THEOLOGIS OF RELIGIOUS
EDUCATION
ILMU TEOLOGI DALAM
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN[1]
Oleh
Randolph Crump Miller
I.
Pandangan Umum
Buku ini memperlihatkan keberadaan Pendidikan Agama
Kristen dalam ilmu teologi yang ada. Karena pendidikan agama ada dan bisa
diterima jika paham dogma yang tepat dan kita menyampaikannya dengan tepat
juga, sehingga manusia bisa mengenal Tuhan dalam kehidupannya.
Realitas dan Tuhan
saling berhubungan dan memiliki koneksi.
Sebagai contoh Yesus merupakan suatu bentuk
kreativitas Tuhan dalam sejarah tokoh dan peristiwa pernyataan Tuhan sendiri
sepanjang sejarah. Gereja memperkenalkan syarat dari persekutuan dengan adanya
penyembahan di dalamnya. Tujuan dari pendidikan agama adalah untuk memposisikan
Tuhan pada pusat kehidupan dan membawa pelajar mengalami relasi yang benar
dengan Tuhan dan sesama.
II.
Gagasan Pokok
Bagian
Satu: Teologi Gereja
Paham Teologi Gereja merupakan paham teologi yang
terus mengalami reformasi dan akan selalu mengalami
reformasi, mengikuti perkembangan zaman dan berdasarkan pada Alkitab secara
utuh. Sehingga paham ini tidak mengubah esensinya, akan tetapi dapat diterima
oleh setiap orang dari zaman ke zaman. Teologi reformasi gereja ini menekankan
pada pemilihan dasar Ilahi yang dikombinasikan dengan kebebasan dan tanggung
jawab dalam gereja yang ekumenis dan diarahkan atas kedaulatan Allah, kebutuhan
akan kesalehan hidup dan melihat kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Kuasa
Tuhan. Hal yang ditekankan pada bagian ini tidak hanya pada perkembangan
pemikiran manusia pada zamannya akan tetapi Teologi Gereja dan Pendidikan harus
terikat dan tergabung sehingga menjadi dasar konstruksi pendidikan yang wajib
diinformasikan dalam pelajaran teologi secara terus menerus dan tekun
disampaikan pada proses pembelajarannya, tidak terbatas pada budaya, tradisi
dan agama di seluruh dunia.
Tujuan utama dalam pendidikan teologi adalah supaya
manusia juga bisa memahami dan mengenal Tuhan dengan akal budinya dan dengan
pemikiran manusia seiring dengan berkembangnya juga pemikiran manusia. Hal ini
merupakan pendekatan teoritis yang menyentuh seluruh aspek kehidupan.
Pendidikan agama harus didasarkan pada paham doktrinal yang tepat, tetapi tidak
menghalangi penyampaian informasi tentang Tuhan itu sendiri; lebih penting lagi
tetap menjelaskan mengenai kekudusan Allah dalam proses pembelajarannya.
Pendidikan Teologi pada substansinya menjelaskan
bahwa pedoman manusia dapat ditemukan dalam Alkitab dan kebenaran yang dijelaskan
di dalamnya. Allah mengungkapkan diriNya melalui Alkitab, setelah Allah
menciptakan bumi yang kudus, namun adanya pemberontakan dan kematian.
Keselamatan melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus-lah menjadi misteri yang
menyatukan manusia dengan Allah. Karya Allah dalam hidup manusia di bumi inilah
yang sesungguhnya menjelaskan bahwa tidak ada pembeda antara kehidupan sekuler
dan kebenaran agama. Tidak ada pengkotak-kotakan akan hal tersebut. Karena
Tuhan adalah Tuhan segala ciptaan. Tindakan murid berlandaskan pada kehidupan
Kristen dengan sudut pandangnya termasuk
persekutuan dalam Roh Kudus.
Tata
ibadah dan riatual
merupakan jantung dari persekutuan dalam keagamaan dan sering kali hal tersebut
hanya terlihat seperti aktivitas rutin yang membuat sebuah persekutuan menjadi
hidup. Baik Teologi dan Pendidikan Agama merupakan fondasi utama gereja dalam
memperkenalkan Tuhan dan memahamiNya tentu dengan adanya pengalaman spiritual pribadi
manusia. Dengan demikian melalui pendidikan, teologi dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari.
Untuk
memahami bab ini lebih lanjut, berikut ini merupakan beberapa paham teologi
dikaitkan dengan pendidikan agama:
1. Reformasi
Teologi dan Pendidikan Agama
Pada bagian ini ada beberapa konsep utama sebagai dasar
untuk menjadi bahan pembelajaran pendidikan agama, salah satunya adalah
menjelaskan tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk memuliakan Allah dalam
segala aspek kehidupan manusia dan menikmati Tuhan selamanya. Selain itu kehidupan
seorang Kristen juga dapat digambarkan dari kesalehan hidupnya dalam
kesehariannya. Tidak hanya berhenti pada itu, pencarian yang terus menerus akan
iman dan pengetahuan akan kebenaran juga merupakan bentuk dari refomasi
pendidikan injili. Di masa dekade ini, kebanyakan para pendidik Kristen bersedia
menyatakan secara verbal akan kebutuhan yang menjelaskan pentingnya relasi
pengajaran dan Alkitab sebagai dasarnya, tetapi dengan keseriusan yang jauh
lebih kecil dibanding dengan dominasi teologis dari abad pertengahan. Hal ini
menunjukan bahwa para teolog bersedia untuk berbicara tentang pemikiran yang hidup
dalam melayani Tuhan tetapi
lambat untuk menjelajah ke dalam relfeksi tentang praktik yang tepat untuk
mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Pengamatan semacam ini
mengarah pada kesimpulan yang signifikansi secara lebih
luas, bahwa kita dalam tradisi yang direformasi harus mengkonseptualisasikan
pemahaman yang kita bawa ke pelayanan pendidikan bahwa kita akan mengambil
pendekatan interdisipliner untuk tugas kita. Topik itu harus diatasi
di masa depan. Kita dapat mengantisipasi bahwa formula doktrinal akan mendapat
manfaat dari refleksi pendidikan yang dilakukan dalam proses antar disipliner,
meskipun prosesnya diinformasikan melalui kebiasaan yang terjadi.
Dengan demikian sifat teologi reformasi terus berlanjut.
2. Teologi
Thomistic dan Pendidikan Agama
Pemikiran Rahner yang paling terkenal adalah teori
"Kristen
Anonim" yang merupakan cara pandang
baru terhadap umat beragama non-Katolik.
Inti dari teori tersebut adalah rahmat Allah
bekerja tidak hanya di dalam agama
Kristen tetapi di dalam agama-agama lain.
Dengan demikian, agama-agama non-Kristen memiliki kemungkinan menjadi sarana
keselamatan Allah. Untuk mengetahui kemungkinan tersebut, maka umat Kristen
harus berdialog dengan umat beragama lain dan melakukan studi lanjutan.
3. Teologi
Evangelis dan Pendidikan Agama
Keterlibatan aktif yang Yesus dipraktikan saat melakukan
proses keselamatan itu menggunakan beberapa metode, sebuah kehendak untuk
memberikan aliran kehidupan bagi orang lain, menggunakan kelompok kecil dan
dukungan komunitas, memperkenalkan kebenaran dari luar pengalaman hidup manusia,
semua tujuan yang
dilakukanNya dengan tujuan mendorong manusia agar menjadi serupa denganNyadan
aktif memahami arti dari penebusan- karakterisitik utama dari pendidikan injili
Kristen saat ini. Tentu saja kita sulit untuk mempraktekan hal tersebut secara
bersamaan atau mendorong
kreativitas lebih baik, orientasi pembelajaran secara individu meghasilkan
masalah dalam pembelajaran secara bebas. Namun begitu, kita melihat adanya
pergerakan pendidikan agama Kristen yang konsisten didasarkan oleh teologi.
Dalam ilmu antropologi kita diingatkan bahwa nabi tidak akan pernah mencapai
kesempurnaan, tetapi pengenalan kita akan Tuhan mengizinkan manusia untuk
bergerak maju ke depan dalam mengharapkan akan adanya pengampunan dan amugerah
yang manusia cari sebagai bentuk dari dampak hidup dengan sesama.
Kita percaya bahwa pendidikan agama Kristen adalah
disiplin teori yang menginformasikan penemuan sosial. Dalam perjalanannya melalui
kunjungan ke sekolah, masuk ke dalam banyak kelas dan membantu memberikan
pemahaman sedikit demi sedikit sepanjang jalan. Akan tetapi ini adalah sebuah
ruangan dalam rumah yang merupakan sebuah awal yang baru dari sebuah akhir, yang dapat
ditemukan hanya dalam pemahaman Alkitab dan konteks doktrin yang kuat.
4. Teologi
Orthodox dan Pendidikan Agama
Hubungan antara teologi dan pendidikan agama di gereja ortodoks diasumsikan
dan ditemukan. Diasumsikan karena segala sesuatu didalamnya merupakan hidup
dari hereja yang terlihat dari kacamata gereja dan sedang ditemukan karena
tugas dari pendidikan agama di era modern ini adalah menemukan kegiatan relatif yang baru. Lebih jauh
lagi, teologi orthodox itu sendiri pernah menjadi satu mata pelajaran yang
diperbaharui dan ditemukan hal baunya selama abad dua puluh ini, sebagai akar
partistik yang sedang dipulihkan dan diungkap. Dari konteks paham teologi orthodox
ada premis pendekatan yang mendasar untuk memhami dasar dari teologi ini,
yaitu:
1. Teologi
dan pendidikan agama adalah hal yang fundamental dalam gereja;
2. Teologi
dan pendidikan
agama adalah dasar dalam memahami Tuhan dan ke-Tritunggal-anNya, dalam hubungannya
juga dengan kita umat manusia;
3. Teologi
dan pendidikan agama harus dikomunikasikan dalam kepenuhan dan keutuhan.
Bagian
Dua: Filosofi Teologi
Dalam tulisan oleh Larry Rasmusen, segala sesuatu
yang nyata pada akhirnya akan musnah. Kenyataan yang ada pada hakekatnya saling
berhubungan. Manusia merasakan adanya suatu wujud yang terdiri dari hubungan
antar entitas yang nyata. Kenyataan tersebut adalah sosial dan perubahan,
sesuatu yang baru dan kreativitas yang memiliki kemungkinan membuka kebebasan
manusia. Masa depan terbuka tetapi bukan terhadap umat manusia, melainkan
terhadap Tuhan. Tuhan-lah yang turut bekerja tapi tidak dapat diidentifikasikan
secara kosmos.
Goggin
melihat adanya tiga prinsip
dalam pendidikan agama, yaitu:
1) Realitas
dan Tuhan saling berhubungan dan memiliki koneksi;
2) Ciptaan
adalah aktivitas yang dilakukan secara terus menerus baik oleh Tuhan dan dunia,
dengan terlebih dahulu adanya hal yang baru pada intinya;
3) Pembelajaran
terjadi saat ada kaitannya dengan pengalaman
manusia.
Dalam ini teologis empiris berhubungan dengan metode
empiris yang mana pendekatannya melalui pengalaman dan nilai-nilai yang ada.
Paham empiris memiliki penafsiran yang cukup luas bahkan untuk dihubungkan
secara keseluruhan, kesadaran penuh dan rasa penghargaan dengan pola yang
dipengaruhi oleh pengalaman sebagai dasarnya. Tuhan diinterpertasikan sebagai
Ilahi yang lebih, bahkan lebih kreatif dari sekedar faktor penghasil nilai
kreatif atau bagian dari kreatifitasNya.
Yesus merupakan suatu bentuk kreativitas Tuhan dalam
sejarah tokoh dan peristiwa pernyataan Tuhan sendiri sepanjang sejarah. Gereja
memperkenalkan syarat dari persekutuan dengan adanya penyembahan di dalamnya.
Tujuan dari pendidikan agama adalah untuk memposisikan Tuhan pada pusat kehidupan
dan membawa pelajar mengalami relasi yang benar dengan Tuhan dan sesama.
Dalam berbagai pemberontakan melawan paham teologi
tradisional, keberadaan paham eksistensial hadir dalam beberapa keadaan yang
sulit. David White dan Frank Rogers Jr. meyusun daftar utama ajaran dari
filosofi eksistensial kemudian mengembangkan implikasi teologinya. Dalam
pemikiran Bultmann, Yesus telah bangkit dan hidup sebagaimana dijelaskan pada
kitab Injil yang merupakan kebenaran Kristiani. Keberadaan Yesus dinyatakan
dalam wujud manusia yang berawal dari Firman Allah. Keberadaan telah membawa
hasrat keinginan kembali kepada tindakan keingin tahuan yang mana berpusat pada
pribadi Allah. Penekanannya tidak lagi mempermasalahkan pokok pemahamannya,
melainkan tanggung jawab atas paham eksistensial ini atau level pendalamannya, menjadi
perantara dan andil dalam menciptakan hal yang akan terjadi.
1. Proses
Teologi dan Pendidikan Agama
Tidak ada sistem pemikiran manusia yang mampu
menyembuhkan semua penyakit di dunia, namun untuk menguraikan pendapat dari
Whitehead, dimana penemuan dan gagasan yang memadai tentang kenyataan didapat
lebih dari sekedar etika atau cara mengasihi. Selama masa perang dunia kedua korban
akibat peperangan memancarkan sinar kengerian melalui lapisan peradaban manusia;
sebuah prisma mengerikan yang telah mematahkan kepuasan dalam diri selamanya. Dalam
teori ini menjadi muncul juga sebuah pertanyaan dasar dalam membantu memahami
proses teologi yaitu apakah proses berpikir dan kondisi postmodernisme yang
konstruktif memberikan cara baru agar membantu manusia melihat kondisinya dan
memahami apa arti menjadi rekan pencipta dengan Tuhan? Dapatkah visi persuasif orang Galilea,
pendamping yang lembut yang menyelamatkan yang dapat diselamatkan dan memanggil
manusia untuk menjadi rekan penebus, mendorong sebuah tangung jawab dan
membawanya dalam kehidupan? Proses Teologi menawarkan visi untuk memahami
realitas dan Tuhan dan menyediakan pendekatan pendidikan agama yang memiliki
keterkaitan satu sama lain, kreatif dan menebus, bergerak dengan gereja di
dalam masa depannya dan zaman yang baru.
2. Teologi
Empiris dan Pendidikan Agama
Masa depan pendidikan agama, dari sudut padang
teologi empiris, bergantung pada kemampuan manusia dalam menyampaikan tentang
Tuhan dengan cara, si pendengar akan mengerti berdasarkan dari pengalaman
pribadinya. Hal ini menunjukan kesadaran akan budaya tertentu dan asumsi
tentang alam dan kenyataan dimana pendengar menghadirkan dialog dan kapasitas
dari pengajar untuk bergerak dalam keterbatasannya.
Dalam budaya yang plural; akan ada menimbulkan
berbagai macam kekayaan asumsi-asumsi dan mungkin Keberadan Allah yang
naturalistik
sebagaimana dikembangkan dari metode empiris yang akan memberikan pilihan hanya
kepada yang minoritas.
Pendidikan agama akan menjadi efektif sejauh ini hal
tersebut mencerahkan mereka yang menghadapi situasi kehidupannya. Mereka
memiliki kebutuhan mendasar akan cinta dan penerimaan, dari beberapa tingkat
disiplin dalam hidup mereka, untuk kesempatan dan kebebasan untuk
tumbuh dan beberapa kepuasan tentang rasa misteri
dalam hidup mereka. Orang akan menjadi sangat
bosan untuk mendengarkan jika mereka diberikan pemikiran yang sudah lembam
(basi). Konsep yang menghidupkan dan komitmen kebangkitan dari pengalaman, sebagaimana halnya penyembahan
dalam jemaat dalam dialog yang saling mendukung, dalam kesendirian dimana satu
kebatinan parasite terbangun dan dalam hubungan dengan orang lain dan Tuhan
dalam relasi “Saya – Engkau”. Dalam Anugerah dan Kasih Karunia Tuhan relasi
keimanan sangar penting dalam mengarahkan manusia pada keyakinan kita dan
melamahkan tindakan keberdosaan manusia
3. Eksitensial
Teologi dan Pendidikan Agama
Eksistensialisme Teologi, memiliki Semangat yang
berkaitan dengan kehidupan dan sejarah telah dicirikan sebagai melankolis
sebagaimana yang didirikan oleh Dane dan Soren Kierkegaard. Ini bukan cerita
tentang kegembiraan dan terang, akan tetapi ketidaksukaan dari pesannya yang
telah diselimuti oleh kecemasan, ketakutan, ketidakberartian dan kematian. Akan
tetapi bagi mereka yang memiliki mata untuk melihat, yang memiliki telinga
untuk mendengar bahasa dan keinginan, eksistensialisme telah mengangkat
beban yang berat dari kematian orthodox.
Dalam proses pendirian suatu agama, eksistensialisme
pernah mempermalukan seorang anak yatim yang berbicara dalam bisikan. Untuk
pendidikan agama, eksistensialisme telah diliputi oleh wawasan yang memberikan
isyarat tentang subjektifitas, tanggung jawab, relasionalitas, dan perjumpaan.
Saat ini ada beberapa orang yang menyetujui bahwa pendidikan keagamaan yang
murni muncul dari paham perspektif ekstensialis. Akan tetapi eksistensialisme
terus berlanjut dan
mendapatkan banyak penghormatan dari banyaknya yang menggunakan paham ini
sebagai referensi dalam catatan kaki Heideggerian. Namun pandangan yang
mendasar eksistensialisme tetap seperti daging kecil yang menempel pada dahi
agama- mungkin tidak benar-benar diabaikan. Eksistensi tidak mendahulu esensi.
Pendidikan untuk subjektivitas harus menjadi bagian dari pertimbangan dari para
pengajar pendidikan agama.
Bagian
Tiga: Teologi Khusus
Prioritas relasi dengan Tuhan dalam kasih karuniaNya
adalah hal yang sangat penting untuk disuarakan dalam pendidikan Kristen.
Sehingga hal ini akan mengarahkan pelajar kepada pertumbuhan keyakinan iman dan
dalam tindakan sebagaimana mestinya. Hal tersebut merupakan hal yang mendasar
dan harapan bagi pendidikan Kristen dimasa ini dan masa yang akan datang.
Pada bagian ini, Elizabeth Dodson Gray bersikeras
mempertahankan argumennya bahwa teologi feminis membutuhkan rekonstruksi total
dari sebagian besar teologi dan sejarahnya. Wanita sering kali hilang dalam
sebagain besar cerita. Gray beranggapan bahwa wanita dalam paham teologi
diperlukan agar adanya suatu pengakuan akan kesetaraan antara pria dan wanita
dalam teologi yang inklusif. Pendidikan manusia sudah seharusnya membebaskan
kita dari dominansi patriarki karena iblis bisa saja memakai hal tersebut
menjadi alatnya untuk menyesatkan manusia.
Kekhususan paham teologi mulanya bangkit dari
lingkaran Katolik yang berpusat pada Injil. Hal tersebut dapar dibandingkan
dengan teologi Alkitabiah dalam periode yang sama dan dipengaruhi oleh banyak
pelajar Protestan seperti Iris Cully. Namun Josef A. Jungmann bersikeras bahwa
hal ini didasari dari iman akan Kristus adalah pusat dari proses keselamatan
dalam sejarah. Namun paham ini sangat lemah karena melihat dari tradisi orang
Yahudi pada masa perjanjian lama dan perjanjian baru. Mary Boys membuat
kesimpulan dari kondisi ini dan menjelaskan bahwa hal tersebut berasal dari
budaya Yahudi yang memberikan pengaruh pada teologi sampai saat ini.
Jerry H. Stone mengemukakan pendapatnya mengenai hal
terbaik dalam menghubungkan antara pengalaman manusia dan misteri kehadiran
Tuhan melalui suatu kisah. Kisah, baik itu sejarah atau bukan dapat memimpin
manusia mempersatukan mereka dalam kisah kehidupan manusia. Saat kita memahami
alur dan karakeristik interaksi dalam kisah tersebut, kita dapat
menginterpertasikan kisah Yesus dari sudut pandang kita. Ketika kita membalikan
perumpamaan Yesus dan menemukan bahwa mereka terbuka akan paham kisah
keagamaan.
Pada bagian akhir dari teologi khusus ini pada
akhirnya akan membawa kita memahami adanya paham teologi lain yang dapai
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan umat manusia, dilihat dari sistem soslanya
dan cara penyampaiannya. Oleh karena itu penjelasan singkat tentang
masing-masing teologi dikaitkan dengan pendidikan agama adalah sebagai berikut:
1. Teologi
Feminis dan Pendidikan Agama
Titik tolak teologi feminis adalah pengalaman
perempuan, dan penolakan terhadap sistem
‘patriarki’ (struktur masyarakat di mana kaum laki-laki lebih superior
dibandingkan perempuan). Perempuan,
dalam argumentasi teologi feminis, akan berhasil menjadi manusia. Feminis
Kristen mendekati teks setidak-tidaknya dengan tiga penekanan, yakni Pertama,
mencari teks tentang perempuan untuk menentang teks-teks terkenal yang
digunakan "menindas" perempuan. Pengorbanan
seorang anak perempuan korban nazar ayahnya. Teolog feminis berani mengatakan
bahwa Paulus tidak memiliki pandangan yang konsisten tentang wanita. Paulus
kadang-kadang menempatkan wanita dalam posisi lebih rendah daripada pria, namun
kadang-kadang juga sebaliknya. Jadi, ketika kita membaca Alkitab, kita tidak
boleh mengabsolutkan budaya pada saat Alkitab ditulis. Untuk memperoleh
kebenaran Allah, kita harus menghilangkan unsur-unsur budaya ketika melakukan
interpretasi. pria dan wanita memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
sama baik di gereja maupun dalam rumah tangga. Kesimpulan lain dari penafsiran
ini ialah bahwa tujuan panggilan Kristen adalah kemerdekaan.Jadi
"pengalaman perempuan" adalah kunci penafsiran bagi teologi Feminis
oleh terjadinya proses kesadaran kritis terhadap pengalaman perempuan dalam
kebudayaan androsentris. Karena itu pengalaman mengisyaratkan adanya perubahan
mendasar yang memungkinkan mereka bersentuhan, menyadari dan menilai
pengalaman-pengalaman seksisme (pembedaan tidak adil sehubungan dengan
keberadaan mereka sebagai perempuan) dalam masyarakat patriarkal. Tentu hal ini
perlu ditekankan pada pendidikan agama Kristen di kelas.
2. Teologi Kerygmatik dan
Pendidikan Agama
Teologi Kerygmatik berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti khotbah atau proklamasi. Dua perkembangan utama pada gereja Eropa
adalah pergerakan
tata ibadah dan dan gerakan Alkitab.
Dalam paham pembelajaran teologi kerygma diekspresikan dalam pengakuan dan
kata-kata pada sakramen, intelektualitas
doktrin dan membuatnya menjadi relevan dan dapat diterima oleh murid. Melalui
pembelajaran teologi kerygma dan persekutuan menjelaskan adanya pengalaman penebusan
yang dialami oleh pelajar akan memberikan kekuatan dalam kominutas tersebut
dalam menjadi saksi dunia.
Proklamasi dari kabari baik bahwa Tuhan telah datang
mengambil wujud manusia untuk menyelematkan umat manusia melalui Tuhan Yesus
Kristus adalah pesan yang pertama yang ingin disampaikan saat ini pada paham
teolog ini. Pembelajaran juga harus memberiktakan tentang kabar injil. Kerygma
adalah konsep Alkitabiah
yang mana mengajarkan cara untuk berkhotbah mengajarkan murid
untuk membawa berita keselamatan dengan cara memproklamasikan keselamatan itu
dalam bentuk khotbah.
3. Teologi
Narasi dan Pendidikan Agama
Pendekatan narasi memang memberikan sebuah proposal bahwa
pemahaman teologi dapat dibangun berdasarkan pemahaman dan penghayatan sebuah
cerita di dalam sebuah konteks budaya tertentu. Jika seseorang membaca sebuah
cerita, maka ada kemungkinan inti berita yang ada di dalamnya tidak dipahami,
namun cerita tersebut tetap akan memberikan pengalaman khusus yang tidak sama
dengan orang lain ketika membaca cerita yang sama. Kondisi semacam ini
sebenarnya sangat berharga baginya karena makna cerita itu mengakibatkan
perubahan hidup dan membawanya kepada cakrawala hidup yang lebih terbuka.
Dengan kata lain, cerita dapat digunakan sebagai sarana penyampaian iman. Di dalam
perkembangannya kemudian, metode ini lebih condong mengikuti perkembangan dalam
ilmu sastra. Anggapan dasar yang menjadi titik tolaknya adalah bagaimanapun
sejarah kejadian sebuah teks bukanlah merupakan suatu masalah karena yang
penting adalah bagaimana melihat dan memahami hasil akhir dari teks tersebut.
Sebuah teks harus didekati dan dipahami sebagai sebuah kesatuan dan bukan
sebagai suatu kumpulan tradisi. Petunjuk atau kata-kata kunci menafsirkan teks
sebenarnya sudah di “sembunyikan” oleh penulis di dalam tulisannya. Itulah
sebabnya tidak perlu menggunakan sarana pembantu dari luar untuk
menafsirkannya, melainkan kembali ke dalam teks dan menemukannya di sana. Yang
perlu dilakukan di sini adalah mencari dan menemukan relasi internalnya. Dengan
memperhatikan peran dari bahasa, pembaca akan dapat melihat realita dan
pengalaman hidup iman dengan lebih tajam. Sehingga banyak hal di dalam Alkitab
akan terpahami secara lebih nyata dibandingkan dengan sekumpulan dogma yang
sulit dipahami dan sulit teraplikasi sebagai produk metode berteologia
sebelumnya.
4. Teologi
Liberasi dan Pendidikan Agama
Dalam bab ini, teologi bebas/liberasi menyediakan
landasan yang esensil dalam melihat agama dalam suatu pembelajaran. Kita tidak
dapat berasumsi, bagaimanapun teologi liberasi itu sendiri dapat menyediakan
fondasi teologi yang cukup menjelaskan pergerakan di dalammnya dikaitkan dengan
pendidikan agama baik dari teori dan prakteknya. Namun begitu, kita dapat
mengklaim bahwa pergerakan
teologi ini menyediakan kontribusi yang cukup dan memang sangat diperlukan
dalam pendidikan agama. Tantangannya adalah bagaimana komunitas kristiani dapat
menjaga konsistensi dari kebebasan itu sendiri dalam pendidikan agama Kristen
secara holistik
yang mana kebebasan itu adalah adanya keadilan dan kedamaian. Dan perubahan baik secara sosial dan personal, tentu
dapat masuk juga dalam era millennium seperti saat ini dengan pendekatan secara
langsung.
5. Teologi
Hitam dan Pendidikan Agama
Teologi “pembebasan
kulit hitam” adalah turunan dari teologi pembebasan yang lahir di Amerika
Selatan, yang kebanyakan bersifat humanistik, karena berusaha untuk mengaitkan
pengajaran Kristen pada nasib orang miskin. Teologi pembebasan kulit hitam
umumnya berfokus pada orang Afrika dan secara khusus pada orang Afrika-Amerika,
agar dibebaskan dari segala macam perbudakan dan ketidakadilan, yang nyata
terlihat ataupun yang hanya dapat dirasakan, baik dalam bidang sosial, politik,
ekonomi, ataupun agama. Tujuan dari teologi pembebasan kulit hitam ini
adalah untuk “membuat Kekristenan menjadi nyata bagi kaum kulit hitam.”
Kesalahan utama dalam teologi pembebasan kulit hitam ini justru terkait fokus
dari teologi itu sendiri. Teologi pembebasan kulit hitam berusaha membawa
Kekristenan pada usaha pembebasan dari masalah ketidakadilan sosial di dunia
ini dan saat ini, bukannya untuk kehidupan setelah kematian. Hal ini
sangat diperlukan ada dalam pendidikan agama karena mengajarkan kepada anak
bahwa Allah tidak pernah melihat ras seseorang karena pada dasarnya keselamatan
adalah untuk semua orang tidak terbatas pada ras atau
warna kulit manusia.
6. Teologi
Ekologis dan Pendidikan Agama
Teologi ekologi berdasarkan tradisi teologi
Kristiani yang menggaris bawahi sejumlah titik pandang teologis, seperti
penciptaan sebagai suatu proses melalui itu Allah menciptakan dunia; peran khas
manusia sebagai partner Allah Pencipta, selaku gambar dan rupa Allah, merawat
dan memelihara ciptaan atas nama Allah; antroposentrisme tidak memiliki akar
dalam teologi ekologi Kristiani. Bagi orang-orang Kristen memelihara ciptaan
merupakan suatu kewajiban yang berakar dalam iman Kristiani. Kata-kata Kunci:
Teologi ekologi, ekosistem, penciptaan sebagai proses, Teosentrisme,
antroposentrisme, gambar dan rupa Allah, mistisisme, penyair ontologis. Paham
ini perlu diajarkan pada pendidikan agama Kristen mengingat bahwa penebusan
tidak hanya untuk manusia, akan tetapi seluruh ciptaan hewan dan tumbuhan.
Tanggapan Kritis
Pengaruh banyaknya
teologi yang ada kehadiran Pendidikan Agama Kristen. PAK tidak boleh bergantung
pada teologi. PAK tidak hanya menjadi sebuah pendidikan tapi Alkitab menjadi
Pondasi dalam mendidik.
Pendidikan dalam hal
pemberitaan atau penginjilan berfokus pada memampukan seseorang untuk
mengeksplorasi dan memahami dimensi-dimensi iman tersebut serta meneguhkan
respons mereka. Respons seperti itu mencakup, awalnya secara pribadi, kemudian
dibagikan kepada orang lain. Pemberitaan (kerygma) adalah sesuatu yang krusial
dalam proses tersebut, dengan adanya pertemuan-pertemuan yang mengandung unsur
pendidikan menjadi sarana untuk mendiskusikan isu-isu iman yang melengkapi
pemberitaan Injil. Ada banyak pondasi Alkitab yang dapat diambil dan dirajut
untuk membangun pendidikan Kristen dengan tujuan membentuk suatu karya tenunan
yang indah dari pelayanan pada Yesus Kristus. Perspektif Kitab Suci
merupakan data esensial untuk membangun pelayanan pendidikan Kristen.[2]
III.
Tawaran
Konstruksi Pak Yang Dapat Dilakukan Di Jemaat/Lingkungan
Ilmu teologi dalam pendidikan Kristen yang ditawarkan
dalam buku ini adalah tentang teologi narasi dan
pendidikan agama yang memudahkan
pendengar dalam memahami teologi dan bisa dihayati dalam kehidupan jemaat.
Teologi narasi ini juga sangat disukai anak-anak sekolah
minggu karena ada alur cerita dan biasanya teologi narasi ini dekat dengan
teks-teks sejarah seperti kejadian dan kisah para rasul. Kita tidak perlu
menggunakan sarana pembantu dari luar untuk menafsirkannya, melainkan kembali
ke dalam teks dan menemukannya di sana. Yang perlu dilakukan di sini adalah
mencari dan menemukan relasi internalnya. Hanya dibutuhkan dalam teologi narasi
ini adalah pemahaman dari pembaca Alkitab.
IV.
Penutup
Buku ini menarik untuk dibaca dalam memahami dan menambah
wawasan teologi serta posisi Pendidikan Agama Kristen dalam posisi
teologi-teologi yang ada. Buku ini kaya dengan teologi-teologi yang ada
membantu melihat perbedaan teologi yang ada yang kerap berdampingi dengan
Pendidikan Agama Kristen sebagai ilmu praksis teologi.
Daftar Pustaka
Crump miller Randolph
Theologis Of Religious Education ,Ilmu Teologi Dalam
Pendidikan Agama Kristen
Sumber Lain:
[1]
Randolph crump miller, Theologis Of Religious Education ,Ilmu
Teologi Dalam Pendidikan Agama Kristen
[2] diambil pada
selasa, 6 juni 2018, pukul, 17.52 wita, https://siteligulo10.blogspot.com/2016/ 09/dasar-teologi-dari-pendindikan-agama.html
No comments:
Post a Comment