TEOLOGI MINJUNG
1.
Minjung, Minjung
Solidarist and Minjung Leader
1.1
Siapakah Minjung
?[1]
Minjung adalah
subjek sejarah dan substansinya adalah
masyarakat, Minjung adalah orang kelas bawah yang tertindas secara
politik, dieksploitasi secara ekonomi dan diasingkan,Minjung adalah konsep yang
dinamis dan relatif, Tuhan ada di pihak Minjung.Bagian yang terdapat didalam
Alkitab yang merujuk terhadap Minjung, yaitu: Anak Yatim (Job 24:9); Janda (kel
22:22; Ul 27:19; Yes 10:2); Pendatang
(Im 19:10; Ul 24:19-21); Penduduk Sementara (Kel 12:45; mzm 39:12);
Pekerja upah harian (Im 19:13; ul 24:15); Orang Miskin (mzm 25:12-14; 86:1);
Orang yang lemah (2 samuel 13:4); Pelayan (Keluaran 21:7-11). Mereka adalah
orang tertindas, dieksploitasi serta tidak memiliki siapa-siapa untuk membantu
mereka dan mereka diperlakukan tidak manusiawi. Tuhan memerintahkan umatNya
untuk membantu dan melidungi mereka. Tuhan memerintahkan anggota komunitas
Israel untuk tidak memanfaatkan, menindas atau menahan keadilan dari mereka
·
Orang-orang yang
tergabung dalam Minjung
Adam dan hawa adalah manusia pertama
yang digolongkan Minjung, setelah kejatuhan kedalam dosa maka Hawa menjadi yang
diperintah (seorang Minjung), Habel adalah Minjung yang ditindas oleh Kain. Nuh
dan keluarganya menjadi korban dunia yang penuh dengan kekerasan dan penindasan
(Kej 6:9-13). Abraham adalah orang asing dan penghuni
sementara. Hagar dan Ismael dikirim Sarah dan mereka berkeliaran di padang
pasir (Kej 21:8-21). Yakub yang menjadi buruh tani yang tinggal selama 20 tahun
di rumah istrinya. Orang Israel yang menjadi budak Firaun di Mesir.
1.2
Minjung Solidarist[2]
Minjung Solidaris adalah orang yang
membantu para kaum Minjung untuk
memenuhi tujuan yang memberikan dukungan penting untuk mencapai gerakan Minjung. Ayat Alkitab
yang menunjukkan Minjung solidaris
ini adalah dalam (Imamat 25:23-28, 47-55).
2.
Jesus as
Reformer of popular Messianic Movements in the 1 century C. E
Pada abad pertama terjadi
perlawanan Yahudi melawan kekaisaran Romawi yang telah berkembang dalam
berbagai bentuk di Palestina. Perlawanan Yahudi terhadap kekaisaran Romawi
dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: pergerakan mesianis yang populer,
gerakan perwujudan bentuk tindakan dan gerakan lainnya seperti kaum Sicarii,
Zealot dan perampok.
2.1
Perwujudan nabi dan gerakan lain dalam abad 1.
R. A. Horsley membagi rencana
Palestina pada abad pertama yaitu gerakan kenabiaaan dan gerakan mesianik populer.
Kemudian ia membagi gerakan kenabian
tersebut kedalam dua jenis, yaitu: bentuk nubuatan dan bentuk aksi.
Bentuk nabi nubuatan merupakan yang tidak memiliki pengikut dan merupakan
utusan (Yohanes pembaptis). Bentuk nabi aksi adalah yang memiliki banyak
pengikut untuk tujuan menyelamatkan (Musa, Yosua). Kaum zelot merupakan kelas
yang paling tertindas seperti budak, petani dan pekerja upah yang mengharapkan
Mesias dan yang memperjuangkan eskatologis. Misi mereka adalah untuk memulihkan
teokrasi kesetaraan melalui kepemimpinan kelompok. Kelompok sicarii merupakan
kelompok yang menolak pencurian tetapi tidak menolak pembunuhan, terdapat tiga
taktik teror mereka, yaitu: pembunuhan simbolis terhadap orang-orang terpilih,
menghancurkan kekayaan orang kaya dan penculikan. Tujuan akhir dari
pemberontakan kelompok ini adalah untuk mengusir orang Romawi dari Palestina.[3]
2.2 Gerakan Mesiannik Populer pada abad 1.[4]
Ada dua gerakan Mesianik populer yang
ada di abad 1, yaitu: pemberontakan besar-besaran Minjung setelah kematian
Herodes dan perlawanan Yahudi melawan orang Romawi pada tahun 66-70. Pergerakan
mesianik populer berakar dari Saul dan Daud.
· Gerakan
Mesianik Populer setelah kematian Herodes
Penindasan dan eksploitas Roma
terhadap Palestina dalam pemerintahan Herodes ditujukan kepada kaum Minjung.
Selama kepemimpinan Herodes orang miskin dipaksa untuk membayar pajak yang
sangat besar. Akibatnya tujuan dari gerakan mesianik adalah untuk memenangkan
kebebasan dari peraturan Herodesdan untuk membangun masyarakat yang setara.
Setelah kematian dari Herodes banyak Minjung yang
berpartisipasi dalam gerakan mesianik untuk mengembalikan kembali hak mereka
yang telah direbut dan memperbaiki sistem ekonomi yang memburuk.
· Gerakan
Mesianik Populer pada tahun 68-70
Alasan utama terjadinya gerakan
mesianik ini adalah karena Gessius Florus (64-66) dan pemungut cukai yang
mengeksploitasi orang-orang dari kalangan rendah. Karena ketidakadilan tersebut
maka kaum sicarii yang dipimpin oleh Menahen melakukan pemberontakan berskala
besar di Yerusalem untuk membela keadilan.
2.3
Gerakan Mesianik
Yesus[5]
Metode yang
dilakukan didalam gerakan Mesianik Yesus adalah metode tanpa kekerasan. Karena
dengan tindakan kekerasan hanya akan menimbulkan lebih banyak lagi kekerasan.
Yesus lebih memilih mengorbankan diriNya di kayu salib. Metode yang lain adalah
pengampunan dan cinta terhadap musuh (Matius 5:43-44). Dia tidak hanya
mengajarkan tetapi mempraktekkannya. Yesus adalah hamba yang menderita seperti
yang telah dinubuatkan oleh Yesaya. Dia menanggung kelemahan kita dan
menanggung penyakit kita (Matius 8:17). Tujuan Yesus bukanlah pembebasan
orang-orang Yahudi dari kekaisaran Romawi dan merekonstruksi kerajaan Israel,
bukan untuk membangun kerajaan duniawi melainkan kerajaan Allah.
3.
PENDEKATAN
TERHADAP MINJUNG
3.1 Perjanjian Lama dari Perspektif Teologi Minjung
Inti metode penafsiran teologi Minjung adalah membaca dan menafsirkan Alkitab
melalui “mata Minjung”. Untuk pembacaan Alkitab ini, para teolog Minjung
menggunakan metode penafsiran, seperti: metode historis Kritis, pembacaan
secara holistik terhadap canon dan metode historis sosioekonomi.
3.2 Metode Historis-Kritis dan keterbatasannya.
Metode ini
memberikan kontribusi penting bagi penafsiran Alkitab dengan mengetahui latar
belakang historis teks, siapa penulis, maksud penulis dan kapan ditulis. Tetapi
disisi yang lain metode ini juga memiliki kelemahan yaitu dapat merusak
otoritas Alkitab atau Firman Allah. Metode ini untuk membantu pembaca Alkitab
menemukan dan memahami arti sebenarnya dari teks Alkitab itu sendiri.
3.3 Holistic Reading of the Canon
Didalam membaca Alkitab kita harus
menggunakan iman kita, bukan hanya dari sudut pandang teologisnya. Metode ini
muncul karena banyaknya kelemahan yang didapat dari penggunaan metode historis
Kritis. Metode ini lebih dekat kepada Minjung karena metode ini mempelajari
dari sudut pandang Minjung.
3.4 Socioeconomic-Historical Interpretation of the Bible
Kebanyakan orang hanya menafsirkan
Alkitab dari sudut pandang religius, perlu diketahui bahwa di Alkitab bukan
hanya membahas mengenai Agama, tetapi menggambarkan semua aspek kehidupan
manusia, yaitu aspek sosial, politik, budaya dan ekonomi. Maka diperlukan
metode sosio-ekonomi supaya memiliki pemahaman yang benar tentang Alkitab dan masyarakat
manusia didalam Alkitab, khususnya kaum Minjung.
3.5
Membaca Alkitab
melalui mata Minjung
Pembacaan Alkitab melalui “mata
Minjung” adalah pendekatan dan inti tafsiran Alkitabnya dari sudut pandang
Teologi Minjung. Minjung merupakan umat Allah yang berada di kelas bawah yang
terasing secara sosial, dieksploitasi secra ekonomi dan tertindas secara
potitis. Yesus sebagai manusia sejati dan Allah yang benar dan Mesias berada
bersama-sama dengan Minjung serta membebaskan Minjung dari penindasan.[7]
B.
Contoh Interpretasi
Alkitab dari Perspektif Teologi Minjung
Beberapa teolog yang menafsirkan
Alkitab dari perspektif Teologi Minjung, yaitu:
3.6
Suh Nam-Dong
Referensi teologi Minjung dalam
perjanjian lama menurut Suh Nam-Dong merujuk kepada ibrani 11 yaitu saksi dari iman” yang meliputi Adam, Hawa,
Habel, Henonk, Nuh, Abraham, Yakub, Musa, Rahab, Gideon, Simson, Yefta, Samuel
dan yang lainnya bahwa mereka adalah Minjung. Artinya adalah bahwa tradisi
saksi adalah garis silsilah gerakan Minjung. Kemudian peristiwa keluarnya
bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir, orang-orang Ibrani yang termasuk
masyarakat yang berasal dari kalangan rendah seperti pengemis.
3.7
Moon Ik-Whan
Moon
Ik-whanadalah seorang aktivis gerakan
Minjung yang berusaha untuk menyatukan antara korea utara dan selatan. Dari
penafsiran Alkitab yang dilakukannya, ia berpendapat bahwa sejarah israel
adalah sebagai sejarah Minjung. Ia mengatakan bahwa bangsa Israel yang sedang
dalam keadaan tertindas hanya menyembah Yahweh yang merupakan salah satu dewa
dari banyaknya dewa mereka. Hanya Yahweh yang membebaskan mereka oleh karena
itu mereka hanya menyembah Yahweh dan meninggalkan dewa yang lain. Dan mereka
membuat perjanjian didalam komunitas mereka hanya menyembah Yahweh yang
merupakan Raja mereka.
Sebuah Pemahaman Teologi Minjung dari Dasa Titah
Minjung adalah
sebuah kata yang berasal dari bahasa Korea, yang secara harafiah berarti orang
banyak. Tetapi teolog Minjung Korea mendefinisikan Minjung sebagai berikut:
1.
Minjung
umumnya merujuk kepada kelas rendah yang diasingkan secara sosial, atau
dimanfaatkan secara ekonomis, atau menindas secara politis, dan lain-lain.
2.
Minjung
adalah subjek (pokok) sejarah dan hakekat masyarakat.
3.
Tuhan
memberikan sisi Minjung
4.
Bangsa,
yang mana Minjung adalah subjeknya, adalah bangsa yang adil, memiliki hak yg
sama, kebebasan, dan perdamaian.
Dasa Titah
muncul sebanyak dua kali dalam Perjanjian Lama yaitu Kel 20:2-17 dan Ul 5:6-21.
Kel. 20:2-17 adalah “Perjanjian di Gunung Sinai” yang mana Musa menerima dari
Tuhan di Gunung Sinai. Disamping itu, Ul. 5: 6-21 adalah dalam konteks Musa
berkhotbah pada bangsa Israel di dataran Moab meninjau kembali kehidupan mereka
dihutan belantara selama 40 tahun lalu. Kesepuluh Firman dalam Ul. 5 sebagai
pengulangan Kesepuluh Firman dalam Kel. 20.
Khususnya, ada
banyak banyak perbedaan penting di dasar Dasa Titah Hari Sabat. Dalam Kel.
20:2-17 dikatakan bahwa hari Sabat harus kita jaga sebagai hari yang kudus
karena dalam enam hari lamanya Tuhan menciptakan langit dan bumi, laut, dan
seluruh ciptaan, tetapi istirahat pada hari ketujuh dari semua semua pekerjaan
yang telah Ia selesaikan. Selain itu, dalam Ul. 5:15 dikatakan bahwa Allah
memerintahkan bangsa Israel untuk menjaga hari Sabat karena Dia telah
melepaskan mereka dari perbudakan di Mesir.
Roh Kesepuluh
Firman
Kesepuluh Firman secara umum dibagi
menjadi dua bagian, pertama berhubungan dengan Tuhan (1-4), dan yang lain
berhubungan dengan manusia (5-10). “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau
keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”. (Kel. 20:2; Ul. 5:6). Ayat
ini menunjukkan bahwa Tuhan telah mengatur agar bangsa Israel bebas dari
perbudakan di Mesir. Penyataan pembebasan ini tidak terbatas untuk bangsa
Israel, tetapi berlaku juga untuk setiap manusia yang hidup di bumi. Kebebasan
itu dianggap berasal dari Tuhan, dan kebebasan untuk manusia tidak harus hidup
sebagai budak (tertindas).
Dasa Titah yang pertama,
“Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Kel. 20:3; Ul. 5:7), adalah
sebuah permintaan yang eksklusif bahwa kita melayani Allah sendiri. Hanya
Yahweh adalah Tuhan yang benar tiada duanya dan Tuhan yang sesungguhnya
membebaskan dunia. Dasa Titah yang pertama adalah sebuah pernyataan yang
melarang seperti pendewaan manusia, seperti Adolf Hitler dan Kim II Sung Korean
Utara yang menguasai setiap bagian pemerintahan lebih dari orang-orang. Dalam
hal ini, banyak umat Kristen Korea telah berjuang melawan dan menentang
pemerintahan yang diktatoris (adikara, angkuh).
Dasa Titah yang kedua, “Jangan membuat
bagimu patung…. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya . .
.” (Kel. 20:4-5; Ul. 5:8-9). . Dasa Titah ke-2 mendekati Dasa Titah ke-3,
mengajar kita bahwa Allah bukan makhluk yang mana kita dapat atur seraya
kemauan kita. Dasa Titah ke empat, Dasa Titah tentang hari Sabad melayani
sebagai rantai yang menghubungkan tiga perintah yang pertama, yang mana
menyatakan secara tidak langsung bahwa
ada hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan. Dasa Titah ke 5 sampai ke 10
yang menyatakan bahwa ada sebuah hubungan horizontal antara makhluk hidup.[8]
Dasa Titah ke 5
sampai ke 10 adalah hukum tentang hubungan manusia dalam masyarakat. Dasa Titah
ke 5, “Hormatilah ayahmu dan ibumu” (Kel. 20:12; Ul. 5:16), mengatakan bahwa
itu adalah kewajiban anak laki-laki dan anak perempuan untuk menghormati
orangtua mereka. Hukum ini menyatakan bahwa kita harus menghormati semua
orangtua, terutama sekali orangtua yang lemah yang sudah tua dan lemah
kesehatannya. Mereka adalah Minjung. Tradisi orang Korea yang bagus diantarnya
menghargai orang-orang tua mereka yang sebagian besar berkurang hari-harinya.
Dasa Titah yang ke 6, “Jangan membunuh” (Kel. 20:13; Ul. 5:17), adalah sebuah
peringatan yang melarang kecenderungan untuk memandang rendah terhadap hidup,
seperti seorang manusia dapat mengambil kehidupan yang lain (hidup lain). Dasa
Titah ke 7, “Jangan berzinah” (Kel. 20:16; Ul 5:18), telah menjadi objek yang penjaga kesucian
kehidupan perkawinan dan penjaga perdamaian di rumah dengan mencegah seks dari
menjadi sederhana yang berarti kenikmatan. Dasa Titah kedelapan, “Jangan
mencuri” (Kel. 20:15; Ul. 5:19), dibuat untuk makhluk hidup dan berbagai objek.
Bagaimanapun, disini kita hanya akan memikirkan objek dari hukum ini dalam
istilah benda daripada makhluk hidup.
Dasa Titah ke 9,
“Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”, adalah sebuah hukum untuk
memberhentikan kebohongan supaya menyadari bagaimana masyarakat yang adil atau
pantas. Dasa Titah yang ke 10, “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan
mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan atau
lembunya,atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu” (Kel. 20:17; Ul.
5:21), adalah sama dengan Dasa Titah yang kedelapan, “Jangan mencuri”.
Membaca Alkitab dari Perspektif orang Asia
Sejak tahun 1970 an, ilmu teologi
jelas sudah mucul di banyak negara-negara Asia. Mereka adalah Teologi Minjung
di Korea. Secara khusus pembahasan ini akan membahas ciri-ciri umum dari
Teologi Asia dan cara orang Asia membaca Alkitab dari perbedaan-perbedaan dan
mengenai masalah dan sasaran hasil Teologi Asia.
Teologi Asia memakai semboyan anti
Teologi Barat, sebab teologi Barat tidak cocok dengan situasi masing-masing
negara Asia dan tidak dapat memenuhi cita-cita gereja Asia. Di Korea sendiri
sebagian besar dari perkabar Injil Amerika mencegah pergerakan kemerdekaan.
Pendeta Korea dan umat Kristen mengadakan Pergerakan Kemeredekaan pada 1 Mei
1919. Selama diktator kemiliteran pada tahun 1970an dan 80an, gereja-gereja
Korea dikuasai oleh Teologi Pemisahan Gereja dan Negara yang mana pendeta telah
di bawah peraturan imperialisme Jepang. Beberapa pendeta yang nampaknya
menuntut pemisahan agama dan politik dan mendoakan rezim kemiliteran.
Sebaliknya, beberapa teolog dan pendeta berjuang melawan demokratisasi dan
membebaskan intimidasi dari rezim kemiliteran. Rezim saat itu bahkan
mejebloskan ke pejara dan menyiksa teolog Korea Suh Nam- Dong dan Ahn Byung-Mu
yang menentang teologi Barat karena bersifat idealis dan menyimpang dari
situasi nyata Korea. Teolog-teolog Asia sangat tidak sabar dengan teologi
tradisional yang tidak mampu memberi reaksi terhadap keadaan yang terjadi dan
berpartisipasi dalam memperjuangkan kebebasan.
Ciri-ciri utama teologi Asia yang lain
adalah bahwa ini adalah bukan teologi untuk penguasa atau kelas yang menguasai
tetapi yang dikuasai/diperintah, tidak ada sebuah teologi untuk penindas tetapi
menindas. Teologi Asia yang baru lahir memiliki karakter dari
post-kolonialisme, apakah dengan sadar atau tidak dengan sadar. Teologi Asia tidak
hanya untuk kepentingan teologi saja, tetapi pembebasan dari tindasan; teologi
Minjung di Korea bertujuan untuk pembebasan Minjung dari otokrasi militer.[9]
Membaca Alkitab dari perspektif
teologi Asia adalah membaca Alkitab dari bawah yaitu dari Perjanjian Lama
adalah cerita Yahudi yang diperbudak di Mesir. Membaca Alkitab dari bawah
adalah membaca Alkitab yang terutama dari sudut pandang yang tidak adil
dimanfaatkan dan ditindas dari bawah. Banyak yang mengkritik bahwa membaca
Alkitab berdasarkan teologi Asia condong menjadi paham (golongan) tertentu dan
sebagian berdiri di pihak yang tertindas, hal itu dapat merusak konsep
keselamatan Tuhan untuk seluruh dunia. Tuhan tetap menyelamatkan Minjung. dan
juga anti- Minjung. Membaca Alkitab dari perspektif teologi Asia tidak hanya
untuk memperoleh pengetahuan Injil, tetapi juga meneruskan untuk memperbaiki
kepercayaan yang tersesat dari gereja yang ada tentang dasar kebenaran dogma
dari kepercayaan sendiri. Teologi Asia menganjurkan sebuah ajaran tentang keselamatan
manusia yang membuat tekanan istimewa untuk praktik supaya memperbaiki
penyalahgunaan agama Kristen yang meniadakan dan mengurangi nilai-nilai etis.
Berdasarkan Mat 7:21, ukuran untuk masuk surga pada penghakiman terakhir adalah
manusia yang peduli kepada orang yang lapar, orang yang haus, orang yang
telanjang, orang sakit, dan orang yang dipenjara (ditawan).
Teologi Asia memiliki kecenderungan
memperhatikan praksis yang besar, sedangkan praksis yang lebih kecil
dikecualikan seolah-olah mereka tidak penting. Menurut Mat 25:31-46, ukuran
penghakiman pada Hari Terakhir akan menjadi tindakan yang termasuk dalam
kategori tindakan kecil. Asia adalah masyarakat multi agama, dan beberapa
agama-agama tersebut memiliki Kitab Suci yang sudah datang ribuan tahun. Suh
Nam-Dong, seorang teolog Minjung berkata dalam “pertemuan dua cerita”nya bahwa
tugas teologi Minjung adalah untuk bersaksi untuk pertemuan tradisi Kristen
Minjung dan tradisi Korea Minjung sebagai “mission dei”. Dia bermaksud bahwa
tradisi Minjung Korea, sebagai tradisi pemeberontak revolusioner dalam sejarah
Korea (Man-Juk, Yim Kkuk-Jung, Gal Cho-Sa, Chun Pong-Choon, Myo-Chong, Sa
Myung-Dang, Soo-Oon, Man-Hae dan lain sebagainya).[10]
Sampai awal tahun 1970an teolog Korea menganjurkan agar gereja-gereja
berpartisipasi secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya dengan kewajiban
untuk memulai sebuah reformasi. Banyak
teolog Asia lainnya menggunakan metode historis sosioekonomi ini. Metode
ini penting bagi mereka karena teologi Asia tidak hanya bersifat
akademis. Mereka bertujuan untuk berlatih di luar pagar Gereja dan
merangkul wilayah evolusioner kehidupan manusia dimana kekuasaan Allah
mencapai.
Masalah-masalah
· Sinkretisme
Agama
Kristen di negara-negara Asia dapat mereformasi dirinya melalui dialog
interkatif dengan agama-agama lain dan juga saling kritik. Karakteristik
sinkretisme yang paling menonjol adalah “penyatuan dunia tuhan”. Menurut
Mensching “penyatuan dunia tuhan” dapat dicapai dengan mengidentifikasi
tuhannya sendiri dengan allah asing lainnya.
·
Kesesuaian
dengan kanon
Kanonisitas Alkitab tidak dapat
diterima oleh Ahn Byung- Mu karena kanon itu menjadi kanon bukan karena itu
adalah kebenaran, tetapi karena otoritas gereja yang memilih keempat buku di
antara buku-buku lainnya. Sedangkan Suh Nam- Dong sebaliknya, ia lebih suka
menyebutnya Alkitab “titik acuan” atau “buku referensi”. Orang-orang Kristen di
Korea membaca Alkitab sebagai kanon dengan hormat dan percaya. Jika kita tidak
mengakui kanonisitas Alkitab dan otoritas atas Kitab Suci lainnya di Asia, kita
tidak dapat mencapai tujuan yang kita harapkan dalam pembacaan Alkitab.
·
Antara Keistimewaan dan Universalisme
Teologi
Minjung di Korea harus mengembangkan sebuah teologi yang mencakup keselamatan
bukan hanya Minjung tapi juga non Minjung. Teologi Asia harus mengembangkan
sebuah teologi yang mencakup keselamatan orang-orang di seluruh dunia (Yoh
3:16). Jika non-Minjung ingin berpartisipasi dalam gerakan Minjung, mereka
harus diterima begitu Minjung dan non-Minjung bisa melanjutkan. Teologi Asia
cenderung berpegang pada teologi mereka sendiri dan mempertahankannya dengan
hanya menggunakan beberapa teks pilihan serta tetap pada kontekstual tertentu
sehingga tidak dapat berkembang menjadi teologi universal. Penulis lebih
setuju dengan pendapat Profesor Suh Nam- Dong yang mengatakan bahwa Minjung
melakukan peran Mesias daripada Minjung Mesias. Teologi Minjung dan teologi
Asia sepakat bahwa Minjung miskin yang tertindas adalah subyek sejarah dan
memiliki kekuatan untuk mengubah sejarah.
Tujuan
Membaca Alkitab dari Perspektif Asia
Para pendeta di gereja-gereja Minjung
pada tahun 90an melakukan pelayanan sesuai dengan teologi Minjung untuk
menjadikan gereja sebagi gereja yang berkumpul. Teologi Asia seharusnya
merupakan untuk masyarakat dalam karakter utama.[11]
Teologi Minjung selalu menaruh
perhatian pada wanita Minjung dan berbicara
tentang rasa sakit dan aspirasi mereka untuk pembebasan. Namun feminis di Korea
dipisahkan dari teologi Minjung. Ada dua kritik feminis Korea terhadap teologi
Minjung yaitu pertama, Teologi Minjung biasanya menyebutkan Minjung namun tidak
mencatat kenyataan tentang wanita atau cukup mengakui pengorbanan wanita dalam
sejarah. Kedua, teologi Minjung telah gagal membaca Alkitab dari sudut
perempuan dan teks Alkitab yang berorientasi laki-laki tidak memberi ruang
lingkup untuk perspektif itu. Menurut penulis, alam yang menderita di bawah
tekanan dan pemerasan dianggap sebagai semacam Minjung, oleh karena itu sudah
saatnya kita serius memperhatikan pelestarian dan pembebasan alam. Penulis
mengusulkan tiga hal untuk memperdalam kepentingan kita dalam mengembangkan
sebuah teologi yang memberi ruang lingkup untuk saling belajar dan saling
membantu dalam tugas bersama kita, yaitu pertukaran teologis terus- menerus,
publikasi tahunan jurnal teologi Asia, dan membangun jaringan.[12]
4.
MEMPRAKTIKKAN
IMAN
4.1
Tahun Yobel dan Permohonannya untuk Hari ini
Masyarakat
Israel adalah salah satu yang mewujudkan kebebasan, kesetaraan, kedamaian, dan
kebenaran. Hal ini terjadi pada masa hakim-hakim yang menjadi wakil Tuhan di
bumi, namun hal tersebut berubah setelah dinasti Daud. Terjadilah pemusatan
kekuasaan dan kekuatan ekonomi terpusat di tangan sejumlah kecil orang kelas
atas, kesetaraan berubah menjadi ketidaksetaraan.
4.2 Tahun Yobel: Hukum tahun Sabat
Hukum tahun
Sabat dianggap sebagai dasar hukum dari tahun Yobel. Tahun Sabat adalah untuk
membiarkan Minjung dan hewan yang malang mendapatkan hasil tanah pada tahun
Sabat. Ada dua peraturan dalam kode etik Ulangan yaitu membatalkan hutang yang
telah dibuat, dan membebaskan seorang pelayan (pembantu Ibrani). Ada dua sistem
penghitungan tahun Yobel. Metode tradisional yaitu menambahkan satu tahun ke
tujuh hari Sabat tahun ke tujuh hari Sabat tahun tujuh kali tujuh tahun
berjumlah periode empat puluh sembilan tahun, dalam hal ini tahun ke lima puluh
akan menjad tahun Yobel. Cara kedua, tahun Yobel akan menjadi tahun ke empat
puluh Sembilan yang diambil dari tujuh tahun kali tujuh tahun sampai periode
empat puluh Sembilan tahun. Tahun Yobel menegaskan kebebasan dan mereka yang
kehilangan tanah dapat kembali ke posisi dan tanah leluhur mereka.[13]
Orang Israel yang menjadi miskin dan menjual dirinya sebagai budak akan
dibebaskan pada tahun Yobel yang berakar pada gagasan bahwa orang-orang Israel
diselamatkan dari perbudakan Mesir dan tidak boleh lagi menjadi budak bagi
siapa pun. Hukum tahun Yobel tidak sebuah keputusan tetapi sebuah hukum konkrit
yang harus dipraktikkan di Israel. Hukum tahun Yobel dilaksanakan di Israel
untuk membentuk sebuah komunitas yang
setara tanpa kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, terkhusus orang
kaya dan berkuasa berkewajiban untuk mempraktikkannya dan yang mereka lakukan
adalah memberikan apa yang telah mereka dapatkan dengan berlimpah kembali
kepada orang miskin. Tahun Yobel diberlakukan orang Israel di tanah Kanaan
untuk melestarikan kesetaraan di masyarakat mereka dan memungkinkan untuk
menebus tanah bagi pemilik tanah asli.[14]
Dalam hukum tahun Yobel tidak ada peraturan untuk memungut bunga atas orang
asing. Dalam sistem ekonomi modern bunga diperbolehkan karena didasarkan pada
tujuan pemegang pinjaman untuk mendapat keuntungan. Namun saat ini pinjaman
tanpa bunga pada semangat hukum tahun Yobel sudah tidak aktif lagi. Menurut
penulis mempraktikkan semangat Yobel merupakan satu-satunya cara untuk
mengatasi kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin untuk mengakhiri semua
masalah. Alasan mengapa hukum tahun Yobel belum ditegakkan karena orang-orang
tidak memiliki keinginan untuk mempraktikkannya. [15]
4.2 Belajar dari Konfusianisme dan agama Budha.
Orang Korea
tua karena peradaban telah kehilangan moralitas dan etika yang mereka pegang
dan melakukan kesenangan. Konfusianime dan kekristenan perlu memahami dan
bekerja satu sama lain demi tujuan bersama membangun kembali Hyo dalam
masyarakat Korea kontemporer. Menurut kamus Korea, “Hyo adalah melayani
orangtua, dan Hyodo adalah kewajiban wajar pria untuk melayani orangtua.” Dalam
kitab analisis Konfusius (Lun Yu) dikatakan bahwa Hyo adalah inti dari
kebajikan yang membuat manusia menjadi manusiawi. Gereja-gereja Korea harus
menghidupkan dan memulihkan kembali Hyo sebagai salah satu prinsip etika
keluarga Kristen. Salah satu cara mempromosikan Hyo yaitu dengan menyingkirkan
aspek-aspek lemah dan negatif Konfusianisme sejauh mungkin dan membangun
kembali Hyo tradisional dengan cara yang sesuai orang modern. Ada sejumlah ayat
yang mengejutkan yang berbicara mengenai Hyo, misal Kel 21:17 yang menyatakan
siapapun yang mengutuk ayah dab ibunya harus dihukum mati. Ayat lainnya yaitu
Ul 21:18-21, Kel 21:15, Im 19:3, dan lain-lain.[16]
Tokoh Alkitab
yang melaksanakan Hyo yaitu Sem dan Ham yang menutupi ketelanjangan ayah mereka
(Kej 9:27-27). Ishak mematuhi Abraham (Kej 22:1-14), dan tokoh-tokoh lainnya.
Kekristenan telah kehilangan etika Hyo, terkhusus di negara-negara Barat
setelah modernisasi, dan etika Kristen harus berperan dalam mengatasi krisis
modern ini. Sadar atau tidak sadar kita condong memandang rendah tradisi Asia
kita dan berupaya mengikuti Barat, sedangkan Barat mecoba belajar dari filsafat
oriental dan moralitas. Apabila kekristenan mengambil pandangan serius dan
menghidupkan moralitas dasar manusia atau Hyo, maka hal ini akan berkontribusi
dalam mengatasi krisis kodrat manusia saat ini membangun moralitas sosial.
Meditasi merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam kehidupan beragama.
Para ilmuwan
mengatakan bahwa Zen berasal dari titik berkumpul Buddhisme dan Taoisme
Mahayayan (kendaraan besar). Dharme Zen dibentuk di Cina, dan menyebar ke Korea
dan Jepang. Buddhisme Zen melampaui Buddhisme sampai batas tertentu karena ia
berusaha untuk langsung terbangun tanpa bantuan dari kitab suci Buddha. Di Zen,
orang yang bermeditasi tidak seharusnya menutup mata, tetapi dalam meditasi
Kristen, dengan menutup mata bisa membantu konsentrasi. Di Zen mereka
pernafasan perut, hal ini menstabilkan pikiran dan baik untuk kesehatan. Tempat
Zen melakukan meditasi terutama di kuil-kuil Buddha. Orang Kristen sendiri di
ruangan yang rapi dan luas dengan pencahayaan yang lembut akan baik untuk
meditasi. Menurut penulis, ruangan yang luas bukanlah keharusan meditasi
Kristen, kecuali apabila anda bermeditasi dalam kelompok sehingga memerlukan
ruangan besar, seperti Gereja, rumah doa atau biara.[17]
Kesimpulan
Konfusianisme dan Buddhisme adalah agama tradisional, yang telah memiliki
pengaruh besar pada masyarakat Asia untuk waktu yang lama, jauh lebih lama
daripada agama Kristen. Terlepas dari kelemahan dan perbedaan mereka dari
Kekristenan, mereka memiliki banyak kelebihan yang bisa dipelajari orang
Kristen. Karena kebajikan ini, Konghucu dan Buddhisme mampu mengakar dalam
tanah Asia dan untuk mempengaruhi kehidupan orang-orang Asia selama lebih dari
2500 tahun. Di antara manfaatnya, saya yakin bahwa Hyo dan Zen adalah gagasan
paling khas dan representatif dari Konfusianisme dan Buddhisme.[18]
4.3 Kehidupan dan Kedamaian dipandang dari Sudut
Kekristenan
Di
dalam Perjanjian Baru, kata dalam bahasa Yunani yang digunakan untuk “damai”
adalah “eirene”.“Eirene”adalah lawan kata dari adanya perang.Yesus adalah Raja
Damai yang meniadakan perang, kekacauan, masalah, kematian, dan memberikan
“hidup” kepada semua orang. Kedamaian yang berasal dari Kristus merupakan
sesuatu yang abadi dan kedamaian yang benar-benar terasa ada di dalam kehidupan
yang Ia berikan kepada semua orang. Yesus mengundang kita untuk masuk ke dalam
kedamaian ini dan memanggil kita untuk menjadi seorang pembawa damai. Sesuai
dengan penelitian yang dilakukan selama ini, kedamaian yang ada di dalam
Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama bukanlah kedamaian yang bersifat pasif
melainkan perdamaian yang bersifat aktif. Faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran
dari perdamaian ini bermacam-macam, oleh karena itu usaha untuk membangun dan
mmepertahankan perdamaian itu bermacam-macam pula.Hanya beberapa orang, pihak,
dan oknum yang mampu bertahan tidak menerima kedamaian.Perdamaian hanya bisa
diraih jika umat manusia bekerjasama untuk menciptakannya di dalam berbagai
aspek, baik itu di bidang pengetahuan, politik, ekonomi, hukum, lingkungan
hidup, sosial masyarakat, budaya, dan termasuk juga teologi.Kita semua
dipanggil untuk menjadi pembawa damai.Hal ini mengartikan bahwa tidak seorang
pun yang pasif dan tidak melakukan hal itu.Memperbaiki dan mempertahankan
perdamaian sejati di dalam bumi adalah tugas kita.Damai yang berasal dari
Kerajaan Allah telah datang dan dimulai sejak kedatangan Yesus, Raja Damai di
dunia ini.Tetapi ini belum lengkap, Allah memanggil kita untuk menjadi
pekerjanya dalam menyelesaikan misi perdamaian yang bersumber dari Kerajaan
Allah, Kerajaan Damai.Kita sebaiknya berperan aktif di dalam pemanggilan Allah
ini.[19]
4.6 Pedagogi Yesus dalam Pertemuan
Dalam
tulisan ini saya akan mencari semangat dan metode utama Yesus untuk menemukan
sus pedagogi dalam pertemuan yang ingin menjelaskan karakteristik dasar dengan
memeriksa beberapa gerakan mesianis Yesus 1. Karakteristik Gerakan Yesus
Messianie la Gerakan mesianis populer Yesus aktif. Mesias yang populer
bertujuan untuk membangun komunitas baru seperti Yesus. Namun, pendekatan Yesus
memiliki karakter yang berbeda secara mendasar dibandingkan dengan Mesias
Populer lainnya. Kita dapat menemukan karakter umum Yesus dari karakteristik
ini.
Metode
Tanpa kekerasan Perbedaan utama antara gerakan messianie yang populer di abad
pertama Masehi, dan gerakan mesianik Yesus adalah penggunaan kekerasan.
Sementara gerakan mesianik populer menggunakan senjata untuk mencapai tujuan
mereka, Yesus menekankan sebuah metodologi tanpa kekerasan. adalah sebuah
kutipan dari khotbah di Bukit dimana Yesus menekankan tidak ada kekerasan.
Pengampunan
dan Cinta untuk Musuh Yesus tidak hanya mengajar tanpa kekerasan tapi juga
mengajarkan kita untuk mencintai musuh kita. "Anda telah mendengar bahwa
itu dikatakan, 'Lo tetangga Anda dan benci musuh Anda.' Tapi saya Anda: Cintai
musuh Anda dan berdoalah untuk orang-orang yang menganiaya Anda 5: 43-44). Dia
tidak hanya mengajarkannya, tetapi juga mempraktikkannya. Yesus tidak hanya
meninggalkan jalan kekerasan, juga mencintai orang Romawi. tentara yang
membunuhnya. Penderitaan Penderita Yesus bukanlah Mesias politik heroik,
seperti yang diharapkan orang Yahudi, tapi dia adalah Hamba yang menderita
seperti yang telah dinubuatkan oleh Yesaya. "Dia kemudian mulai mengajar
mereka bahwa anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh
para tua-tua, imam kepala dan guru hukum, dan bahwa dia harus dibunuh dan
setelah tiga hari bangkit kembali." (Markus 8:31) Yesus, yang hidup dan
mati sebagai Hamba, tidak populer di antara manusia dan bahkan mengecewakan
murid-muridNya. Ribuan orang berkumpul setelah melihat mukjizat, tapi mereka
segera bertebaran. Ketika Yesus ditangkap oleh tentara Romawi, para murid
melarikan diri. [20]
Tanggapan
Dogmatis
Di Asia muncul
semangat nasionalisme ada akhir abad ke-19, yaitu kesadaran bangsa-bangsa yang
berdaulat dan makmur. Oleh karena itu bangsa di Asia ingin sekali dan bersemangat
untuk melepaskan diri dari jajahan Barat, termasuk juga di dalam bidang
keagamaan (gereja). Adanya kemandirian teologi, yakni kemandirian gereja untuk
merumuskan teologi dan juga ekklesiologi sendiri sesuai dengan pemahaman dan
pengalaman iman masing-masing di dalam konteks sosial, ekonomi, budaya, politik
dan religius masing-masing.[21]
Kekristenan di
Asia berhadapan dengan kemiskinan dan kenyataan hidup di tengah mayoritas
penganut agama-agama lain, misalnya di Korea Utara. Pengaruh dari teologi pembebasan
tidak hanya terjadi di Amerika Selatan, akan tetapi sampai ke Asia. Para teolog
di Asia melihat bahwa banyak orang-orang miskin yang hilang yang kekurangan
gizi, tidak bisa menikmati pendidikan dan lain sebagainya. Teologi Minjung
berkembang di Korea yang mana dalam bahasa Korea, Minjung artinya “rakyat yang tertekan dan menderita” seperti kaum
petani, buruh dan pedagang kecil serta pegawai rendahan. Orang-orang yang
menderita ini berada di sekitar Yesus (Mat. 4: 25), dan Yesus menunjukkan sikap
belas kasihan kepada mereka (Mat. 9: 36).[22]
Kata
Minjung mulai dipakai ketika
para teolog, pekerja muda, mahasiswa, imam dan pastor, mengadakan
pertemuan dan saling berbagi cerita satu sama lain. Mereka membentuk himpunan
dan penyampaian pendapat, mulai dari pekerja remaja perempuan yang menderita di
pabrik, petani, mahasiswa yang diseret dalam pengadilan militer, para profesor
dan wartawan yang diculik. Teologi Minjung berangkat dari sejarah dan kebudayaan rakyat
Korea sehingga dapat diterjemahkan pula sebagai teologi rakyat Korea.[23]
Teologi Minjung
lahir dari upaya-upaya yang dilakukan sejumlah teolog Korea pada suatu
konsultan atas prakarsa Komisi Teologi Dewan Gereja-gereja Nasional di Korea
yang diadakan di Seoul, 22-24 Oktober 1979 dengan pokok utama yang dibicarakan
yaitu: “Umat Allah dan misi Gereja” dan teolog yang paling terkenal dalam
Teologi Minjung adalah Kim Yong Bock.
Seorang teolog perempuan yang juga mengembangkan pemikiran mengenai teologi
Minjung ialah Chung Hyun Kyung. Dia dengan
berani memakai unsur konteks Asia untuk menyatakan makna Kristus dan
merenungkan kembali gambaran Yesus sebagai hamba.Teologi Minjung merupakan
semacam teologi pembebasan dalam konteks Korea.[24]
Teologi Minjung tidak melepaskan Kitab Suci sebagai
sumber teologinya. Teologi Minjung menempatkan
pengalaman manusia sebagai titik tolak refleksi. Refleksi atas pengalaman
penderitaan rakyat Korea yang terungkap dalam bahasa-bahasa mereka yang khas
yaitu bahasa han dan seni pertunjukan tari topeng, dan memadukannya
dengan refleksi biblis, melahirkan sebuah teologi Minjung. Tugas hermeneutis dasar teologi Minjung bukanlah menafsirkan teks-teks Kitab
Suci dalam terang situasi dan konteks Korea, tetapi menafsirkan pengalaman
penderitaan kaum Minjung Korea dalam
terang teks Kitab Suci. Ini bukan berarti bahwa Minjung lebih penting dari Kitab Suci, namun
hanya mau menegaskan bahwa Minjung
adalah
titik awal dari sebuah hermeneutika biblis.[25]
Rakyat Minjung
adalah rakyat jelata yang sudah sekian lama dalam penderitaan karena banyaknya
penindasan yang mereka alami dari pemerintah sendiri dan juga beberapa kuasa
penjajah. Hal inilah yang melatarbelakangi terbentuknya teologi Minjung yang
mencoba memberi interpretasi iman Kristen yang bertolak dari penderitaan
Minjung, dan interpretasi yang dimaksud di sini adalah bersifat politik. Oleh
sebab itu, Teologi Minjung sesungguhnya merupakan reaksi terhadap kecenderungan
para pekabar injil dahulu dan sebagian orang Kristen di Korea sekarang untuk
mengutamakan penghiburan rohani dalam iman Kristen. Teologi ini mengusahakan
adanya keterkaitan antara pengalaman penderitaan Minjung dengan kerinduan akan
pembebasannya, yang mana di dalam sejarah Korea menyebabkan pemberontakan
rakyat terhadap para penindas dengan cerita-cerita di dalam Alkitab. Salah satu
cerita di dalam Alkitab yang paling dekat dengan teologi ini adalah cerita
keluaran bangsa Israel dari tanah Mesir. Yesus Kristus dipercayai dan dilihat
sebagai personifikasi Minjung dan menjadikan Minjung rindu akan Kerajaan Allah,
yang mana Yesus mati di kayu salib dan dalam kebangkitannya, Yesus juga
menyatakan DiriNya kepada Minjung sebagai mahluk ciptaan Tuhan.[26]
Yang menjadi
corak khas Korea adalah bahwa unsur kebudayaan dan sejarah Korea dipergunakan
untuk menginterpretasikan iman Kristen. Istilah han memainkan peran yang sangat penting dalam tologi Minjung yang
artinya, penderitaan tanpa kuasa untuk membebaskan diri dari penderitaan ini
dan tanpa harapan, tetapi sekaligus penuh kerinduan untuk mengatasi
penderitaan. Tujuan dari teologi Minjung adalah untuk mengambil dari injil
Kristus harapan yang membangkitkan Minjung untuk memperjuangkan keadilan,
persekutuan dan syalom, yang adalah unsur-unsur hakiki kerajaan mesianis yang
diproklamasikan Kristus.[27]
Di tengah-tengah
masyarakat Korea yang sudah berada di dalam kelas menengah ke atas, ada
kelompok-kelompok masyarakat yang masih menderita akibat penindasan dari
pemerintah, dan gerakan Minjung ingin membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan
penderitaan, karena Yesus berpihak kepada orang-orang yang lemah. Teologi ini
mempunyai semboyan “Yesus yang tersalib itu berasal dari Minjung”[28]
Dalam Buku
“Wajah Yesus di Asia” oleh Sugirtharajah dijelaskan bahwa Yesus digambarkan
sebagai sebuah patung yang terbuat dari semen dan bermahkota emas. Semen
digambarkan sebagai kristologi yang dibuat oleh gereja dan mahkota emas adalah
ideologi dari gereja yang mapan.Hal inilah yang menjadi pembatas yang
diciptakan oleh dogma yang dibentuk di Eropa sepanjang sejarah Gereja
Barat.Akan tetapi, Minjung yang melepaskan mahkota emas itu, seolah-olah
membuka mulut Tuhan untuk berbicara dan ikut merasakan penderitaan yang hebat
yang dialami oleh Minjung dari tanah Korea itu yang sudah lama dikurung dalam
penderitaan.[29]
Kim Yong Bock
melihat Minjung sebagai subjek sejarah dalam sejarah yang
baru. Dari kesadaran sejarah yang baru ini, menurutnya lahirlah persekutuan
baru dari manusia yang telah dimerdekakan. Teologi Minjung ini menggunakan
agama asli Korea, seperti tradisi shamanisme
di kalangan rakyat Korea, yakni kepercayaan akan roh-roh orang mati yang dapat
dipanggil dan memasuki tokoh tertentu (shaman). Shaman ini diminta untuk
memasuki orang miskin dan juga merefleksikan legitimasi kekuasaan dari bawah
yang telah dirampas oleh para penguasa.Teologi Minjung ini, sangat memihak
kepada orang-orang miskin dan tertindas.[30]
Dari keadaan dan latar belakang munculnya teologi Minjung ini, ada beberapa
sumber penting bagi teologi Minjung:
· Sumber-sumber
Alkitabiah ditafsirkan untuk menjelaskan bagaimana Allah berhubungan dengan
Minjung.
· Rujukan kedua
bagi Minjung adalah menafsirkan ulang sejarah gereja dari perspektif Minjung
· Aspek yang
peling mencolok dari teologi Minjung adalah bahwa para teolog Minjung di Korea
telah membahas tradisi perjuangan pembebasan Minjung, yang tidak hanya menerima
revolusi dan pemberontakan rakyat secara serius, tetapi juga perjuangan dan
aspirasi Minjung.[31]
No comments:
Post a Comment