Sunday, 19 November 2017

STUDI PERBANDINGAN AJARAN PARMALIN DAN KRISTEN



STUDI PERBANDINGAN AJARAN
PARMALIN DAN  KRISTEN

1.      Tuhan
Bagi ajaran agama Kristen, konsep akan Tuhan dirumuskan dalam bentuk Trinitatis. Menurut Agustinus, apa yang disebut tiga pribadi bukanlah sesuatu yang berbedaa, masing-masing dalam diri mereka sendiri. Mereka hanya berbeda dalam hubungan mereka satu terhadap yang lain dan terhadap dunia. Sementara segala sifat yang mutlak seperti kesempurnaan, kebaikan dan kemahakuasaan hanya termasuk dalam Trinitatis dalam kesatuaannya, maka terminologi relatiomengacupada kehidupan Allah yang bersifat batiniah dan juga pada dunia yang diciptakan.[1]
Agama Parmalim ini merupakan sebuah kepercayaan ‘Terhadap Tuhan Yang Maha Esa’ yang tumbuh dan berkembang di Sumatera Utara sejak dahulukala. “Tuhan Debata Mulajadi Nabolon” adalah pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh “Umat Ugamo Malim” (“Parmalim”).
Awalnya, Parmalim adalah gerakan spiritual untuk mempertahankan adat istiadat dan kepercayaan kuno yang terancam disebabkan agama baru yang dibawa oleh Belanda. Gerakan ini lalu menyebar ke tanah Batak menjadi gerakan politik atau ‘Parhudamdam’ yang menyatukan orang Batak menentang Belanda. Gerakan itu muncul sekitar tahun 1883 atau tujuh tahun sebelum kematian Sisingamangaraja XII, dengan pelopornya Guru Somalaing Pardede.[2] 
Masuknya tatanan baru seiring dengan menyusupnya “kepercayaan baru” yang meninggalkan “Mulajadi Nabolon”. Sebelum agama Islam dan Kristen datang ke tanah Batak, orang batak mempercayai Tuhan adalah Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu orang Batak juga dapat dikatakan masih dalam keadaan tidak beragam (pagan). Paganisme adalah campuran kepercayaan agama kepada Debata, dalam paganisme orang Batak, Mulajadi Nabolon tidak ada yang bermula dari padaNya, Mulajadi Nabolon tidak kawin dan tidak beranak. Selain Mulajadi Nabolon orang batak juga mempercayai tiga Debata yang diambil dari Trimurti Hindu : 1. Batara Guru, 2. Soripada, 3. Mangalabulan. Selain Mulajadi Nabolon orang batak mempercayai kuasa-kuasa alam dalam paganisme batak, yaitu : Boraspati Di Tano dan Boru Saniangnaga, yang kedua-duanya dianggap sebagai dewa yang berkuasa dibanua tonga. Debata-debata ini disembah dalam setiap bius dan setiap bius mempunyai pemimpin yang dipilih oleh raja-raja Horja.

2.      Alam Semesta
Kisah penciptaan di dalam Kita Kejadian merupakan konsep asasi mengenai hakikat alam semesta, manusia dan Tuhan. Alam tidak dipahami sebagai makhluk yang memiliki daya magis dan kekekuatan-kekuatan yang tidak terkontrol manusia Alam semesta yang terhisab dalam kuasa dan kehendak Tuhan, sebab alam asemesta adalah ciptaan Tuhan. Manusia memiliki kebebasan dan kemandiriannya untuk mengelolah alam dan tanggungjawab terhadap kesinambungan alam semesta.[3]
Sementara bagi Agama Parmalim, Penciptaan menurut parmalim dimulai dari para dewa serta roh-roh yang tidak terhitung jumlah ada dalam banua ginjang lalu debata berkeinginan menjodohkan dengan raja Odap-odap agar meramaikan banua ginjang. Namun Deakparujar menolak serta mengulur waktu. Melihat kelakuan Dewak Parujar debata marah kepadanya dengan berkata karena menurut mitologi Deakparujar belum menyelesaikan menenun ulosnya karena sikapnya yang berleha-leha itu. Oleh karena itu debata marah dan berkata “ambillah tongkatku yang besar itu dan kaitkanlah di dekat alat tenunmu”. Lalu Deakparujar melakukannya namun tongkat dan alat tenun itu jatuh  di ruang yang kosong dan Deakparujar mengikatkan roda gulungan benang pada tongkat itu namun benang itu semakin berlepasan, berserakan  dan jatuh. Deakparujar berusaha turun dan memegang benang itu sehingga sampai ke pangkal tongkat yang tertancap di dalam air. Deakparujar merenungkan kesalahannya lalu debata menyuruh Sileangleangmandi untuk menjemput Deakparujar agar kembali ke banua ginjang. Namun Deakparujar menolak untuk kembali ke banua ginjang. Dia memohon agar debata memberikan segenggam tanah agar diciptakannya untuk tempat tinggalnya. Lalu debata mengabulkannya dan Deakparujar menciptakkan tanah itu di atas air.
Untuk kedua kalinya debata mengutus Sileangleangmandi untuk menjemput deakparujar namun dia tidak mau, lalu debata mengutus Nagapadohaniaji untuk menghancurkan bumi ciptaan Deakparujar dan bumi itupun hancur. Lalu Deakparujar memohon agar debata memberikan tanah yang kedua untuk memperbaiki tanah yang rusak sekaligus menciptakan bumi yang baru. Namun Nagapadohaniaji kembali mengguncang ciptaan Deakparujar dan inilah yang disebut lalo. Karena peristiwa itu Deakparujar memohon agar diberikan segulung sirih masak (benang yang menyerupai dan segenggam tanah lagi). Lalu Deakparujar memakannya dan dia bertambah cantik. Lalu Nagapadohaniaji memohon agar Deakparujar mau kawin dengannya, namun Deakparujar menyuruh agar Nagapadohaniaji dipasung dan setelah dipasung dia menciptakan tanah untuk yang ketiga kalinya. Akhirnya tanah itu semakin luas dan menutupi Deakparujar sampai tidak terlihat oleh Nagapadohaniaji. Nagapadohaniaji berusaha melepaskan diri dari pasungan itu tetapi tidak berhasil. Deakparujar terus mencipta tanah sehingga Nagapadohaniaji semakin tertimbun oleh tanah itu dan tanah inilah yang kemudian disebut banua tonga atau bumi. Bagi agama malim cerita penciptaan tanah ini sebagai simbol yang menggambarkan bahwa diatas bumi inilah awal kehidupan manusia sekaligus tempat mengabdi kepada debata sebelum kembali kepada asalnya. Manusialah yang mengelola bumi untuk kehidupannya.[4]
Setelah debata melihat tanah yang diciptakan Deakparujar itu indah dan luas maka debata kembali menyuruh Raja Odap-odap untuk menemani Deakparujar karena debata melihat betapa sepinya Deakparujar di tanah yang luas itu. Raja Odap-Odap mengiakan dan dia pergi ke bumi namun Deakparujar tidak memberikan respon sehingga debata marah dan mengirim suruhan untuk menjemput dia kembali ke banua ginjang kalau tidak biarlah dia sendirian di bumi mendengar itu sedihlah hati Deakparujar dan dia meminta agar suruhan itu kembali dan meminta agar debata turun untuk memberkati Deakparujar dengan Raja Odap-Odap, tetapi debata tidak mengabulkan permintaan itu. Debata berpesan biarlah mereka yang memberkati diri mereka sendiri dan oleh karena itu dia akan mendapat hukuman dalam perjalanan hidupnya dia harus berkeringat mencari makan. Akhirnya mereka menikah tanpa diberkati debata. Beberapa bulan kemudian Deakparujar melahirkan tetapi tidak layaknya seorang manusia tetapi berbentuk benda gumul atau ketuban yang masih terbungkus. Deakparujar sangat takut dengan bayinya sehingga dia memohon kepada debata supaya dia yang mengasuh bayinya tetapi debata berkata tidak usah takut dengan itu, tetapi tanamlah bayi itu di tanah yang kau ciptakan supaya ada sanggul-sangulnya. Deakparujar mengikuti dan setelah 7 hari pecahlah bayi yang tidak sempurna itu dan bersamaan dengan itu tumbuhlah dengan semacam tumbuh-tumbuhan dan rumput sebagai sangul-sanggul di tanah yang diciptakan Deakparujar. Kemudian Deakparujar mengandung dan melahirkan anak kembar satu laki-laki (Raja Ihat Manisia) dan perempuan (Boru Ihat Manisia). Setelah mereka besar debata Mulajadi Nabolon bersama Bataraguru, Sorisohaliapan, dan Bala Bulan datang ke bumi dan pada saat itu Raja Ihot dan Boru Ihot diberkati mula jadi nabolon menjadi suami-istri. Debata memberi pesan kepada mereka “na jadi dohot na so jadi” artinya apa yang harus dilakukan dan tidak bisa dilakukan.[5]
Debata memberi pesan kepada mereka berdua sebagai berikut: Yang harus dilakukan “untuk menjaga hubungan yang baik antara banua ginjang dengan banua tonga maka mereka harus memberikan sesaji dan sesaji ini harus bersih dan suci”. Yang tidak bisa dilakukan “ tidak boleh memakan darah hewan karena darah itu adalah bagian untuk Nagapadohaniaji, tidak boleh makan daging babi, dan bangkai”. Setelah debata selesai memberikan semua perintah itu, debata bersama Debata Natolu dan juga Deakparujar serta raja Odap-odap kembali ke banua ginjang. Raja Odap-odap ditempatkan di matahari dan ini sangat sesuai dengan watak seorang ayah yang keras. Deakparujar ditempatkan dibulan dan sesuai dengan sifat seorang ibu yang lembut dan hingga kini bagi agama malim diyakini bahwa Deakparujar masih berada dibulan sebagai ibu Panorha (ibu yang bertenun).[6]

3.      Keselamatan, Surga dan Neraka
Kehidupan Kristen punya konsep kehidupan setelah kematian. Kebangkitan pada hari Tuhan, pengadilan terakhir, berkumpul bersama Allah di Kerajaan Surga, dan neraka bagi orang berdosa adalah konsep kehidupan setelah kematian menurut agama Kristen. Untuk memperoleh keselamatan dan beroleh hidup yang kekal, sangat mutlak orang harus percaya kepada Tuhan Yesus.[7]
Bagi Parmalim, orang Batak pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Benda-benda mati dipercayai memiliki tondi (roh) misalnya: gunung, pohon, batu, dll yang kalau dianggap keramat dijadikan tempat yang sakral (tempat sembahan).
Orang Batak percaya kepada arwah leluhur yang dapat menyebabkan beberapa penyakit atau malapetaka kepada manusia. Penghormatan dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”, sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia.
Tetapi setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu; Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu Nabolon” ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon” atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”. Karena kata Tuan, Mula, Jadi berarti yang dihormati, pertama dan yang diciptakan merupakan kata-kata asing yang belum pernah dikenal oleh orang Batak kuno. Selanjutnya untuk menegaskan pendewaan bahwa Ompu Nabolon atau Mula Jadi Nabolon adalah salah satu dewa terbesar orang Batak ditambahkanlah di depan Nabolon atau Mula Jadi Nabolon itu kata ‘Debata’ yang berarti dewa (jamak) sehingga menjadi “Debata Mula Jadi Nabolon”.[8]


[1] Bernhard Loise, Pengatar Sejarah Dogma Kristen,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hlm.87.
[2] Lih. https://togapardede.wordpress.com/2013/05/24/parmalim-adalah-bagian-dari-budaya-batak-2/, diambil hari kamis, 14 September 2017, pukul.17.00 WITA.
[3] Saut Sirat, Politik Kristen di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 94.
[4]  Op. cit, hlm. 100-105.
[5]  Op. cit, hlm.106-109
[6] Op. cit, hlm.109-110
[7] Adhi T, Perjalanan Spritualitas seorang Kristen Sekuler, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2008), hlm.14.
[8] Lih.http://siraitmargaku.blogspot.co.id/2013/01/malim-agama-batak-tempo-doeloe.html, diambil hari, Kamis, 14 September 2017, pukul 20.15 WITA.

No comments:

Post a Comment