Monday, 20 November 2017

ADAT DAN INJIL



ADAT DAN INJIL
(Pandangan Agama Kristen Terhadap Adat Batak)

Oleh : Pdt. Bikwai H. Simanjuntak, MTh

1.    Pengantar
Marilah kita pertama-tama menaikkan puji syukur kepada Tuhan kita Yesus Kristus, yang telah mempersatukan kita dalam persekutuan yang indah ini. Terimakasih kami sampaikan kepada HKBP Sungai Danau Ressort Banjarmasin sebagai inisiator Seminar Adat Batak yang kita laksanakan hari ini. Setahu saya, inilah seminar pertama yang pernah dilaksanakan di Kalimantan Selatan yang khusus membicarakan tentang Adat Batak. Walaupun kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan dalam Tahun Pendidikan dan Pemberdayaan HKBP tahun 2017, khususnya di HKBP Sungai Danau, tetapi momentum yang sangat baik ini menjadi kesempatan yang sangat berharga bagi kita orang Batak yang cinta budaya Batak. Karena itu kami sangat mengapresiasi kehadiran saudara-saudaraku orang Batak yang boleh berhadir pada saat ini. Terimkasih pula bagi saudara-saudara seiman yang datang dari gereja-gereja tetangga untuk memeriahkan acara pada saat ini.
Dan tentu apresiasi yang sangat tinggi kami sampaikan kepada kedua narasumber kita, yakni bapak St. Prof. Dr. Payaman Simanjuntak dan bapak Dr. H. P. Panggabean yang dapat meluangkan waktu dan tenaganya untuk acara seminar yang sangat berharga ini. Bagi saya kedua bapak yang kita hormati ini marupakan dua tokoh Batak yang sangat konsern dengan budaya Batak dan juga konsern terhadap penginjilan khususnya di HKBP. Tuhan memberkati bapak-bapak.

2.    Pendahuluan
Dalam paper kecil ini terlebih karena waktu yang sangat terbatas, rasanya tidak memungkinkan bagi kami untuk menguraikan secara mendetail tentang Adat dan Injil. Tulisan ini hanyalah  sekedar pemanas (atau ombas pamuhai/pambingkas) atau lebih tepatnya catatan-catatan kecil saja untuk dua sumber yang akan disampaikan oleh narasumber utama kita, dan juga untuk pengantar kepada diskusi nanti.
Bagi orang Batak (pada umumnya) adat adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupanya sehari-hari. Orang Batak sudah terlahir dengan budayanya. Karena itu adat bagi orang Batak menyangkut harga diri. Sebenarnya bukan hanya orang Batak, tetapi semua orang di dunia ini dilahirkan dalam tradisi atau adat sesuai dengan suku masing-masing. Sebelum kekristenan datang ke tanah Batak, orang Batak sudah terlebih dahulu mengenal dan hidup di dalam adat nenek moyangnya. Selain daripada kepercayaan yang dianut pada waktu itu, keteraturan hidup orang Batak ditata oleh budaya atau adat yang mereka miliki.
Nenek moyang orang Batak sudah lebih dahulu menghidupi budaya Batak atau adat Batak (yang tentunya tidak terlepas dari unsur-unsur kepercayaan orang Batak atau agama Batak pada waktu itu) daripada agama Kristen atau Injil. Jika kemudian di dalam kehidupan sehari-hari adat yang lebih dominan daripada agama yang dianutnya, bahkan lebih diutamakan, bisa jadi karena faktor yang disebutkan di atas.
Misalnya :
a.       Humansit do roha ni sada halak Batak molo didok ndang maradat, daripada molo didok pardosa manang ndang marugamo - marTuhan!
b.      Sering mengutamakan ulaon adat daripada ulaon huria
-          Sintua bisa permisi tidak melayani karena ada arisan di rumah
-          Anggota jemaat (ruas) tidak ke gereja karena datang hulahula ke rumahnya pada jam kebaktian di gereja
c.       Lebih takut kepada tulang daripada kepada Tuhan?
d.      Lebih hormat kepada hulahula daripada kepada Allah?
e.       Molo ndang lao marminggu ndang pola boha, alai molo ndang lao tu ulaon adat (paradaton) olo do gabe boha-bohaon.
Itulah beberapa contoh betapa adat atau paradaton terkadang lebih diutamakan daripada Injil itu sendiri.
Namun beberapa tahun belakangan ini banyak yang tidak “suka” dengan adat Batak, khususnya dari kalangan kaum muda. Ketidak-sukaan mereka terhadap adat terutama setelah mereka bergereja di gereja yang beraliran Pentakostal, seperti Kharismatik dan lain-lain. Tidak sedikit dari mereka yang anti terhadap adat dan menganggapnya bertentangan dengan firman Tuhan. Adat dianggap berbau kekafiran (hasipelebeguon).
Pernah ada beredar sebuah buku yang berjudul: Jorbut ni ADAT BATAK HASIPELEBEGUON. Dia Ma Adat Batak Na Ias Sian Hasipelebeguon? Karangan Pdt. A.H.Parhusip, seorang hamba Tuhan di gereja Pentakosta di Tano Lapang, Patane III Porsea Tapanuli Utara. Di dalam buku ini Parhusip mengecam semua Adat Batak sebagai kekafiran (Hasipelebeguon). Pada salah satu halaman bukunya (Hal. 8), mengatakan demikian:
“Husungkun ma hamu: Dia ma tahe, Adat Batak na so ulaon hasipelebeguon. Nda sipelebegu do sude halak Batak andorang so ro dope hakristenon? Tung tagamon ma ulaning adong adat Batak na ias (sirang) sian hasipelebeguon andorang so ro dope hakristenon? Tung tagamon ma ulaning adong adat Batak na ias (sirang) sian hasipelebeguon? Molo adong hatahon ma: dia ma i? Nda na tubu di hasipelebeguon do najolo ompunta di Batak? Nda sipelebegu do sude angka ompunta na parjolo i? Ra, dohononmu ma: Beha, sude do adat Batak i hasipelebeguon, jala sude nama adat Batak i tadinghononta? Sude nasa na maralo tu hakristenon hasipelebeguon do i, jala nasa na so mardomu tu Bibel tadinghononta nama i. Beha, ndang adong ulaning adat Batak i na boi ulahononta? Alusna, anggo so maralo tu hakristenon, molo domu tu Bibel, boi do i ulahononta. Alai on tahe, manat hita!”
Sebenarnya masih banyak lagi tindakan-tindakan dari orang Batak (Kristen) terhadap adat Batak itu sendiri setelah mereka menerima doktrin dari gereja yang beraliran Pentakostal. Seperti, tindakan membakar ulos, karena dianggap produk kekafiran. Melaksanakan pernikahan dengan menolak semua bentuk adat, pemberian ulos, dan lain sebagainya. Tentu tindakan mereka ini tidak terlepas dari ajaran yang diterima di gerejanya melalui hamba-hamba Tuhan. Namun yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah, benarkah adat itu bertentangan dengan kekristenan atau firman Tuhan? Marilah kita melihatnya dalam perspektif Alkitab.

3.    Pandangan Alkitab tentang Adat
Untuk menilai segala sesuatu baik atau buruk, atau layak dipakai, diikuti dan ditindak-lanjuti atau ditolak, maka acuan atau tolak-ukur kita satu-satunya harus didasarkan pada kebenaran Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru).

a.    Perjanjian Lama
Memang tidak banyak kita temukan di dalam Perjanjian Lama (PL) nas yang secara gamblang menyebut tentang adat atau adat-istiadat. Istilah adat itu sendiri dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dan juga dalam Bibel (Bahasa Batak) tidak banyak ditemukan. Kata Ibrani (sebagai bahasa asli Perjanjian Lama) yang dipakai untuk menyebut adat adalah “haqaq” dari akar kata “hoq” yang dapat diartikan: undang-undang, kebiasaan, adat, adat-istiadat, hukum, dalil, terdapat 128 kali dalam Perjanjian Lama.
Allah memberikan “hoq” atau “haqaq” bagi umatNya. Adat, aturan, norma, hukum, ketetapan, budaya dan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan kehendak Allah adalah diijinkan dan diperbolehkan dan bahkan diberkati Allah untuk memelihara dan menjaga ketertiban, keamanan, keselamatan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Allah; manusia dengan sesamanya. Sebaliknya, Allah melarang dan tidak mengijinkan umatNya untuk mengikuti kebiasaan, adat, dan budaya yang dimasukkan dari luar Israel, khususnya dari masyarakat penyembah berhala (kafir) karena itu adalah kekejian dan bertentangan dengan kehendak Allah dan merusak adat yang baik, yang telah dimiliki oleh umat Allah (lih. Kel.15:25; Jos.24:25; Esra 7:10; Yeh.20:18; 1 Sam.30:25, dll).
Namun ada satu kegiatan yang kita temukan di Perjanjian Lama yang hampir sama dengan kebiasaan atau adat di kalangan orang Batak, yakni menggali tulang- belulang (mangongkal holi). Kemungkinan kegiatan ini sudah menjadi kebiasaan atau adat di kalangan orang Israel ketika itu. Adalah Yusuf yang sudah tua dan dia sudah tahu bahwa umurnya tidak lama lagi di dunia ini. Sehingga ia berpesan kepada saudara-saudaranya di Mesir, kalau ia nanti meninggal mereka atau saudara-saudaranya itu akan membawa tulang-belulangnya dari Mesir ke tanah Kanaan (Kej.50:25). Setelah umat Israel keluar dari Mesir yang dipimpin oleh Musa, lalu Musa membawa tulang-tulang Yusuf sesuai dengan pesan Yusuf ketika dia masih hidup (Kel.13:19). Lalu kemudian tulang-tulang Yusuf itu dikuburkan di di Sikhem, di tanah milik yang dibeli Yakub dengan harga seratus kesita dari anak-anak Hemor, bapak Sikhem, dan yang ditentukan bagi bani Yusuf menjadi milik pusaka mereka (Yosua 24:32). Demikian juga tulang-tulang Saul dan anaknya Yonathan dikuburkan di dalam satu tempat yang sudah ditentukan (baca, 2 Sam.21:14; 1 Raja 13:31; 1 Taw.10;12).

b.   Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru (PB) kita temukan beberapa kali istilah adat yang diterjemahkan dari bahasa Yunani (sebagai bahasa asli Perjanjian Baru): “paradosis” dan “ethos” (misalnya, terdapat dalam Mat.15:2,6; Mark.7:3,5,8,9,13; Yoh.19:40, dll).
Memang kita tidak menemukan satu ayat pun di dalam Alkitab (khususnya Perjanjian Baru) yang melarang orang percaya untuk mengikuti adat-istiadat nenek moyang. Justru yang kita dapati adalah Yesus yang sangat peduli dan menghormati adat istiadat pada waktu itu. Misalnya, ketika Yesus masih berumur delapan hari, Ia disunat mengikuti tradisi (Yun: “nomon” = adat istiadat, aturan) Musa (lih. Luk.2:22-23). Kemudian pada masa pelayanan Yesus, yakni ketika terjadi Perkawinan di Kana, di mana ketika itu diceritakan tuan rumah (hasuhuton) kehabisan anggur. Adalah ibuNya yang memberi tahu kalau tuan rumah kekurangan anggur. Lalu Yesus menyuruh para pelayan untuk mengambil enam tempayan yang tadinya disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi dan mengisinya dengan air masing-masing isinya dua tiga buyung. Lalu Yesus mengubahnya menjadi anggur (lih. Yoh.2:1-11). Itulah beberapa contoh, betapa Yesus menunjukkan penghormatanNya yang besar terhadap adat-istiadat orang tuanya.
Paulus dengan tegas dan begitu amat bangga memberitahukan bahwa ia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh rasul lain yang ‘sebaya’ dengan dia, yakni sangat rajin memelihara adat-istiadat nenek  moyangnya (Gal.1:14). Bagi Paulus, adat-istiadat itu harus dipegang teguh; dan hidup dalam adat-istiadat merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Paulus!
Ada banyak dari nas Alkitab, khususnya dalam surat-surat Paulus yang sejajar dan sepaham dengan umpasa atau umpama orang Batak, seperti :
a.       Galatia 6:2, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” Dengan “Masiaminaminan songon lampak ni gaol, masitungkoltungkolan songon suhat ni robean.”
b.      Filipi 2:2, “Karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan.” Dengan “Sada songon daion mual unang mardua songon daion tuak.” Manang “Aek godang tu aek laut, dos ni roha do sibahen na saut.”
c.       Pengkhotbah 4:9-12, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas? Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” Dengan “Tamtamna do tajomna, rim ni tahi do gogona.”
Namun demikian Yesus tidak jarang mengkritisi dan menegor orang Farisi, ahli Taurat dan kaum Yahudi yang seolah-olah lebih mengutamakan adat-istiadatnya daripada melakukan firman Tuhan. Beberapa contoh kita lihat di bawah ini :
-       Matius 12:1-8; Mark.2:23-28; Luk.6:1-5, di sini Yesus mengkritik orang-orang Farisi yang lebih menghargai dan menjaga kesucian hari Sabat daripada urusan kehidupan (lapar, tidak makan dan minum dan juga tentang berbuat belas kasihan).
-       Matius 15:1-20; Mark.7:1-23, di sini Yesus mengkritik orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem yang menganggap mereka lebih menjaga kekudusan makanan yang masuk ke dalam mulut daripada kata-kata yang keluar dari mulut (ay.11). Yesus menyebut mereka sebagai orang-orang yang munafik.
-       Masih banyak lagi perbuatan-perbuatan kasih yang dilakukan Yesus seperti menyembuhkan orang sakit, menolong orang yang terjatuh hanya karena peristiwa itu dilakukan pada hari Sabat, sehingga menjadi perdebatan dan pertentangan bagi para tokoh agama dan tokoh-tokoh adat pada waktu itu.     
Ada satu perikop atau ayat dari Alkitab yang dijadikan sebagian orang Batak sebagai rujukan untuk membenarkan kalau adat itu  bertentangan dengan firman Tuhan (seperti mengubur orang yang meninggal). Dalam Matius 8:22 atau Luk.9:60, dikatakan demikian, "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka." (bnd. Luk.9:60). Ayat ini dicopot begitu saja dan keluar dari konteksnya. Padahal konteks daripada nas ini adalah hal mengikut Yesus.
Sebenarnya, ucapan Tuhan Yesus itu bagi telinga orang Yahudi pada zaman itu tidaklah terasa kasar, sebab ucapan itu sebenarnya berasal dari peribahasa Ibrani yang berbunyi: “Seperti membiarkan orang mati menguburkan orang mati.” Perbuatan itu berarti perbuatan yang sangat tidak bertanggungjawab; sebab dalam masyarakat Yahudi mengurus pemakaman merupakan suatu tanggungjawab kepada keluarga dan komunitas. Melakukan pemakaman secara baik dinilai sangat penting. Tidak akan ada anak dalam masyarakat Yahudi yang akan menelantarkan pemakaman orang tuanya. Sebagai anggota komunitas Yahudi, Tuhan Yesus tahu betulk adat yang berlaku dalam hal ini: penguburan orang meninggal adalah perkara yang sangat penting. Lalu di sini Tuhan Yesus berkata, “Ikutlah Aku, biarlah orang mati menguburkan orang mati.” Maksudnya, menguburkan orang mati adalah sangat penting, dan mengikut Yesus adalah lebih penting lagi. Dengan perkataan lain, mengikut Yesus adalah urusan yang lebih penting dari urusan yang paling penting. Jadi, di sini Tuhan Yesus sama sekali bukan bermaksud agar orang itu menelantarkan pemakaman ayahnya. Hal ini sungguh bertentangan dengan perbuatan Yesus sendiri. Sampai detik-detik terakhir dalam hidupNya, Ia masih memikirkan kesejahteraan ibuNya. Yesus prihatin tentang siapa yang akan merawat ibuNya setelah Ia disalibkan; sebab itu Ia menitipkan ibuNya kepada Yohanes (lih. Yoh.19:26-27).

4.    Pandangan Gereja HKBP tentang Adat
Gereja HKBP tidak pernah memandang adat Dalihan Natolu sebagai sesuatu yang harus dibenci, ditolak dan dianggap animisme. Namun HKBP lebih memilih bersifat kritis terhadap setiap pelaksanaan adat-istiadat orang Batak supaya tidak bertentangan dengan ajaran Tuhan Yesus sebagaimana yang terdapat di dalam Alkitab.
Dalam salah satu pasal dalam Konfessi HKBP (Panindangion Haporseaon) tahun 1996, yakni pasal 5 tentang Kebudayaan dan Lingkungan Hidup, dikatakan demikian:
Allah menciptakan manusia dengan tempat tinggalnya dan tempatnya bekerja di dunia ini (Kej 2:515). Dialah yang memiliki semuanya, yang memberikan kehidupan bagi semua yang diciptakanNya. Tempat manusia bekerja adalah daratan, laut dan langit/ruang angkasa. Allah memberikan kuasa kepada manusia untuk memelihara dunia ini dengan tanggungjawab penuh. Dia juga memberikan bahasa, alat-alat musik, kesenian dan pengetahuan kepada manusia sebagai alat manusia dan juga aturan untuk memuji Allah dan sebagai sarana untuk memelihara dan memperindah persahabatan antar manusia agar melalui kebudayaan, kerajaan Allah semakin besar. Tetapi kebudayaan yang bercampur kekafiran dan yang bertentangan dengan Firman Allah, harus ditolak.
Dalam bagian ini gereja HKBP sangat bersikap terbuka terhadap kebudayaan (adat-istiadat) yang ada dalam lingkungan orang Batak. Dan HKBP menganggapnya sebagai sarana untuk memelihara dan memperindah persahabatan antar manusia. Namun HKBP sangat kritis terhadap setiap kebudayaan yang bercampur dengan kekafiran dan yang bertentangan dengan firman Allah, dan itu harus ditolak.
Di dalam dokumen lain milik HKBP seperti Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon (RPP HKBP) atau Hukum Siasat Gereja, di sana dituliskan dan ditegaskan bahkan diperingatkan akan pelaksanaan adat-istiadat orang Batak supaya tidak bertentangan pelaksanaannya dengan kekristenan atau firman Allah, antara lain :

1.    Ari parsorang ni dakdanak dohot pandidion.

a.    Siparmahanon ni Parhalado do asa unang masa ruhut ni hasipelebeguon di tingki parsorang ni dakdanak. Unang ma masa pamolati, pagar, salaon, manjujur purba, pangulpuhon, pangarundingon di partopap ni posoposo dohot rumang ni juji uju manganggapi.
b.    Sipasahaton do dakdanak i tu Debata marhite pandidion na badia, hatop intap ni na boi. Ndang jadi pestapesta manang ulaon adat manundatisa.

2.    Di tingki na matean.

Naeng ma tangkas parmahanion ni Parhalado ni Huria i, manogunogu jolma tu panghirimon di haheheon ni angka na mate, ala hamonangan ni Kristus i, ganup adong na matean. Marhite i do hita marmahani ruas i, unang tartait tu angka ruhut ni hasipelebeguon. Tapasunggulhon ma nang lapatan ni parningotan di angka na monding :
a.    Ganup jolma do ingkon mate.
b.    Di banuaginjang do sambulo ni tondinta.
c.    Haporseaon na togu do na tau manghirim i.
d.    Nunga talu hamatean marhite haheheon ni Kristus Jesus Tuhanta i. 
Asa on ma angka siingoton uju matean:

A. Na so jadi :

1.    Padalan juhut tata andorang so borhat tu udean, uju monding natuatua.
2.    Patupahon juhut purpur sapata di parmonding ni sahalak na so maranak dohot so marboru, manang di parmonding ni anak sasada na so sanga marhasohotan.
3.    Mambahen sira tu batang ni na mate dohot na mangalangkai bangke ni na mate i.
Ai nunga ditaluhon Tuhanta hamatean marhite haheheonNa i. Ndang be tagamon biar dohot songgotsonggot sian na mate i.
4.    Mangagendai na mate maningkot, ia so ala sahit jiwa manang ala na solpoton. Siapulan do ianggo sisolhot ni naung mate i.

B. Na jadi :

1.    Na jadi do patupaon pembakaran mayat (kremasi) di angka keadaan na terpaksa, isarana ala maol ni tano kuburan dohot alasan na asing dope pinasahat ni suhut. Alai dijamothon Huria i ma unang masa ruhut hasipelebeguon, songon i di na mangongkal holi.
2.    Jadi do boanon tu gareja angka ruas ni Huria na monding, angka na burju marminggu dohot marulaon na badia tagan di ngoluna, dung jolo ditolopi parhalado ia adong pangidoan ni keluarga.
3.    Ia adong na monding, alai ndang dapot bangkena, jala nunga saep roha naung tutu do monding ibana, hombar tu pangalaho ni na masa i, boi do pamasaon kebaktian mardongan agenda, asa tarapul na matean i, jala mangolu di nasida panghirimon na manongtong i.

C. Sitiroan :

1.    Sitiroan do ruas ni Huria na matean, asa unang be masa disi nasa ruhut ni hasipelebeguon, songon na tama di angka naung hinamonanghon ni Kristus.
2.    Sitiroan do ruas ni Huria di tingki na paias kuburan dohot uju ziarah, asa tongtong ingot, na marojahan do hamamatena tu hamatean dohot haheheon ni Kristus, naung manaluhon hamatean ni jolma. Ala ni i unang be masa disi :
a.    Na martonatona.
b.    Na marsuap; asing ma molo holan laho paiashon ilu.
c.    Na mamboan sipanganon hasoloan ni na mate i tagan di ngoluna.
3.    Asa sitiroan do molo adong na pamasa sijagaron, sanggul marata uju monding natuatua. Unang masa disi ulaon hasipelebeguon, alai ulaon kebudayaan ma i huhut naeng hatindanghononhon, Debata do naung pasahathon pasupasu naung jinalo ni pinompar ni natuatua i tagan di ngoluna, nang marhite pasupasu na pinangidona sian Debata Jahowa tu pangapudian ni angka pomparanna. Holan Debata Jahowa do tahe na tuk pasauthon pasupasu i laho ruar nang laho bongot pe, songon na hinatindanghon ni si Musa i (5 Musa 28:5 - 6). I ma na ingkon torang tarida/tarbege di na masa ulaon i.
4.    Sitiroan do, unang ma sai diharingkothon ruas ni Huria i na pajongjong tugu, ala ndang denggan panghorhonna :
a.    Tu ngolu haporseaon.
b.    Tu ngolu ekonomi.
c.    Tu ngolu parsaoran siala toal.
Tumagon ma tapauli tugu na mangolu isara pajongjong parsikolaan, gareja, koperasi sarikat tolong menolong, beasiswa dohot na suman tusi.
Alai molo tung ingkon masa ma na pajongjong tugu ala porlu patuduhon hasadaon ni ompu, jumolo ma tarida hasadaon di bagasan Kristus paboahon na rumar do tanoman i ala naung hehe Tuhan jala paheheonNa hita sian na mate.I ma tahe ruhutruhut na umarga di hasadaon ni sude marga, houm dohot bangso pe, songon hasadaon ni pamatang ni Kristus i di portibi on di bagasan HuriaNa i. Ia dibagi pe burukburuk ni na mate, ndada na gabe i pasingkop lungun ni roha. Panghirimon di ari ni Tuhan i do na tarbahen pasingkop lungun na di bagasan rohanta i, di na rap manomunomu hita di ari ni Tuhan i (1 Tes. 4: 13-18).

3. Mangongkal holi

1.    Haoloan do mangongkal holi molo ala ni :
a.    Kuburan na sega.
b.    Kuburan na nieak ni dalan, manang aek magodang, tanah longsor, parhutaan, pembangunan, industri, na pasadahon simin, na pasadahon saringsaring tu simin na imbaru.
c.    Na pasadahon kuburan ala mate di luat na dao.
2.    Molo tung adong angka na naeng pasadahon saringsaring (holiholi) ingkon radot ma parhalado ni Huria maniroi, asa unang masa disi ruhut ni hasipelebeguon songon na manortori holiholi, manulangi, na mangandungi, pamasuk holiholi tu ulos, tu pinggan dohot ampang, manganapurani, songon i nang pamasuk batang ni pisang tu pangongkalan ni holiholi i domu tu ruhut hasipelebeguon.
3.    Naeng ma parbinoto parhalado ni Huria, molo masa na mangongkal holi, laos songon i manimpan holiholi i paima dipamasuk tu ingananna. Molo dao inganan i, gabe tu gareja ma i disimpan. Molo ulaon sadari, jalo ma sian kuburan na leleng tu kuburan na imbaru. Ndang sipatupaon be maragenda disi. Ndang jadi ditortorhon saringsaring, jala unang ma diiringi gondang manang musik laho pamasukhon tu inganan na imbaru.

4. Gondang.

1.    Sitogutoguon do ruas ni Huria tu pangantusion na marojahan tu hamamate dohot haheheon ni Kristus, songon tanda ni panghirimon, haluaon dohot hamonangan di angka na porsea maralohon sidangolon, sibaran ro di hamatean.
2.    Ala boi do ro angka pangunjunan di na pamasa gondang, isara ni na siarsiaran, songon hataridaan ni haporseaon na hurang, gabe sitiroan ni parhalado ni Huria do ganup na pamasa gondang.
Ganup gondang naeng ma dimatamatai jala ingkon dipaujung di bagasan tangiang.
3.    Sipamanaton jala sijagahonon do asa unang masa nang na manjujur ari, mamele sombaon, ugasan homitan dohot pasipasi ni hasipelebeguon na asing.
4.    Hatolopan Huria do gondang di tingki na matean, alai ndang jadi masa disi ondaonda hasipelebeguon, jala ingkon jolo tangkasan ni parhalado taringot tu ruhut ni gondang i.

5.    Penutup
Demikianlah saya sampaikan bahan materi ini sekedar untuk membukan pemahaman dan wawasan kita akan adat dipandang dari sudut kekristenan atau firman Tuhan. Tentu diharapkan partisipasi kita semua di dalam diskusi nanti sehingga melalui seminar ini kita mendapat sesuatu yang berharga demi melestarikan budaya kita dan tentunya memeliharanya di dalam terang Injil Kristus. Sekian.



 SEMINAR ADAT BATAKyang dilaksanakan HKBP Sungai Danau


No comments:

Post a Comment