang aek magodang, tanah longsor, parhutaan, pembangunan,
industri, na pasadahon simin, na pasadahon saringsaring tu simin na imbaru.
c.
Na
pasadahon kuburan ala mate di luat na dao.
2. Molo tung adong angka na naeng pasadahon
saringsaring (holiholi) ingkon radot ma parhalado ni Huria maniroi, asa unang
masa disi ruhut ni hasipelebeguon songon na manortori holiholi, manulangi, na
mangandungi, pamasuk holiholi tu ulos, tu pinggan dohot ampang, manganapurani,
songon i nang pamasuk batang ni pisang tu pangongkalan ni holiholi i domu tu
ruhut hasipelebeguon.
3. Naeng ma parbinoto parhalado ni Huria, molo
masa na mangongkal holi, laos songon i manimpan holiholi i paima dipamasuk tu
ingananna. Molo dao inganan i, gabe tu gareja ma i disimpan. Molo ulaon sadari,
jalo ma sian kuburan na leleng tu kuburan na imbaru. Ndang sipatupaon be
maragenda disi. Ndang jadi ditortorhon saringsaring, jala unang ma diiringi
gondang manang musik laho pamasukhon tu inganan na imbaru.
4. Gondang.
1. Sitogutoguon do ruas ni Huria tu
pangantusion na marojahan tu hamamate dohot haheheon ni Kristus, songon tanda
ni panghirimon, haluaon dohot hamonangan di angka na porsea maralohon
sidangolon, sibaran ro di hamatean.
2. Ala boi do ro angka pangunjunan di na
pamasa gondang, isara ni na siarsiaran, songon hataridaan ni haporseaon na
hurang, gabe sitiroan ni parhalado ni Huria do ganup na pamasa gondang.
Ganup gondang naeng ma dimatamatai jala ingkon dipaujung di bagasan
tangiang.
3. Sipamanaton jala sijagahonon do asa unang
masa nang na manjujur ari, mamele sombaon, ugasan homitan dohot pasipasi ni
hasipelebeguon na asing.
4. Hatolopan Huria do gondang di tingki na
matean, alai ndang jadi masa disi ondaonda hasipelebeguon, jala ingkon jolo
tangkasan ni parhalado taringot tu ruhut ni gondang i.
5.
Penutup
Demikianlah saya
sampaikan bahan materi ini sekedar untuk membukan pemahaman dan wawasan kita
akan adat dipandang dari sudut kekristenan atau firman Tuhan. Tentu diharapkan
partisipasi kita semua di dalam diskusi nanti sehingga melalui seminar ini kita
mendapat sesuatu yang berharga demi melestarikan budaya kita dan tentunya
memeliharanya di dalam terang Injil Kristus. Sekian.
SEMINAR ADAT BATAKyang dilaksanakan HKBP Sungai Danau
No comments:
Post a Comment