Wednesday, 21 November 2018

TEOLOGI MINJUNG


TEOLOGI MINJUNG

1.             Minjung, Minjung Solidarist and Minjung Leader
1.1  Siapakah Minjung ?[1]
Minjung adalah subjek sejarah dan substansinya adalah  masyarakat, Minjung adalah orang kelas bawah yang tertindas secara politik, dieksploitasi secara ekonomi dan diasingkan,Minjung adalah konsep yang dinamis dan relatif, Tuhan ada di pihak Minjung.Bagian yang terdapat didalam Alkitab yang merujuk terhadap Minjung, yaitu: Anak Yatim (Job 24:9); Janda (kel 22:22; Ul 27:19; Yes 10:2); Pendatang  (Im 19:10; Ul 24:19-21); Penduduk Sementara (Kel 12:45; mzm 39:12); Pekerja upah harian (Im 19:13; ul 24:15); Orang Miskin (mzm 25:12-14; 86:1); Orang yang lemah (2 samuel 13:4); Pelayan (Keluaran 21:7-11). Mereka adalah orang tertindas, dieksploitasi serta tidak memiliki siapa-siapa untuk membantu mereka dan mereka diperlakukan tidak manusiawi. Tuhan memerintahkan umatNya untuk membantu dan melidungi mereka. Tuhan memerintahkan anggota komunitas Israel untuk tidak memanfaatkan, menindas atau menahan keadilan dari mereka
·      Orang-orang yang tergabung dalam Minjung
          Adam dan hawa adalah manusia pertama yang digolongkan Minjung, setelah kejatuhan kedalam dosa maka Hawa menjadi yang diperintah (seorang Minjung), Habel adalah Minjung yang ditindas oleh Kain. Nuh dan keluarganya menjadi korban dunia yang penuh dengan kekerasan dan penindasan (Kej 6:9-13). Abraham adalah orang asing dan penghuni sementara. Hagar dan Ismael dikirim Sarah dan mereka berkeliaran di padang pasir (Kej 21:8-21). Yakub yang menjadi buruh tani yang tinggal selama 20 tahun di rumah istrinya. Orang Israel yang menjadi budak Firaun di Mesir.


1.2 Minjung Solidarist[2]
          Minjung Solidaris adalah orang yang membantu para kaum Minjung untuk memenuhi tujuan yang memberikan dukungan penting untuk mencapai gerakan Minjung. Ayat Alkitab yang menunjukkan Minjung solidaris ini adalah dalam (Imamat 25:23-28, 47-55).

2.             Jesus as Reformer of popular Messianic Movements in the 1 century C. E
          Pada abad pertama terjadi perlawanan Yahudi melawan kekaisaran Romawi yang telah berkembang dalam berbagai bentuk di Palestina. Perlawanan Yahudi terhadap kekaisaran Romawi dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: pergerakan mesianis yang populer, gerakan perwujudan bentuk tindakan dan gerakan lainnya seperti kaum Sicarii, Zealot dan perampok.
2.1 Perwujudan nabi dan gerakan lain dalam abad 1.
          R. A. Horsley membagi rencana Palestina pada abad pertama yaitu gerakan kenabiaaan dan gerakan mesianik populer. Kemudian ia membagi gerakan kenabian  tersebut kedalam dua jenis, yaitu: bentuk nubuatan dan bentuk aksi. Bentuk nabi nubuatan merupakan yang tidak memiliki pengikut dan merupakan utusan (Yohanes pembaptis). Bentuk nabi aksi adalah yang memiliki banyak pengikut untuk tujuan menyelamatkan (Musa, Yosua). Kaum zelot merupakan kelas yang paling tertindas seperti budak, petani dan pekerja upah yang mengharapkan Mesias dan yang memperjuangkan eskatologis. Misi mereka adalah untuk memulihkan teokrasi kesetaraan melalui kepemimpinan kelompok. Kelompok sicarii merupakan kelompok yang menolak pencurian tetapi tidak menolak pembunuhan, terdapat tiga taktik teror mereka, yaitu: pembunuhan simbolis terhadap orang-orang terpilih, menghancurkan kekayaan orang kaya dan penculikan. Tujuan akhir dari pemberontakan kelompok ini adalah untuk mengusir orang Romawi dari Palestina.[3]

2.2    Gerakan Mesiannik Populer pada abad 1.[4]
          Ada dua gerakan Mesianik populer yang ada di abad 1, yaitu: pemberontakan besar-besaran Minjung setelah kematian Herodes dan perlawanan Yahudi melawan orang Romawi pada tahun 66-70. Pergerakan mesianik populer berakar dari Saul dan Daud.
·   Gerakan Mesianik Populer setelah kematian Herodes
          Penindasan dan eksploitas Roma terhadap Palestina dalam pemerintahan Herodes ditujukan kepada kaum Minjung. Selama kepemimpinan Herodes orang miskin dipaksa untuk membayar pajak yang sangat besar. Akibatnya tujuan dari gerakan mesianik adalah untuk memenangkan kebebasan dari peraturan Herodesdan untuk membangun masyarakat yang setara. Setelah kematian dari Herodes banyak Minjung yang berpartisipasi dalam gerakan mesianik untuk mengembalikan kembali hak mereka yang telah direbut dan memperbaiki sistem ekonomi yang memburuk.
·    Gerakan Mesianik Populer pada tahun 68-70
          Alasan utama terjadinya gerakan mesianik ini adalah karena Gessius Florus (64-66) dan pemungut cukai yang mengeksploitasi orang-orang dari kalangan rendah. Karena ketidakadilan tersebut maka kaum sicarii yang dipimpin oleh Menahen melakukan pemberontakan berskala besar di Yerusalem untuk membela keadilan.

2.3    Gerakan Mesianik Yesus[5]
          Metode yang dilakukan didalam gerakan Mesianik Yesus adalah metode tanpa kekerasan. Karena dengan tindakan kekerasan hanya akan menimbulkan lebih banyak lagi kekerasan. Yesus lebih memilih mengorbankan diriNya di kayu salib. Metode yang lain adalah pengampunan dan cinta terhadap musuh (Matius 5:43-44). Dia tidak hanya mengajarkan tetapi mempraktekkannya. Yesus adalah hamba yang menderita seperti yang telah dinubuatkan oleh Yesaya. Dia menanggung kelemahan kita dan menanggung penyakit kita (Matius 8:17). Tujuan Yesus bukanlah pembebasan orang-orang Yahudi dari kekaisaran Romawi dan merekonstruksi kerajaan Israel, bukan untuk membangun kerajaan duniawi melainkan kerajaan Allah.

3.             PENDEKATAN TERHADAP MINJUNG
3.1  Perjanjian Lama dari Perspektif Teologi Minjung
A.  Metode untuk Menafsirkan Alkitab dari Perspektif Teologi Minjung[6]
          Inti metode penafsiran teologi Minjung adalah membaca dan menafsirkan Alkitab melalui “mata Minjung”. Untuk pembacaan Alkitab ini, para teolog Minjung menggunakan metode penafsiran, seperti: metode historis Kritis, pembacaan secara holistik terhadap canon dan metode historis sosioekonomi.
3.2 Metode Historis-Kritis dan keterbatasannya.
Metode ini memberikan kontribusi penting bagi penafsiran Alkitab dengan mengetahui latar belakang historis teks, siapa penulis, maksud penulis dan kapan ditulis. Tetapi disisi yang lain metode ini juga memiliki kelemahan yaitu dapat merusak otoritas Alkitab atau Firman Allah. Metode ini untuk membantu pembaca Alkitab menemukan dan memahami arti sebenarnya dari teks Alkitab itu sendiri.

3.3  Holistic Reading of the Canon
          Didalam membaca Alkitab kita harus menggunakan iman kita, bukan hanya dari sudut pandang teologisnya. Metode ini muncul karena banyaknya kelemahan yang didapat dari penggunaan metode historis Kritis. Metode ini lebih dekat kepada Minjung karena metode ini mempelajari dari sudut pandang Minjung.
3.4    Socioeconomic-Historical Interpretation of the Bible
          Kebanyakan orang hanya menafsirkan Alkitab dari sudut pandang religius, perlu diketahui bahwa di Alkitab bukan hanya membahas mengenai Agama, tetapi menggambarkan semua aspek kehidupan manusia, yaitu aspek sosial, politik, budaya dan ekonomi. Maka diperlukan metode sosio-ekonomi supaya memiliki pemahaman yang benar tentang Alkitab dan masyarakat manusia didalam Alkitab, khususnya kaum Minjung.

3.5    Membaca Alkitab melalui mata Minjung
          Pembacaan Alkitab melalui “mata Minjung” adalah pendekatan dan inti tafsiran Alkitabnya dari sudut pandang Teologi Minjung. Minjung merupakan umat Allah yang berada di kelas bawah yang terasing secara sosial, dieksploitasi secra ekonomi dan tertindas secara potitis. Yesus sebagai manusia sejati dan Allah yang benar dan Mesias berada bersama-sama dengan Minjung serta membebaskan Minjung dari penindasan.[7]
B.  Contoh Interpretasi Alkitab dari Perspektif Teologi Minjung
          Beberapa teolog yang menafsirkan Alkitab dari perspektif Teologi Minjung, yaitu:
3.6    Suh Nam-Dong
          Referensi teologi Minjung dalam perjanjian lama menurut Suh Nam-Dong merujuk kepada ibrani 11 yaitu  saksi dari iman” yang meliputi Adam, Hawa, Habel, Henonk, Nuh, Abraham, Yakub, Musa, Rahab, Gideon, Simson, Yefta, Samuel dan yang lainnya bahwa mereka adalah Minjung. Artinya adalah bahwa tradisi saksi adalah garis silsilah gerakan Minjung. Kemudian peristiwa keluarnya bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir, orang-orang Ibrani yang termasuk masyarakat yang berasal dari kalangan rendah seperti pengemis.
3.7    Moon Ik-Whan
Moon Ik-whanadalah seorang aktivis  gerakan Minjung yang berusaha untuk menyatukan antara korea utara dan selatan. Dari penafsiran Alkitab yang dilakukannya, ia berpendapat bahwa sejarah israel adalah sebagai sejarah Minjung. Ia mengatakan bahwa bangsa Israel yang sedang dalam keadaan tertindas hanya menyembah Yahweh yang merupakan salah satu dewa dari banyaknya dewa mereka. Hanya Yahweh yang membebaskan mereka oleh karena itu mereka hanya menyembah Yahweh dan meninggalkan dewa yang lain. Dan mereka membuat perjanjian didalam komunitas mereka hanya menyembah Yahweh yang merupakan Raja mereka.

Sebuah Pemahaman Teologi Minjung dari Dasa Titah
          Minjung adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Korea, yang secara harafiah berarti orang banyak. Tetapi teolog Minjung Korea mendefinisikan Minjung sebagai berikut:
1.    Minjung umumnya merujuk kepada kelas rendah yang diasingkan secara sosial, atau dimanfaatkan secara ekonomis, atau menindas secara politis, dan lain-lain.
2.    Minjung adalah subjek (pokok) sejarah dan hakekat masyarakat.
3.    Tuhan memberikan sisi Minjung
4.    Bangsa, yang mana Minjung adalah subjeknya, adalah bangsa yang adil, memiliki hak yg sama, kebebasan, dan perdamaian.
Dasa Titah muncul sebanyak dua kali dalam Perjanjian Lama yaitu Kel 20:2-17 dan Ul 5:6-21. Kel. 20:2-17 adalah “Perjanjian di Gunung Sinai” yang mana Musa menerima dari Tuhan di Gunung Sinai. Disamping itu, Ul. 5: 6-21 adalah dalam konteks Musa berkhotbah pada bangsa Israel di dataran Moab meninjau kembali kehidupan mereka dihutan belantara selama 40 tahun lalu. Kesepuluh Firman dalam Ul. 5 sebagai pengulangan Kesepuluh Firman dalam Kel. 20.
Khususnya, ada banyak banyak perbedaan penting di dasar Dasa Titah Hari Sabat. Dalam Kel. 20:2-17 dikatakan bahwa hari Sabat harus kita jaga sebagai hari yang kudus karena dalam enam hari lamanya Tuhan menciptakan langit dan bumi, laut, dan seluruh ciptaan, tetapi istirahat pada hari ketujuh dari semua semua pekerjaan yang telah Ia selesaikan. Selain itu, dalam Ul. 5:15 dikatakan bahwa Allah memerintahkan bangsa Israel untuk menjaga hari Sabat karena Dia telah melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir.


Roh Kesepuluh Firman
          Kesepuluh Firman secara umum dibagi menjadi dua bagian, pertama berhubungan dengan Tuhan (1-4), dan yang lain berhubungan dengan manusia (5-10). “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”. (Kel. 20:2; Ul. 5:6). Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan telah mengatur agar bangsa Israel bebas dari perbudakan di Mesir. Penyataan pembebasan ini tidak terbatas untuk bangsa Israel, tetapi berlaku juga untuk setiap manusia yang hidup di bumi. Kebebasan itu dianggap berasal dari Tuhan, dan kebebasan untuk manusia tidak harus hidup sebagai budak (tertindas).
                   Dasa Titah yang pertama, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Kel. 20:3; Ul. 5:7), adalah sebuah permintaan yang eksklusif bahwa kita melayani Allah sendiri. Hanya Yahweh adalah Tuhan yang benar tiada duanya dan Tuhan yang sesungguhnya membebaskan dunia. Dasa Titah yang pertama adalah sebuah pernyataan yang melarang seperti pendewaan manusia, seperti Adolf Hitler dan Kim II Sung Korean Utara yang menguasai setiap bagian pemerintahan lebih dari orang-orang. Dalam hal ini, banyak umat Kristen Korea telah berjuang melawan dan menentang pemerintahan yang diktatoris (adikara, angkuh).
          Dasa Titah yang kedua, “Jangan membuat bagimu patung…. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya . . .” (Kel. 20:4-5; Ul. 5:8-9). . Dasa Titah ke-2 mendekati Dasa Titah ke-3, mengajar kita bahwa Allah bukan makhluk yang mana kita dapat atur seraya kemauan kita. Dasa Titah ke empat, Dasa Titah tentang hari Sabad melayani sebagai rantai yang menghubungkan tiga perintah yang pertama, yang mana menyatakan secara tidak  langsung bahwa ada hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan. Dasa Titah ke 5 sampai ke 10 yang menyatakan bahwa ada sebuah hubungan horizontal antara makhluk hidup.[8]
Dasa Titah ke 5 sampai ke 10 adalah hukum tentang hubungan manusia dalam masyarakat. Dasa Titah ke 5, “Hormatilah ayahmu dan ibumu” (Kel. 20:12; Ul. 5:16), mengatakan bahwa itu adalah kewajiban anak laki-laki dan anak perempuan untuk menghormati orangtua mereka. Hukum ini menyatakan bahwa kita harus menghormati semua orangtua, terutama sekali orangtua yang lemah yang sudah tua dan lemah kesehatannya. Mereka adalah Minjung. Tradisi orang Korea yang bagus diantarnya menghargai orang-orang tua mereka yang sebagian besar berkurang hari-harinya. Dasa Titah yang ke 6, “Jangan membunuh” (Kel. 20:13; Ul. 5:17), adalah sebuah peringatan yang melarang kecenderungan untuk memandang rendah terhadap hidup, seperti seorang manusia dapat mengambil kehidupan yang lain (hidup lain). Dasa Titah ke 7, “Jangan berzinah” (Kel. 20:16; Ul 5:18),  telah menjadi objek yang penjaga kesucian kehidupan perkawinan dan penjaga perdamaian di rumah dengan mencegah seks dari menjadi sederhana yang berarti kenikmatan. Dasa Titah kedelapan, “Jangan mencuri” (Kel. 20:15; Ul. 5:19), dibuat untuk makhluk hidup dan berbagai objek. Bagaimanapun, disini kita hanya akan memikirkan objek dari hukum ini dalam istilah benda daripada makhluk hidup.
Dasa Titah ke 9, “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”, adalah sebuah hukum untuk memberhentikan kebohongan supaya menyadari bagaimana masyarakat yang adil atau pantas. Dasa Titah yang ke 10, “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan atau lembunya,atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu” (Kel. 20:17; Ul. 5:21), adalah sama dengan Dasa Titah yang kedelapan, “Jangan mencuri”.  


Membaca Alkitab dari Perspektif orang Asia
          Sejak tahun 1970 an, ilmu teologi jelas sudah mucul di banyak negara-negara Asia. Mereka adalah Teologi Minjung di Korea. Secara khusus pembahasan ini akan membahas ciri-ciri umum dari Teologi Asia dan cara orang Asia membaca Alkitab dari perbedaan-perbedaan dan mengenai masalah dan sasaran hasil Teologi Asia.
          Teologi Asia memakai semboyan anti Teologi Barat, sebab teologi Barat tidak cocok dengan situasi masing-masing negara Asia dan tidak dapat memenuhi cita-cita gereja Asia. Di Korea sendiri sebagian besar dari perkabar Injil Amerika mencegah pergerakan kemerdekaan. Pendeta Korea dan umat Kristen mengadakan Pergerakan Kemeredekaan pada 1 Mei 1919. Selama diktator kemiliteran pada tahun 1970an dan 80an, gereja-gereja Korea dikuasai oleh Teologi Pemisahan Gereja dan Negara yang mana pendeta telah di bawah peraturan imperialisme Jepang. Beberapa pendeta yang nampaknya menuntut pemisahan agama dan politik dan mendoakan rezim kemiliteran. Sebaliknya, beberapa teolog dan pendeta berjuang melawan demokratisasi dan membebaskan intimidasi dari rezim kemiliteran. Rezim saat itu bahkan mejebloskan ke pejara dan menyiksa teolog Korea Suh Nam- Dong dan Ahn Byung-Mu yang menentang teologi Barat karena bersifat idealis dan menyimpang dari situasi nyata Korea. Teolog-teolog Asia sangat tidak sabar dengan teologi tradisional yang tidak mampu memberi reaksi terhadap keadaan yang terjadi dan berpartisipasi dalam memperjuangkan kebebasan.             
          Ciri-ciri utama teologi Asia yang lain adalah bahwa ini adalah bukan teologi untuk penguasa atau kelas yang menguasai tetapi yang dikuasai/diperintah, tidak ada sebuah teologi untuk penindas tetapi menindas. Teologi Asia yang baru lahir memiliki karakter dari post-kolonialisme, apakah dengan sadar atau tidak dengan sadar. Teologi Asia tidak hanya untuk kepentingan teologi saja, tetapi pembebasan dari tindasan; teologi Minjung di Korea bertujuan untuk pembebasan Minjung dari otokrasi militer.[9]
          Membaca Alkitab dari perspektif teologi Asia adalah membaca Alkitab dari bawah yaitu dari Perjanjian Lama adalah cerita Yahudi yang diperbudak di Mesir. Membaca Alkitab dari bawah adalah membaca Alkitab yang terutama dari sudut pandang yang tidak adil dimanfaatkan dan ditindas dari bawah. Banyak yang mengkritik bahwa membaca Alkitab berdasarkan teologi Asia condong menjadi paham (golongan) tertentu dan sebagian berdiri di pihak yang tertindas, hal itu dapat merusak konsep keselamatan Tuhan untuk seluruh dunia. Tuhan tetap menyelamatkan Minjung. dan juga anti- Minjung. Membaca Alkitab dari perspektif teologi Asia tidak hanya untuk memperoleh pengetahuan Injil, tetapi juga meneruskan untuk memperbaiki kepercayaan yang tersesat dari gereja yang ada tentang dasar kebenaran dogma dari kepercayaan sendiri. Teologi Asia menganjurkan sebuah ajaran tentang keselamatan manusia yang membuat tekanan istimewa untuk praktik supaya memperbaiki penyalahgunaan agama Kristen yang meniadakan dan mengurangi nilai-nilai etis. Berdasarkan Mat 7:21, ukuran untuk masuk surga pada penghakiman terakhir adalah manusia yang peduli kepada orang yang lapar, orang yang haus, orang yang telanjang, orang sakit, dan orang yang dipenjara (ditawan).
          Teologi Asia memiliki kecenderungan memperhatikan praksis yang besar, sedangkan praksis yang lebih kecil dikecualikan seolah-olah mereka tidak penting. Menurut Mat 25:31-46, ukuran penghakiman pada Hari Terakhir akan menjadi tindakan yang termasuk dalam kategori tindakan kecil. Asia adalah masyarakat multi agama, dan beberapa agama-agama tersebut memiliki Kitab Suci yang sudah datang ribuan tahun. Suh Nam-Dong, seorang teolog Minjung berkata dalam “pertemuan dua cerita”nya bahwa tugas teologi Minjung adalah untuk bersaksi untuk pertemuan tradisi Kristen Minjung dan tradisi Korea Minjung sebagai “mission dei”. Dia bermaksud bahwa tradisi Minjung Korea, sebagai tradisi pemeberontak revolusioner dalam sejarah Korea (Man-Juk, Yim Kkuk-Jung, Gal Cho-Sa, Chun Pong-Choon, Myo-Chong, Sa Myung-Dang, Soo-Oon, Man-Hae dan lain sebagainya).[10] Sampai awal tahun 1970an teolog Korea menganjurkan agar gereja-gereja berpartisipasi secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya dengan kewajiban untuk memulai sebuah reformasi. Banyak teolog Asia lainnya menggunakan metode historis sosioekonomi ini. Metode ini penting bagi mereka karena teologi Asia tidak hanya bersifat akademis. Mereka bertujuan untuk berlatih di luar pagar Gereja dan merangkul wilayah evolusioner kehidupan manusia dimana kekuasaan Allah mencapai.

Masalah-masalah
·      Sinkretisme
          Agama Kristen di negara-negara Asia dapat mereformasi dirinya melalui dialog interkatif dengan agama-agama lain dan juga saling kritik. Karakteristik sinkretisme yang paling menonjol adalah “penyatuan dunia tuhan”. Menurut Mensching “penyatuan dunia tuhan” dapat dicapai dengan mengidentifikasi tuhannya sendiri dengan allah asing lainnya.
·      Kesesuaian dengan kanon
          Kanonisitas Alkitab tidak dapat diterima oleh Ahn Byung- Mu karena kanon itu menjadi kanon bukan karena itu adalah kebenaran, tetapi karena otoritas gereja yang memilih keempat buku di antara buku-buku lainnya. Sedangkan Suh Nam- Dong sebaliknya, ia lebih suka menyebutnya Alkitab “titik acuan” atau “buku referensi”. Orang-orang Kristen di Korea membaca Alkitab sebagai kanon dengan hormat dan percaya. Jika kita tidak mengakui kanonisitas Alkitab dan otoritas atas Kitab Suci lainnya di Asia, kita tidak dapat mencapai tujuan yang kita harapkan dalam pembacaan Alkitab.
·      Antara Keistimewaan dan Universalisme
          Teologi Minjung di Korea harus mengembangkan sebuah teologi yang mencakup keselamatan bukan hanya Minjung tapi juga non Minjung. Teologi Asia harus mengembangkan sebuah teologi yang mencakup keselamatan orang-orang di seluruh dunia (Yoh 3:16). Jika non-Minjung ingin berpartisipasi dalam gerakan Minjung, mereka harus diterima begitu Minjung dan non-Minjung bisa melanjutkan. Teologi Asia cenderung berpegang pada teologi mereka sendiri dan mempertahankannya dengan hanya menggunakan beberapa teks pilihan serta tetap pada kontekstual tertentu sehingga tidak dapat berkembang menjadi teologi universal. Penulis lebih setuju dengan pendapat Profesor Suh Nam- Dong yang mengatakan bahwa Minjung melakukan peran Mesias daripada Minjung Mesias. Teologi Minjung dan teologi Asia sepakat bahwa Minjung miskin yang tertindas adalah subyek sejarah dan memiliki kekuatan untuk mengubah sejarah.

Tujuan Membaca Alkitab dari Perspektif Asia
          Para pendeta di gereja-gereja Minjung pada tahun 90an melakukan pelayanan sesuai dengan teologi Minjung untuk menjadikan gereja sebagi gereja yang berkumpul. Teologi Asia seharusnya merupakan untuk masyarakat dalam karakter utama.[11]
          Teologi Minjung selalu menaruh perhatian pada wanita Minjung dan berbicara tentang rasa sakit dan aspirasi mereka untuk pembebasan. Namun feminis di Korea dipisahkan dari teologi Minjung. Ada dua kritik feminis Korea terhadap teologi Minjung yaitu pertama, Teologi Minjung biasanya menyebutkan Minjung namun tidak mencatat kenyataan tentang wanita atau cukup mengakui pengorbanan wanita dalam sejarah. Kedua, teologi Minjung telah gagal membaca Alkitab dari sudut perempuan dan teks Alkitab yang berorientasi laki-laki tidak memberi ruang lingkup untuk perspektif itu. Menurut penulis, alam yang menderita di bawah tekanan dan pemerasan dianggap sebagai semacam Minjung, oleh karena itu sudah saatnya kita serius memperhatikan pelestarian dan pembebasan alam. Penulis mengusulkan tiga hal untuk memperdalam kepentingan kita dalam mengembangkan sebuah teologi yang memberi ruang lingkup untuk saling belajar dan saling membantu dalam tugas bersama kita, yaitu pertukaran teologis terus- menerus, publikasi tahunan jurnal teologi Asia, dan membangun jaringan.[12]
           

4.      MEMPRAKTIKKAN IMAN
4.1         Tahun Yobel dan Permohonannya untuk Hari ini
          Masyarakat Israel adalah salah satu yang mewujudkan kebebasan, kesetaraan, kedamaian, dan kebenaran. Hal ini terjadi pada masa hakim-hakim yang menjadi wakil Tuhan di bumi, namun hal tersebut berubah setelah dinasti Daud. Terjadilah pemusatan kekuasaan dan kekuatan ekonomi terpusat di tangan sejumlah kecil orang kelas atas, kesetaraan berubah menjadi ketidaksetaraan.
4.2 Tahun Yobel: Hukum tahun Sabat
          Hukum tahun Sabat dianggap sebagai dasar hukum dari tahun Yobel. Tahun Sabat adalah untuk membiarkan Minjung dan hewan yang malang mendapatkan hasil tanah pada tahun Sabat. Ada dua peraturan dalam kode etik Ulangan yaitu membatalkan hutang yang telah dibuat, dan membebaskan seorang pelayan (pembantu Ibrani). Ada dua sistem penghitungan tahun Yobel. Metode tradisional yaitu menambahkan satu tahun ke tujuh hari Sabat tahun ke tujuh hari Sabat tahun tujuh kali tujuh tahun berjumlah periode empat puluh sembilan tahun, dalam hal ini tahun ke lima puluh akan menjad tahun Yobel. Cara kedua, tahun Yobel akan menjadi tahun ke empat puluh Sembilan yang diambil dari tujuh tahun kali tujuh tahun sampai periode empat puluh Sembilan tahun. Tahun Yobel menegaskan kebebasan dan mereka yang kehilangan tanah dapat kembali ke posisi dan tanah leluhur mereka.[13] Orang Israel yang menjadi miskin dan menjual dirinya sebagai budak akan dibebaskan pada tahun Yobel yang berakar pada gagasan bahwa orang-orang Israel diselamatkan dari perbudakan Mesir dan tidak boleh lagi menjadi budak bagi siapa pun. Hukum tahun Yobel tidak sebuah keputusan tetapi sebuah hukum konkrit yang harus dipraktikkan di Israel. Hukum tahun Yobel dilaksanakan di Israel untuk membentuk sebuah komunitas  yang setara tanpa kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, terkhusus orang kaya dan berkuasa berkewajiban untuk mempraktikkannya dan yang mereka lakukan adalah memberikan apa yang telah mereka dapatkan dengan berlimpah kembali kepada orang miskin. Tahun Yobel diberlakukan orang Israel di tanah Kanaan untuk melestarikan kesetaraan di masyarakat mereka dan memungkinkan untuk menebus tanah bagi pemilik tanah asli.[14] Dalam hukum tahun Yobel tidak ada peraturan untuk memungut bunga atas orang asing. Dalam sistem ekonomi modern bunga diperbolehkan karena didasarkan pada tujuan pemegang pinjaman untuk mendapat keuntungan. Namun saat ini pinjaman tanpa bunga pada semangat hukum tahun Yobel sudah tidak aktif lagi. Menurut penulis mempraktikkan semangat Yobel merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin untuk mengakhiri semua masalah. Alasan mengapa hukum tahun Yobel belum ditegakkan karena orang-orang tidak memiliki keinginan untuk mempraktikkannya. [15]

4.2  Belajar dari Konfusianisme dan agama Budha.
          Orang Korea tua karena peradaban telah kehilangan moralitas dan etika yang mereka pegang dan melakukan kesenangan. Konfusianime dan kekristenan perlu memahami dan bekerja satu sama lain demi tujuan bersama membangun kembali Hyo dalam masyarakat Korea kontemporer. Menurut kamus Korea, “Hyo adalah melayani orangtua, dan Hyodo adalah kewajiban wajar pria untuk melayani orangtua.” Dalam kitab analisis Konfusius (Lun Yu) dikatakan bahwa Hyo adalah inti dari kebajikan yang membuat manusia menjadi manusiawi. Gereja-gereja Korea harus menghidupkan dan memulihkan kembali Hyo sebagai salah satu prinsip etika keluarga Kristen. Salah satu cara mempromosikan Hyo yaitu dengan menyingkirkan aspek-aspek lemah dan negatif Konfusianisme sejauh mungkin dan membangun kembali Hyo tradisional dengan cara yang sesuai orang modern. Ada sejumlah ayat yang mengejutkan yang berbicara mengenai Hyo, misal Kel 21:17 yang menyatakan siapapun yang mengutuk ayah dab ibunya harus dihukum mati. Ayat lainnya yaitu Ul 21:18-21, Kel 21:15, Im 19:3, dan lain-lain.[16]
          Tokoh Alkitab yang melaksanakan Hyo yaitu Sem dan Ham yang menutupi ketelanjangan ayah mereka (Kej 9:27-27). Ishak mematuhi Abraham (Kej 22:1-14), dan tokoh-tokoh lainnya. Kekristenan telah kehilangan etika Hyo, terkhusus di negara-negara Barat setelah modernisasi, dan etika Kristen harus berperan dalam mengatasi krisis modern ini. Sadar atau tidak sadar kita condong memandang rendah tradisi Asia kita dan berupaya mengikuti Barat, sedangkan Barat mecoba belajar dari filsafat oriental dan moralitas. Apabila kekristenan mengambil pandangan serius dan menghidupkan moralitas dasar manusia atau Hyo, maka hal ini akan berkontribusi dalam mengatasi krisis kodrat manusia saat ini membangun moralitas sosial. Meditasi merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam kehidupan beragama.             
          Para ilmuwan mengatakan bahwa Zen berasal dari titik berkumpul Buddhisme dan Taoisme Mahayayan (kendaraan besar). Dharme Zen dibentuk di Cina, dan menyebar ke Korea dan Jepang. Buddhisme Zen melampaui Buddhisme sampai batas tertentu karena ia berusaha untuk langsung terbangun tanpa bantuan dari kitab suci Buddha. Di Zen, orang yang bermeditasi tidak seharusnya menutup mata, tetapi dalam meditasi Kristen, dengan menutup mata bisa membantu konsentrasi. Di Zen mereka pernafasan perut, hal ini menstabilkan pikiran dan baik untuk kesehatan. Tempat Zen melakukan meditasi terutama di kuil-kuil Buddha. Orang Kristen sendiri di ruangan yang rapi dan luas dengan pencahayaan yang lembut akan baik untuk meditasi. Menurut penulis, ruangan yang luas bukanlah keharusan meditasi Kristen, kecuali apabila anda bermeditasi dalam kelompok sehingga memerlukan ruangan besar, seperti Gereja, rumah doa atau biara.[17]
Kesimpulan Konfusianisme dan Buddhisme adalah agama tradisional, yang telah memiliki pengaruh besar pada masyarakat Asia untuk waktu yang lama, jauh lebih lama daripada agama Kristen. Terlepas dari kelemahan dan perbedaan mereka dari Kekristenan, mereka memiliki banyak kelebihan yang bisa dipelajari orang Kristen. Karena kebajikan ini, Konghucu dan Buddhisme mampu mengakar dalam tanah Asia dan untuk mempengaruhi kehidupan orang-orang Asia selama lebih dari 2500 tahun. Di antara manfaatnya, saya yakin bahwa Hyo dan Zen adalah gagasan paling khas dan representatif dari Konfusianisme dan Buddhisme.[18]

4.3 Kehidupan dan Kedamaian dipandang dari Sudut Kekristenan
Di dalam Perjanjian Baru, kata dalam bahasa Yunani yang digunakan untuk “damai” adalah “eirene”.“Eirene”adalah lawan kata dari adanya perang.Yesus adalah Raja Damai yang meniadakan perang, kekacauan, masalah, kematian, dan memberikan “hidup” kepada semua orang. Kedamaian yang berasal dari Kristus merupakan sesuatu yang abadi dan kedamaian yang benar-benar terasa ada di dalam kehidupan yang Ia berikan kepada semua orang. Yesus mengundang kita untuk masuk ke dalam kedamaian ini dan memanggil kita untuk menjadi seorang pembawa damai. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan selama ini, kedamaian yang ada di dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama bukanlah kedamaian yang bersifat pasif melainkan perdamaian yang bersifat aktif. Faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran dari perdamaian ini bermacam-macam, oleh karena itu usaha untuk membangun dan mmepertahankan perdamaian itu bermacam-macam pula.Hanya beberapa orang, pihak, dan oknum yang mampu bertahan tidak menerima kedamaian.Perdamaian hanya bisa diraih jika umat manusia bekerjasama untuk menciptakannya di dalam berbagai aspek, baik itu di bidang pengetahuan, politik, ekonomi, hukum, lingkungan hidup, sosial masyarakat, budaya, dan termasuk juga teologi.Kita semua dipanggil untuk menjadi pembawa damai.Hal ini mengartikan bahwa tidak seorang pun yang pasif dan tidak melakukan hal itu.Memperbaiki dan mempertahankan perdamaian sejati di dalam bumi adalah tugas kita.Damai yang berasal dari Kerajaan Allah telah datang dan dimulai sejak kedatangan Yesus, Raja Damai di dunia ini.Tetapi ini belum lengkap, Allah memanggil kita untuk menjadi pekerjanya dalam menyelesaikan misi perdamaian yang bersumber dari Kerajaan Allah, Kerajaan Damai.Kita sebaiknya berperan aktif di dalam pemanggilan Allah ini.[19]

4.6 Pedagogi Yesus dalam Pertemuan
Dalam tulisan ini saya akan mencari semangat dan metode utama Yesus untuk menemukan sus pedagogi dalam pertemuan yang ingin menjelaskan karakteristik dasar dengan memeriksa beberapa gerakan mesianis Yesus 1. Karakteristik Gerakan Yesus Messianie la Gerakan mesianis populer Yesus aktif. Mesias yang populer bertujuan untuk membangun komunitas baru seperti Yesus. Namun, pendekatan Yesus memiliki karakter yang berbeda secara mendasar dibandingkan dengan Mesias Populer lainnya. Kita dapat menemukan karakter umum Yesus dari karakteristik ini.
Metode Tanpa kekerasan Perbedaan utama antara gerakan messianie yang populer di abad pertama Masehi, dan gerakan mesianik Yesus adalah penggunaan kekerasan. Sementara gerakan mesianik populer menggunakan senjata untuk mencapai tujuan mereka, Yesus menekankan sebuah metodologi tanpa kekerasan. adalah sebuah kutipan dari khotbah di Bukit dimana Yesus menekankan tidak ada kekerasan.
Pengampunan dan Cinta untuk Musuh Yesus tidak hanya mengajar tanpa kekerasan tapi juga mengajarkan kita untuk mencintai musuh kita. "Anda telah mendengar bahwa itu dikatakan, 'Lo tetangga Anda dan benci musuh Anda.' Tapi saya Anda: Cintai musuh Anda dan berdoalah untuk orang-orang yang menganiaya Anda 5: 43-44). Dia tidak hanya mengajarkannya, tetapi juga mempraktikkannya. Yesus tidak hanya meninggalkan jalan kekerasan, juga mencintai orang Romawi. tentara yang membunuhnya. Penderitaan Penderita Yesus bukanlah Mesias politik heroik, seperti yang diharapkan orang Yahudi, tapi dia adalah Hamba yang menderita seperti yang telah dinubuatkan oleh Yesaya. "Dia kemudian mulai mengajar mereka bahwa anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh para tua-tua, imam kepala dan guru hukum, dan bahwa dia harus dibunuh dan setelah tiga hari bangkit kembali." (Markus 8:31) Yesus, yang hidup dan mati sebagai Hamba, tidak populer di antara manusia dan bahkan mengecewakan murid-muridNya. Ribuan orang berkumpul setelah melihat mukjizat, tapi mereka segera bertebaran. Ketika Yesus ditangkap oleh tentara Romawi, para murid melarikan diri. [20]
Tanggapan Dogmatis
Di Asia muncul semangat nasionalisme ada akhir abad ke-19, yaitu kesadaran bangsa-bangsa yang berdaulat dan makmur. Oleh karena itu bangsa di Asia ingin sekali dan bersemangat untuk melepaskan diri dari jajahan Barat, termasuk juga di dalam bidang keagamaan (gereja). Adanya kemandirian teologi, yakni kemandirian gereja untuk merumuskan teologi dan juga ekklesiologi sendiri sesuai dengan pemahaman dan pengalaman iman masing-masing di dalam konteks sosial, ekonomi, budaya, politik dan religius masing-masing.[21]
Kekristenan di Asia berhadapan dengan kemiskinan dan kenyataan hidup di tengah mayoritas penganut agama-agama lain, misalnya di Korea Utara. Pengaruh dari teologi pembebasan tidak hanya terjadi di Amerika Selatan, akan tetapi sampai ke Asia. Para teolog di Asia melihat bahwa banyak orang-orang miskin yang hilang yang kekurangan gizi, tidak bisa menikmati pendidikan dan lain sebagainya. Teologi Minjung berkembang di Korea yang mana dalam bahasa Korea, Minjung artinya “rakyat yang tertekan dan menderita” seperti kaum petani, buruh dan pedagang kecil serta pegawai rendahan. Orang-orang yang menderita ini berada di sekitar Yesus (Mat. 4: 25), dan Yesus menunjukkan sikap belas kasihan kepada mereka (Mat. 9: 36).[22]
Kata Minjung mulai dipakai ketika para teolog, pekerja muda, mahasiswa, imam dan pastor, mengadakan pertemuan dan saling berbagi cerita satu sama lain. Mereka membentuk himpunan dan penyampaian pendapat, mulai dari pekerja remaja perempuan yang menderita di pabrik, petani, mahasiswa yang diseret dalam pengadilan militer, para profesor dan wartawan yang diculik. Teologi Minjung berangkat dari sejarah dan kebudayaan rakyat Korea sehingga dapat diterjemahkan pula sebagai teologi rakyat Korea.[23]
Teologi Minjung lahir dari upaya-upaya yang dilakukan sejumlah teolog Korea pada suatu konsultan atas prakarsa Komisi Teologi Dewan Gereja-gereja Nasional di Korea yang diadakan di Seoul, 22-24 Oktober 1979 dengan pokok utama yang dibicarakan yaitu: “Umat Allah dan misi Gereja” dan teolog yang paling terkenal dalam Teologi Minjung adalah Kim Yong Bock. Seorang teolog perempuan yang juga mengembangkan pemikiran mengenai teologi Minjung ialah Chung Hyun Kyung. Dia dengan berani memakai unsur konteks Asia untuk menyatakan makna Kristus dan merenungkan kembali gambaran Yesus sebagai hamba.Teologi Minjung merupakan semacam teologi pembebasan dalam konteks Korea.[24]
Teologi Minjung tidak melepaskan Kitab Suci sebagai sumber teologinya. Teologi Minjung menempatkan pengalaman manusia sebagai titik tolak refleksi. Refleksi atas pengalaman penderitaan rakyat Korea yang terungkap dalam bahasa-bahasa mereka yang khas yaitu bahasa han dan seni pertunjukan tari topeng, dan memadukannya dengan refleksi biblis, melahirkan sebuah teologi Minjung. Tugas hermeneutis dasar teologi Minjung bukanlah menafsirkan teks-teks Kitab Suci dalam terang situasi dan konteks Korea, tetapi menafsirkan pengalaman penderitaan kaum Minjung Korea dalam terang teks Kitab Suci. Ini bukan berarti bahwa Minjung lebih penting dari Kitab Suci, namun hanya mau menegaskan bahwa Minjung adalah titik awal dari sebuah hermeneutika biblis.[25]
Rakyat Minjung adalah rakyat jelata yang sudah sekian lama dalam penderitaan karena banyaknya penindasan yang mereka alami dari pemerintah sendiri dan juga beberapa kuasa penjajah. Hal inilah yang melatarbelakangi terbentuknya teologi Minjung yang mencoba memberi interpretasi iman Kristen yang bertolak dari penderitaan Minjung, dan interpretasi yang dimaksud di sini adalah bersifat politik. Oleh sebab itu, Teologi Minjung sesungguhnya merupakan reaksi terhadap kecenderungan para pekabar injil dahulu dan sebagian orang Kristen di Korea sekarang untuk mengutamakan penghiburan rohani dalam iman Kristen. Teologi ini mengusahakan adanya keterkaitan antara pengalaman penderitaan Minjung dengan kerinduan akan pembebasannya, yang mana di dalam sejarah Korea menyebabkan pemberontakan rakyat terhadap para penindas dengan cerita-cerita di dalam Alkitab. Salah satu cerita di dalam Alkitab yang paling dekat dengan teologi ini adalah cerita keluaran bangsa Israel dari tanah Mesir. Yesus Kristus dipercayai dan dilihat sebagai personifikasi Minjung dan menjadikan Minjung rindu akan Kerajaan Allah, yang mana Yesus mati di kayu salib dan dalam kebangkitannya, Yesus juga menyatakan DiriNya kepada Minjung sebagai mahluk ciptaan Tuhan.[26]
Yang menjadi corak khas Korea adalah bahwa unsur kebudayaan dan sejarah Korea dipergunakan untuk menginterpretasikan iman Kristen. Istilah han memainkan peran yang sangat penting dalam tologi Minjung yang artinya, penderitaan tanpa kuasa untuk membebaskan diri dari penderitaan ini dan tanpa harapan, tetapi sekaligus penuh kerinduan untuk mengatasi penderitaan. Tujuan dari teologi Minjung adalah untuk mengambil dari injil Kristus harapan yang membangkitkan Minjung untuk memperjuangkan keadilan, persekutuan dan syalom, yang adalah unsur-unsur hakiki kerajaan mesianis yang diproklamasikan Kristus.[27]
Di tengah-tengah masyarakat Korea yang sudah berada di dalam kelas menengah ke atas, ada kelompok-kelompok masyarakat yang masih menderita akibat penindasan dari pemerintah, dan gerakan Minjung ingin membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan penderitaan, karena Yesus berpihak kepada orang-orang yang lemah. Teologi ini mempunyai semboyan “Yesus yang tersalib itu berasal dari Minjung”[28]
Dalam Buku “Wajah Yesus di Asia” oleh Sugirtharajah dijelaskan bahwa Yesus digambarkan sebagai sebuah patung yang terbuat dari semen dan bermahkota emas. Semen digambarkan sebagai kristologi yang dibuat oleh gereja dan mahkota emas adalah ideologi dari gereja yang mapan.Hal inilah yang menjadi pembatas yang diciptakan oleh dogma yang dibentuk di Eropa sepanjang sejarah Gereja Barat.Akan tetapi, Minjung yang melepaskan mahkota emas itu, seolah-olah membuka mulut Tuhan untuk berbicara dan ikut merasakan penderitaan yang hebat yang dialami oleh Minjung dari tanah Korea itu yang sudah lama dikurung dalam penderitaan.[29]
Kim Yong Bock melihat Minjung sebagai subjek sejarah dalam sejarah yang baru. Dari kesadaran sejarah yang baru ini, menurutnya lahirlah persekutuan baru dari manusia yang telah dimerdekakan. Teologi Minjung ini menggunakan agama asli Korea, seperti tradisi shamanisme di kalangan rakyat Korea, yakni kepercayaan akan roh-roh orang mati yang dapat dipanggil dan memasuki tokoh tertentu (shaman). Shaman ini diminta untuk memasuki orang miskin dan juga merefleksikan legitimasi kekuasaan dari bawah yang telah dirampas oleh para penguasa.Teologi Minjung ini, sangat memihak kepada orang-orang miskin dan tertindas.[30] Dari keadaan dan latar belakang munculnya teologi Minjung ini, ada beberapa sumber penting bagi teologi Minjung:
·      Sumber-sumber Alkitabiah ditafsirkan untuk menjelaskan bagaimana Allah berhubungan dengan Minjung.
·      Rujukan kedua bagi Minjung adalah menafsirkan ulang sejarah gereja dari perspektif Minjung
·      Aspek yang peling mencolok dari teologi Minjung adalah bahwa para teolog Minjung di Korea telah membahas tradisi perjuangan pembebasan Minjung, yang tidak hanya menerima revolusi dan pemberontakan rakyat secara serius, tetapi juga perjuangan dan aspirasi Minjung.[31]




No comments:

Post a Comment