Wednesday, 6 June 2018

ILMU TEOLOGI DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

THEOLOGIS OF RELIGIOUS EDUCATION
ILMU TEOLOGI DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN[1]
Oleh Randolph Crump Miller

I.                   Pandangan Umum
Buku ini memperlihatkan keberadaan Pendidikan Agama Kristen dalam ilmu teologi yang ada. Karena pendidikan agama ada dan bisa diterima jika paham dogma yang tepat dan kita menyampaikannya dengan tepat juga, sehingga manusia bisa mengenal Tuhan dalam kehidupannya.
Realitas dan Tuhan saling berhubungan dan memiliki koneksi. Sebagai contoh Yesus merupakan suatu bentuk kreativitas Tuhan dalam sejarah tokoh dan peristiwa pernyataan Tuhan sendiri sepanjang sejarah. Gereja memperkenalkan syarat dari persekutuan dengan adanya penyembahan di dalamnya. Tujuan dari pendidikan agama adalah untuk memposisikan Tuhan pada pusat kehidupan dan membawa pelajar mengalami relasi yang benar dengan Tuhan dan sesama.

II.                Gagasan Pokok
Bagian Satu: Teologi Gereja
Paham Teologi Gereja merupakan paham teologi yang terus mengalami reformasi dan akan selalu mengalami reformasi, mengikuti perkembangan zaman dan berdasarkan pada Alkitab secara utuh. Sehingga paham ini tidak mengubah esensinya, akan tetapi dapat diterima oleh setiap orang dari zaman ke zaman. Teologi reformasi gereja ini menekankan pada pemilihan dasar Ilahi yang dikombinasikan dengan kebebasan dan tanggung jawab dalam gereja yang ekumenis dan diarahkan atas kedaulatan Allah, kebutuhan akan kesalehan hidup dan melihat kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Kuasa Tuhan. Hal yang ditekankan pada bagian ini tidak hanya pada perkembangan pemikiran manusia pada zamannya akan tetapi Teologi Gereja dan Pendidikan harus terikat dan tergabung sehingga menjadi dasar konstruksi pendidikan yang wajib diinformasikan dalam pelajaran teologi secara terus menerus dan tekun disampaikan pada proses pembelajarannya, tidak terbatas pada budaya, tradisi dan agama di seluruh dunia.
Tujuan utama dalam pendidikan teologi adalah supaya manusia juga bisa memahami dan mengenal Tuhan dengan akal budinya dan dengan pemikiran manusia seiring dengan berkembangnya juga pemikiran manusia. Hal ini merupakan pendekatan teoritis yang menyentuh seluruh aspek kehidupan. Pendidikan agama harus didasarkan pada paham doktrinal yang tepat, tetapi tidak menghalangi penyampaian informasi tentang Tuhan itu sendiri; lebih penting lagi tetap menjelaskan mengenai kekudusan Allah dalam proses pembelajarannya.
Pendidikan Teologi pada substansinya menjelaskan bahwa pedoman manusia dapat ditemukan dalam Alkitab dan kebenaran yang dijelaskan di dalamnya. Allah mengungkapkan diriNya melalui Alkitab, setelah Allah menciptakan bumi yang kudus, namun adanya pemberontakan dan kematian. Keselamatan melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus-lah menjadi misteri yang menyatukan manusia dengan Allah. Karya Allah dalam hidup manusia di bumi inilah yang sesungguhnya menjelaskan bahwa tidak ada pembeda antara kehidupan sekuler dan kebenaran agama. Tidak ada pengkotak-kotakan akan hal tersebut. Karena Tuhan adalah Tuhan segala ciptaan. Tindakan murid berlandaskan pada kehidupan Kristen dengan  sudut pandangnya termasuk persekutuan dalam Roh Kudus.
Tata ibadah dan riatual merupakan jantung dari persekutuan dalam keagamaan dan sering kali hal tersebut hanya terlihat seperti aktivitas rutin yang membuat sebuah persekutuan menjadi hidup. Baik Teologi dan Pendidikan Agama merupakan fondasi utama gereja dalam memperkenalkan Tuhan dan memahamiNya tentu dengan adanya pengalaman spiritual pribadi manusia. Dengan demikian melalui pendidikan, teologi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari.
Untuk memahami bab ini lebih lanjut, berikut ini merupakan beberapa paham teologi dikaitkan dengan pendidikan agama:
1.      Reformasi Teologi dan Pendidikan Agama
Pada bagian ini ada beberapa konsep utama sebagai dasar untuk menjadi bahan pembelajaran pendidikan agama, salah satunya adalah menjelaskan tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk memuliakan Allah dalam segala aspek kehidupan manusia dan menikmati Tuhan selamanya. Selain itu kehidupan seorang Kristen juga dapat digambarkan dari kesalehan hidupnya dalam kesehariannya. Tidak hanya berhenti pada itu, pencarian yang terus menerus akan iman dan pengetahuan akan kebenaran juga merupakan bentuk dari refomasi pendidikan injili. Di masa dekade ini, kebanyakan para pendidik Kristen bersedia menyatakan secara verbal akan kebutuhan yang menjelaskan pentingnya relasi pengajaran dan Alkitab sebagai dasarnya, tetapi dengan keseriusan yang jauh lebih kecil dibanding dengan dominasi teologis dari abad pertengahan. Hal ini menunjukan bahwa para teolog bersedia untuk berbicara tentang pemikiran yang hidup dalam melayani Tuhan tetapi lambat untuk menjelajah ke dalam relfeksi tentang praktik yang tepat untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Pengamatan semacam ini mengarah pada kesimpulan yang signifikansi secara lebih luas, bahwa kita dalam tradisi yang direformasi harus mengkonseptualisasikan pemahaman yang kita bawa ke pelayanan pendidikan bahwa kita akan mengambil pendekatan interdisipliner untuk tugas kita. Topik itu harus diatasi di masa depan. Kita dapat mengantisipasi bahwa formula doktrinal akan mendapat manfaat dari refleksi pendidikan yang dilakukan dalam proses antar disipliner, meskipun prosesnya diinformasikan melalui kebiasaan yang terjadi. Dengan demikian sifat teologi reformasi terus berlanjut.
2.      Teologi Thomistic dan Pendidikan Agama
Pemikiran Rahner yang paling terkenal adalah teori "Kristen Anonim" yang merupakan cara pandang baru terhadap umat beragama non-Katolik. Inti dari teori tersebut adalah rahmat Allah bekerja tidak hanya di dalam agama Kristen tetapi di dalam agama-agama lain. Dengan demikian, agama-agama non-Kristen memiliki kemungkinan menjadi sarana keselamatan Allah. Untuk mengetahui kemungkinan tersebut, maka umat Kristen harus berdialog dengan umat beragama lain dan melakukan studi lanjutan.
3.      Teologi Evangelis dan Pendidikan Agama
Keterlibatan aktif yang Yesus dipraktikan saat melakukan proses keselamatan itu menggunakan beberapa metode, sebuah kehendak untuk memberikan aliran kehidupan bagi orang lain, menggunakan kelompok kecil dan dukungan komunitas, memperkenalkan kebenaran dari luar pengalaman hidup manusia, semua tujuan yang dilakukanNya dengan tujuan mendorong manusia agar menjadi serupa denganNyadan aktif memahami arti dari penebusan- karakterisitik utama dari pendidikan injili Kristen saat ini. Tentu saja kita sulit untuk mempraktekan hal tersebut secara bersamaan atau mendorong kreativitas lebih baik, orientasi pembelajaran secara individu meghasilkan masalah dalam pembelajaran secara bebas. Namun begitu, kita melihat adanya pergerakan pendidikan agama Kristen yang konsisten didasarkan oleh teologi. Dalam ilmu antropologi kita diingatkan bahwa nabi tidak akan pernah mencapai kesempurnaan, tetapi pengenalan kita akan Tuhan mengizinkan manusia untuk bergerak maju ke depan dalam mengharapkan akan adanya pengampunan dan amugerah yang manusia cari sebagai bentuk dari dampak hidup dengan sesama.
Kita percaya bahwa pendidikan agama Kristen adalah disiplin teori yang menginformasikan penemuan sosial. Dalam perjalanannya melalui kunjungan ke sekolah, masuk ke dalam banyak kelas dan membantu memberikan pemahaman sedikit demi sedikit sepanjang jalan. Akan tetapi ini adalah sebuah ruangan dalam rumah yang merupakan sebuah awal yang baru dari sebuah akhir, yang dapat ditemukan hanya dalam pemahaman Alkitab dan konteks doktrin yang kuat.   
4.      Teologi Orthodox dan Pendidikan Agama
Hubungan antara teologi dan pendidikan agama di gereja ortodoks diasumsikan dan ditemukan. Diasumsikan karena segala sesuatu didalamnya merupakan hidup dari hereja yang terlihat dari kacamata gereja dan sedang ditemukan karena tugas dari pendidikan agama di era modern ini adalah menemukan kegiatan relatif yang baru. Lebih jauh lagi, teologi orthodox itu sendiri pernah menjadi satu mata pelajaran yang diperbaharui dan ditemukan hal baunya selama abad dua puluh ini, sebagai akar partistik yang sedang dipulihkan dan diungkap. Dari konteks paham teologi orthodox ada premis pendekatan yang mendasar untuk memhami dasar dari teologi ini, yaitu:
1.      Teologi dan pendidikan agama adalah hal yang fundamental dalam gereja;
2.      Teologi dan pendidikan agama adalah dasar dalam memahami Tuhan dan ke-Tritunggal-anNya, dalam hubungannya juga dengan kita umat manusia;
3.      Teologi dan pendidikan agama harus dikomunikasikan dalam kepenuhan dan keutuhan.

Bagian Dua: Filosofi Teologi
Dalam tulisan oleh Larry Rasmusen, segala sesuatu yang nyata pada akhirnya akan musnah. Kenyataan yang ada pada hakekatnya saling berhubungan. Manusia merasakan adanya suatu wujud yang terdiri dari hubungan antar entitas yang nyata. Kenyataan tersebut adalah sosial dan perubahan, sesuatu yang baru dan kreativitas yang memiliki kemungkinan membuka kebebasan manusia. Masa depan terbuka tetapi bukan terhadap umat manusia, melainkan terhadap Tuhan. Tuhan-lah yang turut bekerja tapi tidak dapat diidentifikasikan secara kosmos.
Goggin melihat adanya tiga prinsip dalam pendidikan agama, yaitu:
1)      Realitas dan Tuhan saling berhubungan dan memiliki koneksi;
2)      Ciptaan adalah aktivitas yang dilakukan secara terus menerus baik oleh Tuhan dan dunia, dengan terlebih dahulu adanya hal yang baru pada intinya;
3)      Pembelajaran terjadi saat ada kaitannya dengan pengalaman manusia.
Dalam ini teologis empiris berhubungan dengan metode empiris yang mana pendekatannya melalui pengalaman dan nilai-nilai yang ada. Paham empiris memiliki penafsiran yang cukup luas bahkan untuk dihubungkan secara keseluruhan, kesadaran penuh dan rasa penghargaan dengan pola yang dipengaruhi oleh pengalaman sebagai dasarnya. Tuhan diinterpertasikan sebagai Ilahi yang lebih, bahkan lebih kreatif dari sekedar faktor penghasil nilai kreatif atau bagian dari kreatifitasNya.
Yesus merupakan suatu bentuk kreativitas Tuhan dalam sejarah tokoh dan peristiwa pernyataan Tuhan sendiri sepanjang sejarah. Gereja memperkenalkan syarat dari persekutuan dengan adanya penyembahan di dalamnya. Tujuan dari pendidikan agama adalah untuk memposisikan Tuhan pada pusat kehidupan dan membawa pelajar mengalami relasi yang benar dengan Tuhan dan sesama.
Dalam berbagai pemberontakan melawan paham teologi tradisional, keberadaan paham eksistensial hadir dalam beberapa keadaan yang sulit. David White dan Frank Rogers Jr. meyusun daftar utama ajaran dari filosofi eksistensial kemudian mengembangkan implikasi teologinya. Dalam pemikiran Bultmann, Yesus telah bangkit dan hidup sebagaimana dijelaskan pada kitab Injil yang merupakan kebenaran Kristiani. Keberadaan Yesus dinyatakan dalam wujud manusia yang berawal dari Firman Allah. Keberadaan telah membawa hasrat keinginan kembali kepada tindakan keingin tahuan yang mana berpusat pada pribadi Allah. Penekanannya tidak lagi mempermasalahkan pokok pemahamannya, melainkan tanggung jawab atas paham eksistensial ini atau level pendalamannya, menjadi perantara dan andil dalam menciptakan hal yang akan terjadi.
1.      Proses Teologi dan Pendidikan Agama
Tidak ada sistem pemikiran manusia yang mampu menyembuhkan semua penyakit di dunia, namun untuk menguraikan pendapat dari Whitehead, dimana penemuan dan gagasan yang memadai tentang kenyataan didapat lebih dari sekedar etika atau cara mengasihi. Selama masa perang dunia kedua korban akibat peperangan memancarkan sinar kengerian melalui lapisan peradaban manusia; sebuah prisma mengerikan yang telah mematahkan kepuasan dalam diri selamanya. Dalam teori ini menjadi muncul juga sebuah pertanyaan dasar dalam membantu memahami proses teologi yaitu apakah proses berpikir dan kondisi postmodernisme yang konstruktif memberikan cara baru agar membantu manusia melihat kondisinya dan memahami apa arti menjadi rekan pencipta dengan Tuhan? Dapatkah visi persuasif orang Galilea, pendamping yang lembut yang menyelamatkan yang dapat diselamatkan dan memanggil manusia untuk menjadi rekan penebus, mendorong sebuah tangung jawab dan membawanya dalam kehidupan? Proses Teologi menawarkan visi untuk memahami realitas dan Tuhan dan menyediakan pendekatan pendidikan agama yang memiliki keterkaitan satu sama lain, kreatif dan menebus, bergerak dengan gereja di dalam masa depannya dan zaman yang baru.
2.      Teologi Empiris dan Pendidikan Agama
Masa depan pendidikan agama, dari sudut padang teologi empiris, bergantung pada kemampuan manusia dalam menyampaikan tentang Tuhan dengan cara, si pendengar akan mengerti berdasarkan dari pengalaman pribadinya. Hal ini menunjukan kesadaran akan budaya tertentu dan asumsi tentang alam dan kenyataan dimana pendengar menghadirkan dialog dan kapasitas dari pengajar untuk bergerak dalam keterbatasannya.
Dalam budaya yang plural; akan ada menimbulkan berbagai macam kekayaan asumsi-asumsi dan mungkin Keberadan Allah yang naturalistik sebagaimana dikembangkan dari metode empiris yang akan memberikan pilihan hanya kepada yang minoritas.
Pendidikan agama akan menjadi efektif sejauh ini hal tersebut mencerahkan mereka yang menghadapi situasi kehidupannya. Mereka memiliki kebutuhan mendasar akan cinta dan penerimaan, dari beberapa tingkat disiplin dalam hidup mereka, untuk kesempatan dan kebebasan untuk tumbuh dan beberapa kepuasan tentang rasa misteri dalam hidup mereka. Orang akan menjadi sangat bosan untuk mendengarkan jika mereka diberikan pemikiran yang sudah lembam (basi). Konsep yang menghidupkan dan komitmen kebangkitan dari pengalaman, sebagaimana halnya penyembahan dalam jemaat dalam dialog yang saling mendukung, dalam kesendirian dimana satu kebatinan parasite terbangun dan dalam hubungan dengan orang lain dan Tuhan dalam relasi “Saya – Engkau”. Dalam Anugerah dan Kasih Karunia Tuhan relasi keimanan sangar penting dalam mengarahkan manusia pada keyakinan kita dan melamahkan tindakan keberdosaan manusia
3.      Eksitensial Teologi dan Pendidikan Agama
Eksistensialisme Teologi, memiliki Semangat yang berkaitan dengan kehidupan dan sejarah telah dicirikan sebagai melankolis sebagaimana yang didirikan oleh Dane dan Soren Kierkegaard. Ini bukan cerita tentang kegembiraan dan terang, akan tetapi ketidaksukaan dari pesannya yang telah diselimuti oleh kecemasan, ketakutan, ketidakberartian dan kematian. Akan tetapi bagi mereka yang memiliki mata untuk melihat, yang memiliki telinga untuk mendengar bahasa dan keinginan, eksistensialisme telah mengangkat beban yang berat dari kematian orthodox.
Dalam proses pendirian suatu agama, eksistensialisme pernah mempermalukan seorang anak yatim yang berbicara dalam bisikan. Untuk pendidikan agama, eksistensialisme telah diliputi oleh wawasan yang memberikan isyarat tentang subjektifitas, tanggung jawab, relasionalitas, dan perjumpaan. Saat ini ada beberapa orang yang menyetujui bahwa pendidikan keagamaan yang murni muncul dari paham perspektif ekstensialis. Akan tetapi eksistensialisme terus berlanjut dan mendapatkan banyak penghormatan dari banyaknya yang menggunakan paham ini sebagai referensi dalam catatan kaki Heideggerian. Namun pandangan yang mendasar eksistensialisme tetap seperti daging kecil yang menempel pada dahi agama- mungkin tidak benar-benar diabaikan. Eksistensi tidak mendahulu esensi. Pendidikan untuk subjektivitas harus menjadi bagian dari pertimbangan dari para pengajar pendidikan agama.

Bagian Tiga: Teologi Khusus
Prioritas relasi dengan Tuhan dalam kasih karuniaNya adalah hal yang sangat penting untuk disuarakan dalam pendidikan Kristen. Sehingga hal ini akan mengarahkan pelajar kepada pertumbuhan keyakinan iman dan dalam tindakan sebagaimana mestinya. Hal tersebut merupakan hal yang mendasar dan harapan bagi pendidikan Kristen dimasa ini dan masa yang akan datang.
Pada bagian ini, Elizabeth Dodson Gray bersikeras mempertahankan argumennya bahwa teologi feminis membutuhkan rekonstruksi total dari sebagian besar teologi dan sejarahnya. Wanita sering kali hilang dalam sebagain besar cerita. Gray beranggapan bahwa wanita dalam paham teologi diperlukan agar adanya suatu pengakuan akan kesetaraan antara pria dan wanita dalam teologi yang inklusif. Pendidikan manusia sudah seharusnya membebaskan kita dari dominansi patriarki karena iblis bisa saja memakai hal tersebut menjadi alatnya untuk menyesatkan manusia.
Kekhususan paham teologi mulanya bangkit dari lingkaran Katolik yang berpusat pada Injil. Hal tersebut dapar dibandingkan dengan teologi Alkitabiah dalam periode yang sama dan dipengaruhi oleh banyak pelajar Protestan seperti Iris Cully. Namun Josef A. Jungmann bersikeras bahwa hal ini didasari dari iman akan Kristus adalah pusat dari proses keselamatan dalam sejarah. Namun paham ini sangat lemah karena melihat dari tradisi orang Yahudi pada masa perjanjian lama dan perjanjian baru. Mary Boys membuat kesimpulan dari kondisi ini dan menjelaskan bahwa hal tersebut berasal dari budaya Yahudi yang memberikan pengaruh pada teologi sampai saat ini.
Jerry H. Stone mengemukakan pendapatnya mengenai hal terbaik dalam menghubungkan antara pengalaman manusia dan misteri kehadiran Tuhan melalui suatu kisah. Kisah, baik itu sejarah atau bukan dapat memimpin manusia mempersatukan mereka dalam kisah kehidupan manusia. Saat kita memahami alur dan karakeristik interaksi dalam kisah tersebut, kita dapat menginterpertasikan kisah Yesus dari sudut pandang kita. Ketika kita membalikan perumpamaan Yesus dan menemukan bahwa mereka terbuka akan paham kisah keagamaan.
Pada bagian akhir dari teologi khusus ini pada akhirnya akan membawa kita memahami adanya paham teologi lain yang dapai dikembangkan sesuai dengan kebutuhan umat manusia, dilihat dari sistem soslanya dan cara penyampaiannya. Oleh karena itu penjelasan singkat tentang masing-masing teologi dikaitkan dengan pendidikan agama adalah sebagai berikut:
1.      Teologi Feminis dan Pendidikan Agama
Titik tolak teologi feminis adalah pengalaman perempuan, dan penolakan terhadap  sistem ‘patriarki’ (struktur masyarakat di mana kaum laki-laki lebih superior dibandingkan  perempuan). Perempuan, dalam argumentasi teologi feminis, akan berhasil menjadi manusia. Feminis Kristen mendekati teks setidak-tidaknya dengan tiga penekanan, yakni Pertama, mencari teks tentang perempuan untuk menentang teks-teks terkenal yang digunakan "menindas" perempuan. Pengorbanan seorang anak perempuan korban nazar ayahnya. Teolog feminis berani mengatakan bahwa Paulus tidak memiliki pandangan yang konsisten tentang wanita. Paulus kadang-kadang menempatkan wanita dalam posisi lebih rendah daripada pria, namun kadang-kadang juga sebaliknya. Jadi, ketika kita membaca Alkitab, kita tidak boleh mengabsolutkan budaya pada saat Alkitab ditulis. Untuk memperoleh kebenaran Allah, kita harus menghilangkan unsur-unsur budaya ketika melakukan interpretasi. pria dan wanita memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama baik di gereja maupun dalam rumah tangga. Kesimpulan lain dari penafsiran ini ialah bahwa tujuan panggilan Kristen adalah kemerdekaan.Jadi "pengalaman perempuan" adalah kunci penafsiran bagi teologi Feminis oleh terjadinya proses kesadaran kritis terhadap pengalaman perempuan dalam kebudayaan androsentris. Karena itu pengalaman mengisyaratkan adanya perubahan mendasar yang memungkinkan mereka bersentuhan, menyadari dan menilai pengalaman-pengalaman seksisme (pembedaan tidak adil sehubungan dengan keberadaan mereka sebagai perempuan) dalam masyarakat patriarkal. Tentu hal ini perlu ditekankan pada pendidikan agama Kristen di kelas.
2.      Teologi Kerygmatik dan Pendidikan Agama
Teologi Kerygmatik berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti khotbah atau proklamasi. Dua perkembangan utama pada gereja Eropa adalah pergerakan tata ibadah dan dan gerakan Alkitab. Dalam paham pembelajaran teologi kerygma diekspresikan dalam pengakuan dan kata-kata pada sakramen, intelektualitas doktrin dan membuatnya menjadi relevan dan dapat diterima oleh murid. Melalui pembelajaran teologi kerygma dan persekutuan menjelaskan adanya pengalaman penebusan yang dialami oleh pelajar akan memberikan kekuatan dalam kominutas tersebut dalam menjadi saksi dunia.
Proklamasi dari kabari baik bahwa Tuhan telah datang mengambil wujud manusia untuk menyelematkan umat manusia melalui Tuhan Yesus Kristus adalah pesan yang pertama yang ingin disampaikan saat ini pada paham teolog ini. Pembelajaran juga harus memberiktakan tentang kabar injil. Kerygma adalah konsep Alkitabiah yang mana mengajarkan cara untuk berkhotbah mengajarkan murid untuk membawa berita keselamatan dengan cara memproklamasikan keselamatan itu dalam bentuk khotbah.
3.      Teologi Narasi dan Pendidikan Agama
Pendekatan narasi memang memberikan sebuah proposal bahwa pemahaman teologi dapat dibangun berdasarkan pemahaman dan penghayatan sebuah cerita di dalam sebuah konteks budaya tertentu. Jika seseorang membaca sebuah cerita, maka ada kemungkinan inti berita yang ada di dalamnya tidak dipahami, namun cerita tersebut tetap akan memberikan pengalaman khusus yang tidak sama dengan orang lain ketika membaca cerita yang sama. Kondisi semacam ini sebenarnya sangat berharga baginya karena makna cerita itu mengakibatkan perubahan hidup dan membawanya kepada cakrawala hidup yang lebih terbuka. Dengan kata lain, cerita dapat digunakan sebagai sarana penyampaian iman. Di dalam perkembangannya kemudian, metode ini lebih condong mengikuti perkembangan dalam ilmu sastra. Anggapan dasar yang menjadi titik tolaknya adalah bagaimanapun sejarah kejadian sebuah teks bukanlah merupakan suatu masalah karena yang penting adalah bagaimana melihat dan memahami hasil akhir dari teks tersebut. Sebuah teks harus didekati dan dipahami sebagai sebuah kesatuan dan bukan sebagai suatu kumpulan tradisi. Petunjuk atau kata-kata kunci menafsirkan teks sebenarnya sudah di “sembunyikan” oleh penulis di dalam tulisannya. Itulah sebabnya tidak perlu menggunakan sarana pembantu dari luar untuk menafsirkannya, melainkan kembali ke dalam teks dan menemukannya di sana. Yang perlu dilakukan di sini adalah mencari dan menemukan relasi internalnya. Dengan memperhatikan peran dari bahasa, pembaca akan dapat melihat realita dan pengalaman hidup iman dengan lebih tajam. Sehingga banyak hal di dalam Alkitab akan terpahami secara lebih nyata dibandingkan dengan sekumpulan dogma yang sulit dipahami dan sulit teraplikasi sebagai produk metode berteologia sebelumnya.
4.      Teologi Liberasi dan Pendidikan Agama
Dalam bab ini, teologi bebas/liberasi menyediakan landasan yang esensil dalam melihat agama dalam suatu pembelajaran. Kita tidak dapat berasumsi, bagaimanapun teologi liberasi itu sendiri dapat menyediakan fondasi teologi yang cukup menjelaskan pergerakan di dalammnya dikaitkan dengan pendidikan agama baik dari teori dan prakteknya. Namun begitu, kita dapat mengklaim bahwa pergerakan teologi ini menyediakan kontribusi yang cukup dan memang sangat diperlukan dalam pendidikan agama. Tantangannya adalah bagaimana komunitas kristiani dapat menjaga konsistensi dari kebebasan itu sendiri dalam pendidikan agama Kristen secara holistik yang mana kebebasan itu adalah adanya keadilan dan kedamaian. Dan perubahan baik secara sosial dan personal, tentu dapat masuk juga dalam era millennium seperti saat ini dengan pendekatan secara langsung.
5.      Teologi Hitam dan Pendidikan Agama
Teologi “pembebasan kulit hitam” adalah turunan dari teologi pembebasan yang lahir di Amerika Selatan, yang kebanyakan bersifat humanistik, karena berusaha untuk mengaitkan pengajaran Kristen pada nasib orang miskin. Teologi pembebasan kulit hitam umumnya berfokus pada orang Afrika dan secara khusus pada orang Afrika-Amerika, agar dibebaskan dari segala macam perbudakan dan ketidakadilan, yang nyata terlihat ataupun yang hanya dapat dirasakan, baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, ataupun agama. Tujuan dari teologi pembebasan kulit hitam ini adalah untuk “membuat Kekristenan menjadi nyata bagi kaum kulit hitam.” Kesalahan utama dalam teologi pembebasan kulit hitam ini justru terkait fokus dari teologi itu sendiri. Teologi pembebasan kulit hitam berusaha membawa Kekristenan pada usaha pembebasan dari masalah ketidakadilan sosial di dunia ini dan saat ini, bukannya untuk kehidupan setelah kematian. Hal ini sangat diperlukan ada dalam pendidikan agama karena mengajarkan kepada anak bahwa Allah tidak pernah melihat ras seseorang karena pada dasarnya keselamatan adalah untuk semua orang tidak terbatas pada ras atau warna kulit manusia.
6.      Teologi Ekologis dan Pendidikan Agama
Teologi ekologi berdasarkan tradisi teologi Kristiani yang menggaris bawahi sejumlah titik pandang teologis, seperti penciptaan sebagai suatu proses melalui itu Allah menciptakan dunia; peran khas manusia sebagai partner Allah Pencipta, selaku gambar dan rupa Allah, merawat dan memelihara ciptaan atas nama Allah; antroposentrisme tidak memiliki akar dalam teologi ekologi Kristiani. Bagi orang-orang Kristen memelihara ciptaan merupakan suatu kewajiban yang berakar dalam iman Kristiani. Kata-kata Kunci: Teologi ekologi, ekosistem, penciptaan sebagai proses, Teosentrisme, antroposentrisme, gambar dan rupa Allah, mistisisme, penyair ontologis. Paham ini perlu diajarkan pada pendidikan agama Kristen mengingat bahwa penebusan tidak hanya untuk manusia, akan tetapi seluruh ciptaan hewan dan tumbuhan.

Tanggapan Kritis
Pengaruh banyaknya teologi yang ada kehadiran Pendidikan Agama Kristen. PAK tidak boleh bergantung pada teologi. PAK tidak hanya menjadi sebuah pendidikan tapi Alkitab menjadi Pondasi dalam mendidik.
Pendidikan dalam hal pemberitaan atau penginjilan berfokus pada memampukan seseorang untuk mengeksplorasi dan memahami dimensi-dimensi iman tersebut serta meneguhkan respons mereka. Respons seperti itu mencakup, awalnya secara pribadi, kemudian dibagikan kepada orang lain. Pemberitaan (kerygma) adalah sesuatu yang krusial dalam proses tersebut, dengan adanya pertemuan-pertemuan yang mengandung unsur pendidikan menjadi sarana untuk mendiskusikan isu-isu iman yang melengkapi pemberitaan Injil. Ada banyak pondasi Alkitab yang dapat diambil dan dirajut untuk membangun pendidikan Kristen dengan tujuan membentuk suatu karya tenunan yang indah dari pelayanan pada Yesus Kristus. Perspektif  Kitab Suci merupakan data esensial untuk membangun pelayanan pendidikan Kristen.[2]

III.             Tawaran Konstruksi Pak Yang Dapat Dilakukan Di Jemaat/Lingkungan
Ilmu teologi dalam pendidikan Kristen yang ditawarkan dalam buku ini adalah tentang teologi narasi dan pendidikan agama yang memudahkan pendengar dalam memahami teologi dan bisa dihayati dalam kehidupan jemaat.
Teologi narasi ini juga sangat disukai anak-anak sekolah minggu karena ada alur cerita dan biasanya teologi narasi ini dekat dengan teks-teks sejarah seperti kejadian dan kisah para rasul. Kita tidak perlu menggunakan sarana pembantu dari luar untuk menafsirkannya, melainkan kembali ke dalam teks dan menemukannya di sana. Yang perlu dilakukan di sini adalah mencari dan menemukan relasi internalnya. Hanya dibutuhkan dalam teologi narasi ini adalah pemahaman dari pembaca Alkitab.

IV.             Penutup
Buku ini menarik untuk dibaca dalam memahami dan menambah wawasan teologi serta posisi Pendidikan Agama Kristen dalam posisi teologi-teologi yang ada. Buku ini kaya dengan teologi-teologi yang ada membantu melihat perbedaan teologi yang ada yang kerap berdampingi dengan Pendidikan Agama Kristen sebagai ilmu praksis teologi.

Daftar Pustaka
Crump miller Randolph
Theologis Of Religious Education ,Ilmu Teologi Dalam Pendidikan Agama Kristen
Sumber Lain:
https://siteligulo10.blogspot.com/2016/ 09/dasar-teologi-dari-pendindikan-agama.html



[1] Randolph crump miller, Theologis Of Religious Education ,Ilmu Teologi Dalam Pendidikan Agama Kristen
[2] diambil pada selasa, 6 juni 2018, pukul, 17.52 wita, https://siteligulo10.blogspot.com/2016/ 09/dasar-teologi-dari-pendindikan-agama.html

No comments:

Post a Comment