Wednesday, 17 April 2019

Trinitatis


BAB I
PENDAHULUAN
Pada pembahasan tentang ajaran Trinitas pada abad I mengatakan bahwa dalam kitab suci Perjanjian Baru tidak ada ajaran tentang Allah Tritunggal. Tetapi akar-akar ajaran Trinitaslah yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Berbicara mengenai Trinitas, berarti kita berbicara tentang Allah  Israel sebagai aksiom. Ini berarti pembicaraan tentang Trinitas harus membahasa tentang Allah yang datang. Di mana Allah Israel datang dalam sejarah umatNya, dengan jalan yang kongkret. Kekongretan ini pada saat Allah datang dalam kebebebasan pilihanNya, di mana Allah dengan kebebasanNya meilih Israel sebagai umatNya dan berjalan bersama-sama dengan Israel. Berbicara tentang kedatangan Allah Israel berarti kita akan melihat sejarah kedatangan tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Alkitab. Oleh karena itu kita harus melihat Perjanjian Lama sebagai kesaksian sejarah keselamatan tetap aktual sampai Perjanjian Baru. Keyakinan bahwa Perjanjian Lama tetap aktual dalam Perjanjian Baru haruslah menjadi hal yang diperhatikan bahkan menjadi prasyarat dalam memahami Allah.
Kita harus menyadari bahwa ajaran Trinitas merupakan ajaran yang berasal dari tradisi iman. Sehingga pemahaman tradisi ini harus diterangi oleh aksiom, ini berarti tradisi harus berhubungan dengan nama Allah, yaitu berhubungan dengan kekudusan nama Allah tersebut. Jadi, dalam pemahaman tradisi harus menguduskan nama Allah, kekudusan nama Allah harus menjadi syarat Trinitas.
Nama Allah memiliki peranan yang sangat penting dan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam memulai pemahaman akan ajaran Trinitas. Nama Allah dalam sejarah kedatangannya tetap harus dilihat dalam kekonkretan Perjanjian Lama. Dalam kekongretan Perjanjian Lamalah pemahaman akan sejarah dapat dicapai. Sehingga pemahaman akan Trinitas akan masuk ke dalam sejarah. Sehingga Allah dipahami sebagai janji dan kemerdekaan seperti yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Konsep Trinitas yang berkata di dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Dapat diterima apabila dirubah dengan di dalam nama “kehadiranNya sebagai Bapa, kehadiranNya dalam Yesus, dan kehadiranNya dalam Roh.


BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Doktrin Trinitas Dalam Dogma
Untuk membuat jelas bagaimana proklamasi Gereja harus diukur dengan Kitab Suci, pertama-tama menyelidiki konsep sebelum wahyu, penyelidikan ini sangat perlu karena terikat oleh Kitab Suci sebagai saksi wahyu. Mungkin lebih penting dari apapun yang dogmatika bisa mengatakan bahwa Alkitab dalam Gereja memiliki tempat yang khas. Dalam kasus doktrin Kitab Suci serta ajaran Allah tersesat dalam pertimbangan yang dengan terpaksa sampai pada kesimpulan yang sama sekali tidak relevan dengan objek seolah-olah kedua doktrin nyata.[1]

a.      Akar Doktrin Trinitas
Menurut wahyu Alkitab Allah sendirilah yang berbicara secara langsung. Kebebasan, kekuasaan, ketuhanan adalah nyata dan benar dalam Allah sendiri dan hanya dalam Allah sendiri. “Allah menyatakan diriNya sebagai Tuhan” berarti Ia mengungkapkan bahwa hanya diriNya sendiri yang dapat mengungkapkan diriNya, karena wahyu itu dibuktika oleh Kitab Suci yang kita sebut “akar doktrin Trinitas”.  Dia adalah Allah yang memiliki dan menjalankan kebebasan dan kekuasaanNya. Doktrin Trinitas adalah pengandaian dasar dari ajaran Allah.[2]

b.      Vestigium Trinitas
Awal atau akar dari doktrin Trinitas adalah Allah sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dengan kata lain, konsep wahyu Alkitabiah itu sendiri adalah akar doktrin Trinitas. Doktrin Trinitas tidak lain terungkap tentang pengetahuan bahwa Yesus adalah Kristus atau Tuhan. Jika ada pengakuan bahwa ada Vestigium Trinitatis maka pertanyaan yang muncul adalah bahwa tidak menganggap akar kedua dari doktrin Trinitas[3].
Ansemus dari Canterbury melihat ketritunggalan didalam ‘mata air, sungai dan lautan, yang dapat dianggap sebagai vestigia Trinitatis. Luther melihat didalam tiap-tiap kreatur yang diciptakan Allah Ketritunggalan dalam bentuk hakekat dan potentia sebagai vestigia Trinitatis.[4]


II.2. Trinitatis Didalam Sejarah Gereja
            Kita mengakui bahwa istilah Trinitas itu tidak kita perdapat dalam Alkitab baik dalam wasiat lama, maupun dalam Perjanjian Baru. Tertulianus mungkin sekali yang pertama memakai istilah itu untuk Allah Tritunggal, tetapi meskipun istilah itu tidak ditemukan dalam Alkitab, itu tidak berarti bahwa isis dan hekekat dari istilah Trinitatis itu adalah hasil dan buah penyelidikan dan penjelajahan Theologia dari Alkitab itu. Pada abad-abad pertama pengakuan Kristen itu sudah mulai terancam oleh filsafat Gerika mengenai ajaran emanasi. Segala sesuatu keluar dari Allah Bapa, dan yang paling pertama keluar dari Allah ialah ‘logos’ itu bukanlah seratus persen Allah. Makin jauh emanasi itu dari Allah, makin berkuranglah ke Allahannya. Ajaran ini merupakan ajaran yang dianut oleh Origenes dan telah ditolah oleh gereja.
            Ajaran lain yang dikemukakan oleh Paulus dari Samosata ialah bahwa Yesus itu hanyalah manusia biasa saja. Lambat laun dia menjadi sekehendak dengan Allah oleh karena kekuatan ilahi yang bekerja dalam dirinya karena dia dianggap sebagai Anaknya. Dalam rapat synode telah menolak ajaran ini pada tahun 264 dan tahun 268.
            Menurut anggapan Sabelius yang mengemukakan bahwa Bapa, Anak Roh Kudus adalah tiga nama, tiga kedok, tiga bentuk, tiga cara muncul dan yang dengannya Allah pernah menyatakan diri. Oleh sebab itu anggapan ini disebut modalisme, dimana konsekuensi dari ajaran ini ialah bahwa Allah Bapa sendirilah yang disalibkan dan mati. Sebab itu lawan-lawannya menamakan ajaran ini ‘Patripassianisme’, (Pater:Sang Bapa; Passus est:telah menderita). Dimana ajaran ini juga telah ditolak oleh synode-synode. Pertikaian telah memuncak tahun 320 sewaktu Arius mengemukakan ajarannya mengenai bahwa Yesus Kristus bukanlah Allah, melainkan makhluk yang pertama yang tidak kekal, tidak sehakekat dengan Allah. Sifat-sifatnya yang ilahi adalah anugerah saja dan hanya meliputi sebahagian dari sifat Allah. Ajaran Arius ini juga telah ditolak oleh Konsili Nicea tahun 325 dengan rumusan bahwa Anak Allah adalah sehakekat dengan Bapa. Anthanasius tahun 373 telah mempertahankan rumusan Nicea, bahwa didalam segala hal Anak sama sekali satu dengan Allah Bapa. Dalam Alkitab yang kita percayai tidak ada yang mengatakan bahwa Allah adalah Tritunggal, akan tetapi dogma tentang Allah yang Esa itu ada dalam alkitab yang kita percayai. Dimana ajaran Tinitas yang timbul dari Christologie, dari hal tersebut mengenai Kristus telah nyata bahwa soal Cristologie bukanlah suatu soal teoritis dan abstrak, melainkan intisari dari berita keselamatan itu, seperti yang telah dinyatakan dalam Alkitab. Allah telah menjadikan manusia didalam Yesus untuk menyelamatkan kita. Yesus benar-benar satu dengan Allah dan juga benar-benar satu dengan kita manusia. Berikut ini ajaran Perikhorese yang mengatakan: Allah Bapa (Pencipta), Allah Anak (Pendamai), Allah Roh Kudus (Pelepas). Pekerjaan Allah Anak adalah sebagai Pendamai. Tetapi didalam pekerjaan pendamai itu, Allah Bapa tidak tinggal diam; justru Allah Bapa-lah yang menyuruh Anaknya yang tunggal itu kedunia ini untuk mendamaikan kita manusia (2 Kor. 5:19). Seterusnya didalam sejarah dogma kita temui suatu istilah filioque yang mempunyai isi, bahwa Roh Kudus bukan hanya keluar dari Allah Bapa, melainkan juga dari Anak. Itu berarti Allah Roh Kudus ikut serta juga didalam pekerjaan Allah Anak.[5]

II.3. Allah Sebagai Bapa
Allah menyatakan diriNya sesuai dengan Kitab Suci sebagai pencipta, yaitu, Tuhan dalam keberadaan kita.Dengan demikian Dia adalah Allah Bapa, karena Bapa dari Allah putra-Nya dalam diriNya. Pada fasal pertama pengakuan iman umat percaya dinyatakan mengenai Allah. Hal itu dapat terjadi karena pekerjaan Roh Kudus yang menyatakan kepada kita kebenaran Allah. Oleh karena dalam pengakuan iman tersebut kita tidak berbicara tentang hakekat Allah dan sifat-sifatNya dengan memberikan suatu uraian secara akal budi atau secara filsafat, seolah-olah Allah menjadi salah satu “objek” bagi pemikiran kita manusia. Bahaya yang selalu mengancam adalah bahwa kepercayaan kepada Allah yang hidup itu kita ganti dengan hanya mempunyai suatu pengertian tentang Allah. Artinya, bahwa sebenarnya kita menganut sesuatu ilah, yang adalah ciptaan pikiran atau kesalehan kita. Namun, kemudian Karl Barth mengagetkan gereja tentang keberagamaan manusia. Dia mengatakan bahwa ada jarak yang tidak terbatas antara manusia dengan Allah. Allah merupakan rahasia. Ia mendiami terang yang tidak terhampiri, lewat batas akal budi kita, perasaan kita, keinginan-keinginan kita, kesalehan kita, keberagamaan kita. Ia adalah Allah yang tidak dapat dimengerti, sekalipun Ia menyatakan diriNya. Allah menyatakan diriNya di dalam Yesus Kristus, dalam hal itu Ia mengambil suatu jalan, yang tidak dapat dicocokkan dengan logika dan kesalahan kita.
     Allah adalah Roh. Ia sangat real dan konkrit, sebab Dia bertindak. HidupNya adalah perbuatanNya. pernyataanNya adalah perbuatanNya. Allah adalah kasih. Itu terlihat dalam perbuatanNyayang telah mendatangkan keselamatan bagi manusia. Dia secara konkrit mengasihi mahluk ciptaanNya. Segala perbuatan kasih yang dilakukanNya adalah berdasarkan pada kedaulatanNya yang merdeka.[6]



II.4. Allah Sebagai Anak
Allah menyatakan diri-Nya sesuai dengan Kitab Suci sebagai Juru Damai, yaitu sebagai Tuhan, di tengah-tengah permusuhan kita terhadap-Nya. Dengan demikian Dia adalah Anak yang datang kepada kita, atau Firman berbicara kepada kita, karena Dia begitu mendahului dalam diri-Nya, sebagai Anak atau Firman Allah Bapa.
Berdasarkan kesaksian Alkitab dan sesuai dengan pengakuan gereja , Kristus adalah sungguh-sungguh Allah serta sungguh-sungguh manusia. Kepada nama Yesus  dan gelarNya “Kristus” itu ditambahkan sekarang suatu gelar lagi: Ia disebut “Anak Allah”. Sebagaimana pernah dikatakan ungkapan-ungkapan “Allah Bapa” dan “AnakNya’ menunjuk kepada hubungan yang istimewa, bahkan yang eksklusif, antara Allah Bapa dengan “Yesus Kristus”. Maksudnya hubungan itu berbeda dengan hubungan manusia dan sesamanya. Pengakuan Nicea-Konstantinopel tidak saja menekankan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh Allah, tetapi serentak bahwa ia sungguh menjadi manusia. Itulah yang dimaksudkan jika kita bebicara tentang dua “tabiat” Kristus, tentang “tabiat Ilahi” dan “tabiat ManusiawiNya”. Gelar “Anak Allah” yang arti dan maksudnya menekankan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sunguh Allah.[7]


II.5. Allah Sebagai Roh Kudus
            Yang Allah menyatakan diri-Nya sesuai dengan Kitab Suci sebagai Penebus, yaitu sebagai Tuhan yang membebaskan kita. Dengan demikian Dia adalah Roh Kudus, dengan menerima siapa kita menjadi anak-anak Allah, karena, sebagai Roh kasih Allah Bapa dan Allah Anak, Dia begitu sebelumnya dalam diri-Nya. [8] Roh Kudus adalah Allah sendiri yang datang kepada umatNya, yang menyatakan diriNya lewat tindakan. Allah menyatakan dirinya melalui Alkitab, jika di dalam Alkitab membicarakan tentang Allah Bapa, maka dibicarakan juga tentang Yesus Kristus dan Roh Kudus, demikianlah Allah menyatakan diriNya, yaitu dengan tiga nama yang menunjukkan kepada tiga cara beradaNya sebagai Allah Bapa, sebagai Allah Anak, sebagai Allah Roh Kudus, ketiga itu bukan menunjukkan tiga Allah melainkan Allah yang esa. Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Roh Allah dipandang sebagai Roh Kudus, yakni diri Allah sendiri, sejauh Dia dapat hadir pada ciptaan. Ciptaan oleh karenanya membutuhkan Pencipta agar dapat hidup. Roh Allah adalah Allah yang bebas untuk hadir pada ciptaan, dan untuk menciptakan hubungan dengan ciptaan, dan oleh karenanya menjadi sumber kehidupan ciptaan. Dan Roh Allah, yakni Roh Kudus, secara khusus dalam penyataan, adalah diri Allah sendiri.[9]
Bagian kedua dan ketiga dalam Pengakuan Iman erat sekali terikat satu yang lain. Allah sudah bertindak (obyektif) di dalam sejarah, bagian kedua itu menyatakan bahwa di dalam Yesus Kristus, Allah telah datang ke dunia ini dan kepada umat manusia dalam rangka penyelamatan. Bagian ketiga Pengakuan Iman menyatakan, bahwa kita sendiri (subyektif)yang dimaksudkan dalam pekerjaan Allah itu: oleh pekerjaan Roh Kudus di dalam hati dan hidup, maka kita dilibatkan dalam rangka penyelamatan Allah, sehingga benar-benar manusia ambil bagian dalam keselamatan itu.
Di dalam Alkitab bahwa Roh Kudus diam dalam diri kita (Roma 8:9,11; 1 Kor 3:16; 6:19;2 Kor 6:16), karena itu adalah petaruh ataupun panjar yang kini diberikan kepada manusia sebagai jaminan tentang keselamatan yang dijanjikan (2 Kor 1:22; 5:5; Ef. 1:14), bersama-sama dengan roh orang beriman, Roh Kudus memberikan kesaksian kepada kita bahwa sungguh umat menjadi anak-anak Allah (Rom. 8:16), segala sesuatu diselidikiNya bagi kita dan di dalam kita, juga rencana keselamatan Allah (1 Kor 2:10). Oleh Roh Kudus , kasih Allah dicurahkan ke dalam hati manusia (Rom. 5:5). Kelahiran kembali serta pembaharuan manusia adalah pekerjaan Roh Kudus (Yoh. 3:3,8). kepada orang-orang beriman dikaruniakan Roh Kudus dan sungguh Ia dalam manusia (Yoh. 14:17; 2 Tim 4:13). Itulah sebabnya kita dapat menjadi “anak-anak Allah” yang boleh menyebut Allah itu”Bapa”oleh sebab percaya kepada Yesus Kristus (Rom. 8:15, Gal. 4:16).[10]
Roh Kuduslah yang dapat mempertobatkan seseorang karena itu kita menolak ajaran Arminianisme yang mengajarkan bahwa keselamatan tergantung dari pilihan manusianya, dari perbuatan baik yang dilakukannya. Orang Kristen seringkali menganggap pemberitaan Injil sebagai hal yang sia-sia karena kita tidak melihat hasilnya secara langsung. Ingat, kalau seseorang dapat bertobat, itu bukan karena kepandaian kita berkata-kata kalau. Tidak! Semua itu hanya karena anugerah. Orang menganggap seruan Yohanes Pembaptis agar manusia bertobat di padang gurun sebagai hal yang sia-sia namun Allah bekerja dengan luar biasa sehingga penduduk dari segala penjuru bertobat dan dibaptis (Mat. 3:5). Anak Tuhan yang sejati harus menyadari akan keberadaan dirinya sebagai manusia berdosa. Pengampunan dosa akan kita dapatkan kalau kita mau bertobat, yaitu kembali pada kebenaran. Setiap orang Kristen hendaklah menjadi seperti seorang anak dalam perumpamaan anak yang hilang, menyadari bahwa dirinya adalah hamba yang tidak mempunyai hak sebagai anak. Dengan demikian apa yang diajarkan Alkitab merupakan dasar yang teguh sebagai landasan manusia dalam melakukan tindakan dan perbuatan baik.[11]

II.6. Allah Sebagai Penebus[12]
Secara umum jelas dikatakan mengenai Roh Kudus, bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri, sejauh Dia mampu, dengan cara tak terbayangkan nyata, tanpa karena itu menjadi kurang Allah, untuk hadir ke makhluk itu, dan dalam kebajikan kehadiran ini-Nya untuk mewujudkan hubungan makhluk terhadap diri-Nya, dan dalam kebajikan hubungan ini untuk diri-Nya untuk bersedia melakukan kehidupan makhluk itu. Makhluk itu memang membutuhkan Sang Pencipta untuk hidup. sehingga ia membutuhkan hubungan dengan-Nya. Tapi hubungan ini ia tidak dapat membuat.


v  Roh Yang Kekal
Dalam dogma Roh Kudus berarti pengetahuan, bahwa dalam segala hal manusia hanya dapat hadir pada wahyu Allah, sebagai hamba hadir di aksi tuannya, yaitu sebagai berikut, menaati, meniru, melayani; dan bahwa hubungan ini membuatnya berbeda dari setiap hubungan manusia antara majikan dan pelayan.
§  Kami percaya Roh Kudus, Tuhan. Roh Kudus khususnya, adalah bahwa mungkin dalam kasus Bapa dan Anak, bisa dalam keadaan dianggap sebagai ketiga "orang," dalam pengertian modern dari konsep.
§  Kita percaya dalam Roh Kudus pencipta kehidupan. Pernyataan ini juga mengajarkan keagungan Roh Kudus. Itulah sebabnya dalam sebuah alasan analogi “perquem on mia facta sunt” pada artikel kedua menunjukkan fakta bahwa Roh Kudus dengan Bapa (dan Putera) adalah subjek penciptaan
§  Kita percaya dalam Roh Kudus yang diteruskan dari Bapa dan Anak. Kalimat ini berhubungan dengan pernyataan “genitum non factum” pada artikel kedua. Yang utama dari semua harus mengungkapkan peniadaan bahwa Roh Kudus bukanlah sebuah ciptaan. Roh Kudus tidak bisa disebut ciptaan apapun karena Roh Kudus diteruskan dari Allah.
§  Kita percaya dalam Roh Kudus yang bersama-sama dengan Bapa dan PuteraNya sama-sama disembah dan dipuji. Pernyataan ini adalah simbol yang menyatakan keagungan Roh Kudus. [13]

II.7. Pencurahan Roh Kudus sebagai Subjektifitas Kebenaran Wahyu
Menurut Alkitab, Pewahyuan Allah terjadi pada pencerahan kita melalui Roh Kudus Allah untuk mengkaji FirmanNya. Pencurahan yang melimpah dari Roh Kudus adalah berupa Pewahyuan Allah. Dalam kenyataanya terjadi di dalam susunan peristiwa: kebebasan untuk menjadi anak-anak Allah dan untuk mengetahui cinta serta pujianNya melalui “Pewahyuan-Nya”.
Sekarang, kita telah mengambil langkah terakhir dalam konsep pengembangan “pewahyuan” sebagai dasar yang diperlukan dalam dasar ajaran gereja, yang sesuai dengan hukum-hukum yang tertulis di dalam Alkitab dengan memperhatikan perkembangan dogma gereja sejauh ini. Dimana pada sub-tema kali ini akan membahas tentang subjek kebenaran wahyu. Tentang subjek dalam wahyu, berkembang tiga pemahaman mengenai tiga konsep Pernyataan Allah dalam doktrin gereja yang mengungkapkan sisi ketiganya; mengenai ajaran Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam kesatuan dari ketiganya. Mengenai doktrin tentang Trinity, sering kita memperlihatkan keraguan kita pada status manusia-Nya sama seperti kita. Hal yang bisa menjawabnya adalah bahwa Sang Allah yang sesungguhnya dan Tuhan atas diriNya sendiri, yang juga berada di dalam sosok Roh Kudus. [14]

II.8. Iman Sebagai Kepercayaan
Pengakuan dimulai dengan kata-kata yang penting, yaitu "Aku percaya". Sudah seharusnya, bahwa kita menghubungkan semua, yang dapat dikatakan sebagai dasar bagi tugas yang ada dihadapan kita, pada permulaan yang sederhana ini dari pengakuan. Ada tiga dalil yang melukiskan wujud dari iman, yaitu: Iman Kristen itu adalah anugerah pertemuan, dimana manusia bebas mendengarkan sedemikian rupa firman karunia yang Allah telah ucapkan dalam Yesus.[15]
Iman Kristen sebagai inti pemberitaan Gereja, merupakan sebab dan dasar pikiran dari dogmatika. Pemberitaan itu tidak dapat ditolak oleh siapapun, sebab iman itu menjadi subjek yang olehnya kita percaya. Artinya, imanlah yang menjadikan kita percaya akan pemberitaan Gereja. Pemberitaan itu meliputi pemberitaan Injil yang menyebabkan orang yang mendengar dan menerima Injil itu menjadi percaya “Saya percaya kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Credo (pengakuan iman) menerangkan bahwa kata “kepada” menunjuk objek iman yang dipercayai, artinya dari hal mana iman pribadi seseorang bisa hidup. Pengakuan tidak berkata-kata tentang kesubjektifan dan membahas credo obkjektif, tetapi pengakuan itu lebih mengarah kepada apa yang kita alami bahkan apa yang bisa kita perbuat. Sehingga dalam pengakuan iman itu berlaku juga:” Kata “saya percaya” berlaku segenapnya dalam suatu pertemuan dengan yang bukan manusia, yaitu Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, dan karena saya percaya, saya melihat diri saya diserap dan ditetapkan sama sekali oleh objek iman itu sendiri. Kita manusia tidak sendiri dalam kemuliaan kita dan dalam kesengsaraan kita. Tuhan mendapatkan kita, Ia bertindak sebagai Tuhan dan Guru kita. Iman berkata-kata tentang Allah Bapa, Putra dan roh Kudus sebagai Dia yang menemui kita, sebagai objek iman, dan berkata tentang Allah bahwa Ia dalam diri sendiri adalah tunggal, telah menjadi satu untuk kita dan satu pula dalam putusan, yang abadi dan yang dilakukan dalam sepanjang masa, juga tentang kasihNya yang merdeka dan tak bersyarat kepada manusia dari karuniaNya.[16]
Tentang pengakuan iman, yaitu percaya pada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus itu berarti bahwa Allah telah bersatu dengan manusia sebab Dia telah melayakkan manusia untuk bersama dengan Dia. Dalam kemurahan dan sukarelaNya, dan dari kebebasan dalam kedaulatanNya, dari diriNya sendiri Ia hendak menjadi Allah untuk manusia. Dengan demikian, Ia mensabdakan diriNya kepada manusia seperti firmanNya “Aku merahimi kamu”. Persoalannya adalah, dimanakah manusia dapat menemui firman Allah yaitu firman karunia? Firman Allah hanya dapat ditemui di dalam Dia yang telah memperdengarkannya kepada manusia, dan seperti yang terdapat dalam pasal kedua pengakuan iman rasuli, yaitu: percaya kepada Yesus Kristus, karena hanya di dalam Yesuslah kita berjumpa dengan Allah sebab Dia adalah Anak Allah sekaligus Anak Manusia. Yesus Kristus adalah Immanuel artinya bahwa Allah beserta kita dalam diri Yesus Kristus. Iman Kristen adalah pertemuan dengan Immanuel atau pertemuan dengan Yesus Kristus di dalam Firman Allah yang hidup. Dan jika dengan berani mengatakan dan mengakui bahwa pemberitaan Gereja itu adalah pemberitaan Firman Allah, maka itu juga adalah pemberitan tentang Yesus Kristus, yaitu pemberitaan mengenai Dia yang sungguh-sungguh adalah Allah dan manusia untuk keselamatan manusia. Di dalam Dia lah Allah menemui kita. Oleh karena itu, apabila kita berkata “Aku percaya kepada Allah”, itu secara konkrit berarti aku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Iman adalah karunia yang membebaskan dari Allah. Di mana manusia bebas untuk mendengarkan serta menikmati Firman Allah. Karunia itu adalah pemberian suatu pembebasan, yang di dalamnya tercakup kemerdekaan besar dan kebebasan lainnya. Tanpa karunia pembebasan itu, manusia tidak akan mampu bertemu dengan Allah dan mendengarkan FirmanNya. Tetapi dengan karunia yang telah Allah berikan, maka manusia dimampukan untuk bertemu dengan Allah dan mendengar FirmanNya. Apa yang tidak mungkin bagi manusia, sangat mungkin bagi Allah.
Credo tentang Bapa, Putra dan Roh Kudus mengutarakan dalam ketiga pasal tentang keadaan dan kerja yang sama sekali hal yang baru bagi manusia, tidak terselami dan ajaib bagi manusia. Ungkapan aku percaya dalam pengakuan iman, itu menjadi bagian dari pujian, ucapan syukur dalam kenyataan bahwa Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah yang Ia ada, yang Ia perbuat, dan yang telah menyingkapkan dan mewahyukan diriNya kepada kita, dan sudah menentukan diriNya bagi kita dan kita bagi diriNya. Aku percaya itu berarti kita turut memuji dan bersyukur dalam kenyataan, bahwa kita sudah dipilih, dipanggil, dan bahwa Tuhan sudah membebaskan kita bagi diriNya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bilamana kita telah berpegang pada suatu kata-kata, itu berarti bahwa kita telah layak untuk percaya.[17]
Demikian halnya dengan Injil, di mana Injil dipercaya, di sana firman telah mendapat kepercayaan. Di sana juga firman telah diperdengarkan sedemikian rupa, hingga pendengar tidak dapat melepaskan diri dari padanya. Di sana firman itu telah memperoleh arti sebagai firman dan sudah melaksanakan kehendakNya. Firman yang luar biasa itulah yang dipercaya oleh Iman, yaitu Firman Allah, Yesus Kristus, yang di dalamNya Allah sudah bersabda kepada manusia untuk sekali dan selama-lamanya. Dengan demikian, nyatalah bahwa iman adalah andalan, andalan berarti tindakan, di mana orang-orang boleh bersandar pada kesetiaan orang lain. Saya percaya kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, itu berati saya mengandalkan ketiga oknum tersebut, tanpa membenarkan diri sendiri, mengakui kekuatan diri sendiri, menjaga dan menyalamatkan diri sendiri. Saya percaya tidak pada diri saya sendiri, Sebab yang saya percayai adalah yang saya andalkan, yaitu Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Sehingga di dalam iman yang kita percayai dan andalkan, segala kekuatan duniawi, kuasa ilah-ilah lain tidak berarti apa-apa. Sebab iman telah membebaskan kita dari andalan kepada ilah-ilah lain seperti di masa lampau, begitu juga dengan rasa takut yang ada pada kita dan kekecewaan, oleh iman semuanya telah dibebaskan dari kita. Sebab iman yang kita percayai adalah iman yang bisa kita andalkan dalam setiap ruang dan waktu yang mampu menembus setiap dimensi kehidupan.
Yang terpenting dalam iman adalah satu keputusan sekali untuk selama-lamanya. Iman bukanlah satu pendapat yang dapat diganti dengan pendapat lain. Dalam iman yang utama adalah Allah dan apa yang telah Ia buat sekali untuk selama-lamanya bagi kita. Hanya iman dapat dianggap sungguh, dan bila kita menaruh iman sebesar biji sesawi, maka itu pun cukup untuk mengalahkan iblis. Kita boleh berpegang pada firman Allah. Dalam iman bukanlah persoalan mengenai satu bidang istimewa, misalnya bidang agama, melainkan mengenai hidup sejati dalam segenap keseluruhannya, baik mengenai masalah lahir, maupun batin, baik mengenai jasmani maupun rohani, baik mengenai yang cerah maupun yang gelap dalam kehidupan kita. Oleh sebab itu yang terpenting ialah, bahwa kita boleh bersandar pada Allah sambil memandang pada diri kita sendiri, dan juga memandang pada apa yang menggerakkan kita untuk orang lain, untuk seluruh umat manusia, soalnya ialah mengenai seluruh kehidupan dan seluruh kematian. Kebebasan akan andalan ini, yang harus dianggap meliputi semuanya, itulah iman.[18] 
II.9. Makna Pengakuan Iman Rasuli
Buku sejarah ringkas, rumusan pengakuan iman rasuli, oleh Theofilus dan diterima pada salah satu konsili. Apa makna percaya kepada Allah, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Pengakuan bukan hanya sebatas rutinitas. Aku; subjek, pokok yang menyatakan pengakuan bagaimana sesungguhnya iman yang kita percayai. Digali oleh bapa-bapa gereja, contoh Dialog Markus 8:29. Aku: kesaksian, pengenalan yang kudus dari seseorang, siapa yang dipercayai dan bagaimana pengenalan terhadap yang dipercayai, dan bagaimana pengenalan karya Yesus dalam Rom 10:9, Yoh 3:16. Gereja dan Am ; tambahan yang dibuat Indonesia, lihat dalam agenda HKBP adanya gereja yang kudus (am).
Pada abad-abad pertama sudah ada pengakuan-pengakuan, antara lain konfesio Romana dari Tahun 100 M (Pengakuan Percaya). Mungkin dari pengakuan ini terjadinya Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan Iman Rasuli yang sebelumnya singkat sekali, misalnya hanya memuat pengakuan kepada Allah Bapa, Allah Anak. Kemudian ditambah dengan pengakuan kepada Roh Kudus. Penambahan-penambahan terus terjadi sampai bentuk yang sekarang kita kenal. Pengakuan Iman Rasuli memang tua sekali, sehingga dikira para rasul yang membuatnya. Pengiraan ini ternyata tidak benar. Sekarang kata “Rasuli” diartikan menurut pelajaran para Rasul. Pengakuan Iman Rasuli diterima di semua gereja di dunia kecuali gereja Yunani.[19]
Teks pengakuan iman rasuli sebagaimana yang kita miliki sekarang berawal dari abad kedelapan. Ada satu hakikat ilahi, yang disebut Allah dan sesungguhnya adalah Allah, dan ada tiga pribadi dalam satu hakikat ilahi ini, setara dalam kuasa dan sama-sama kekal, Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus. Ketiganya adalah satu hakikat ilahi, kekal, tidak terbagi-bagi, tidak berakhir, mahakuasa, maha arif dan maha baik, satu pencipta dan pemelihara segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.[20]
            Makna Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Inilah salah satu cara yang mungkin untuk menerangkan dan menggambarkan dengan sesingkat-singkatnya seperti apa Allah itu, apa yang Ia kehendaki dan lakukan. Karena kesepuluh Firman telah menunjukkan bahwa kita tidak boleh mempunyai lebih dari satu Allah. Jadi, pengakuan Iman tidak lain dari suatu jawaban dan pengakuan orang Kristen, yang didasarkan pada Firman pertama. Arti aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi; Aku percaya dan teguh, aku ini ciptaan Allah. ia telah memberiku dan terus memelihara tubuh, jiwa dan nyawaku, kaki dan tanganku yang besar dan kecil, seluruh inderaku, pikiran serta pengertianku dan sebagainya.[21] 
            Makna Aku Percaya kepada Yesus Kristus (Pasal Kedua), di sini kita hendak mengenal pribadi Allah yang kudus, sehingga kita melihat apa yang kita miliki dari Allah. ia telah menyerahkan diriNya sepenuhnya untuk kita dan telah memberikan segala-galanya kepada kita. Ia telah membebaskanku dari dosa-dosaku, dari iblis, maut dan segala kesusahan. Sebelum Ia datang, aku tidak mempunyai Tuhan atau raja. Aku hidup sebagai tawanan Iblis, sudah dihukum mati, terjerat dalam dosa dan kebutaan. Sebab, setelah kita diciptakan dan menerima segala sesuatu yang baik dari Allah Bapa, Iblis datang dan membawa kita pada ketidaktaatan, dosa, maut dan segala macam kesusahan, sehingga kita berada di bawah murka Allah dan aib, serta dijatuhi hukuman kekal. Tidak ada pertolongan dan penghiburan bagi kita, sampai Anak Allah yang tunggal dan kekal ini manaruh belas kasihan atau kesusahan dan kesengsaraan kita karena kebaikan hatiNya yang tak terselami, Ia datang dari surga untuk menolong kita. Tuhan sebagai penyelamat. Dialah yang membawa kita berpaling dari Iblis kepada Allah, dari maut menuju kehidupan, dari dosa ke kebenaran dan Ia memelihara kita dalam segala hal itu.[22]
            Makna Aku percaya kepada Roh Kudus (Pasal ketiga), menunjukkan bagaimana kita dikuduskan, dan menerangkan tentang Roh Kudus dan menyatakan apa yang Ia lakukan. Dialah yang telah dan akan terus menguduskan kita. Sebagaimana Bapa disebut pencipta dan Anak disebut penyelamat, maka Roh Kudus disebut yang kudus atau yang menguduskan sesuai dengan pekerjaanNya. Roh Kudus berperan agar kita dikuduskan melalui persekutuan orang kudus (atau gereja Kristen), pengampunan dosa, kebangkitan daging dan hidup yang kekal. Membawa kita kedalam persekutuanNya yang kudus dan menempatkan kita dalam naungan gereja. Lalu melalui gereja Ia memberitakan firman Allah kepada kita dan menuntun kita kepada Kristus. jika ada yang bertanya, apa maksudnya bila kamu mengatakan, Aku percaya kepada Roh Kudus?: “Aku percaya bahwa Roh Kudus menguduskan aku, seperti yang disebutkan oleh namanYa”.[23] 



BAB III
TANGGAPAN DOGMATIS

Alkitab adalah Firman Allah, ditulis oleh orang-orang yang dipilih dan diilhami Allah dan merupakan otoritas satu-satunya untuk iman dan kehidupan manusia. Allah itu esa; dalam keesaan-Nya terdapat tiga pribadi yaitu Bapa, Anak, Roh Kudus yang sehakikat, sederajat, dan kekal, yang memiliki sifat-sifat yang khas. Doktrin Allah Tritunggal adalah produk Teologi Proper (teologi dari atas), bukan produk Teologi Natural (teologi dari bawah). Doktrin Allah Tritunggal lebih merupakan produk Penyataan Khusus Allah. Doktrin Allah Tritunggal dinyatakan secara ‘progresif’ di dalam Alkitab (PL - PB). Ketritunggalan Allah lebih jelas di dalam PB dari pada di dalam PL.
 Tuhan menyatakan diri dalam Firman yang diilhami dan dituliskan sebagai catatan permanen dalam Alkitab bagi umat manusia.  Tuhan telah berfirman, manusia harus memperhatikan, Lalu mungkin kita berkata, bagaimana Tuhan berfirman. Inilah yang harus kita lihat di sini. Dalam Ibrani 1: 1-2 dikatakan demikian,"Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan AnakNya."Petrus dan Paulus juga menuliskannya dalam 2 Petrus 1:21 (bnd.2 Timotius 3:16).[24]
Dalam Theologia Reformed/Calvinisme mempercayai inti doktrin Tuhan Allah di dalam Alkitab yaitu Kedaulatan Allah.Di dalam doktrin Kedaulatan Allah ini, terkandung beberapa prinsip bahwa Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Tuhan Allah yang Kekal dan tidak bergantung pada apa dan siapapun. Di dalam kekekalan-Nya, Ia merencanakan dan menetapkan segala sesuatu di dalam sejarah dunia. Karena Dia tidak mungkin berubah, maka Ia tidak mungkin bersalah atau mengubah rencana yang telah ditetapkan-Nya sejak semula. Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Tuhan Allah yang Berkuasa mutlak. Pdt. Dr. Stephen Tong di dalam khotbahnya di National Reformed Evangelical Convention (NREC) 2006 mengaitkan kedua konsep ini bahwa beriman di dalam Tuhan Allah yang Mahakuasa seharusnya juga berkait dengan beriman di dalam Allah yang Berdaulat mutlak.[25] 
Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Tuhan Allah yang Trinitas, yaitu Tiga pribadi Tuhan Allah (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus) di dalam satu Esensi Allah. Doktrin Trinitas selalu mendapat serangan khususnya dari agama Islam yang mengajarkan bahwa “Allah” tidak mempunyai anak. Pengertian mereka tidak pernah tuntas mengerti Allah Trinitas, tetapi mereka berani berkata seenaknya sendiri (wajar saja, manusia berdosa). Oleh karena itu, marilah kita mengerti kedaulatan Allah yang menyatakan diri-Nya di dalam Tiga Pribadi tetapi satu esensi. Memisahkan kedua hal ini merupakan suatu penyimpangan doktrin yang melawan Alkitab.[26] 
Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Allah yang transenden (nun jauh di sana) dan sekaligus imanen (yang dekat dengan manusia). Di dalam Gereja Katolik Roma (zaman Martin Luther), Allah digambarkan sangat transenden, yaitu Allah yang selalu menghukum manusia jika tidak taat. Sedangkan, di dalam mayoritas  gereja, geraka Karismatik, Pentakosta, Allah digambarkan sangat imanen, sehingga ada salah satu tokoh gerakan ini yang mengajarkan manusia itu adalah little gods (ilah-ilah kecil) yang bisa “mengatur” Allah untuk memenuhi segala keinginannya yang berdosa. Kedua konsep ini sangat ditolak Alkitab. Sebaliknya, Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan Allah itu transenden, yaitu Mahakudus, Mahaagung, Mahakuasa, Mahadahsyat, Mahaadil, dll, tetapi juga sekaligus Tuhan Allah itu adalah Tuhan Allah yang imanen, dekat dengan manusia, Mahakasih (salah satu wujudnya adalah inkarnasi di dalam Pribadi Tuhan Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia). Di dalam ibadah, unsur menghormati dan menyembah Allah harus diutamakan di samping ada unsur persekutuan yang intim dengan Allah (dan sesama).[27] 
Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Tuhan Allah yang menyatakan diri. Tuhan Allah yang Berdaulat tentu berdaulat juga di dalam membatasi diri-Nya untuk dikenal oleh ciptaan. Tuhan Allah yang imanen ini menyatakan diri-Nya melalui penyataan/wahyu-Nya kepada manusia sehingga manusia dapat mengenal-Nya (Roma 1:19). Penyataan diri Tuhan Allah ini harus dimengerti di dalam konsep atribut-atribut TUHAN Allah. Tuhan Allah memiliki atribut-atribut-Nya yang berada pada diri (tidak bergantung pada apa dan siapapun), yaitu atribut yang dapat dikomunikasikan, yaitu “sifat-sifat” Tuhan Allah yang dikomunikasikan/diberikan kepada manusia, misalnya, kebajikan, keadilan, kekudusan dan kebenaran. Atribut-atribut Tuhan Allah yang tidak dapat dikomunikasikan kepada manusia (incommunicable attributes), yaitu kekekalan, ketidakterbatasan.
             


BAB IV
KESIMPULAN
         Ketritunggalan Allah adalah salah satu rahasia yang belum kita mengerti dengan sejelas-jelasnya (1 Kor 13:8-12), tetapi diajarkan oleh Alkitab.
         Ketritunggalan Allah adalah fakta yang tidak dapat kita hindari/sangkali karena dinyatakan oleh Allah sendiri.
         Doktrin Allah Tritunggal menjelaskan batas pemikiran kita yang terbatas
         Kita menerima/mengakui Ketritunggalan Allah karena Roh Kudus memampukan kita (1 Kor 12:3), bukan karena kemampuan otak kita (bukan sport otak).
         Kita menerima/mengakui Ketritunggalan Allah karena mengerti dengan iman, bukan mengerti dengan akal.
         Kita harus menerima/mengakui doktrin Tritunggal karena Allah menyatakan-Nya kepada kita, bukan karena kita menspekulasikannya.
         Kekristenan adalah ‘agama penyataan Allah’, bukan ‘agama pencari Allah’ atau ‘agama pencipta Allah’.




DAFTAR PUSTAKA
Barth Karl, The Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960

Church Dogmatics vol. II.1

The Humanity of God
Barth Karl, Ichtisar Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968
Soedarmo. R, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014)
Tappert,Theodore G. Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004)

SJ.L.Ch Abineno; Pokok-pokok penting dari Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1989

Lumbantobing Andar, Apologetika Tentang Trinitas Dan Penginjilan, Pematangsiantar:Percetakan Mauli, 1982


Dieter, Becker, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993

B.J.Boland, Nieftrik G.C.van, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005

R, Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989









[1]Karl Barth, The Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 339
[2]Karl Barth, The Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 349
[3]Karl Barth, The Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 383
[4] Andar Lumbantobing, Apologetika Tentang Trinitas Dan Penginjilan, (Pematangsiantar:Percetakan Mauli, 1982), hlm,25
[5] Andar Lumbantobing, Apologetika Tentang Trinitas Dan Penginjilan, (Pematangsiantar:Percetakan Mauli, 1982), hlm, 18-20
[6]G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masakini, (Jakarta: BPK-GM, 1995), hal. 74-91
[7] G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masakini, (Jakarta: BPK-GM, 1995), hal. 198-211 
[8]Karl Barth, The Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 474
[9] Church Dogmatics vol. II.1, hlm. 516
[10]G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masakini, (Jakarta: BPK-GM, 1995), hal.  335-350
[11] The Humanity of God, hlm. 18            
[12]Karl Barth, The Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 513
[13]Karl Barth, The Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 533
[14] Karl Barth, “Church Dogmatics: The Doctrine of The Word of God ”, Edinburgh: T & T. CLARK, 1956, hlm 203-280
[15] Karl Barth, Ichtisar Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 8
[16] Karl Barth, Ichtisar Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 9
[17] Karl Barth, Ichtisar Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 10  
[18] Karl Barth, Ichtisar Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 12-13
[19] Dr. R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), hlm 66.
[20] Theodore G. Tappert, Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm 36.
[21] Theodore G. Tappert, Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm 562-565.
[22] Theodore G. Tappert, Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm 565-567.
[23] Theodore G. Tappert, Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm 568-574.
[24]Abineno,J.L.Ch; Pokok-pokok penting dari Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989
[25]Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
[26]Nieftrik G.C.van, B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
[27]Soedarmo R, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989

No comments:

Post a Comment