BAB
I
PENDAHULUAN
Pada
pembahasan tentang ajaran Trinitas pada abad I mengatakan bahwa dalam kitab
suci Perjanjian Baru tidak ada ajaran tentang Allah Tritunggal. Tetapi
akar-akar ajaran Trinitaslah yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Berbicara
mengenai Trinitas, berarti kita berbicara tentang Allah Israel sebagai aksiom. Ini berarti
pembicaraan tentang Trinitas harus membahasa tentang Allah yang datang. Di mana
Allah Israel datang dalam sejarah umatNya, dengan jalan yang kongkret.
Kekongretan ini pada saat Allah datang dalam kebebebasan pilihanNya, di mana
Allah dengan kebebasanNya meilih Israel sebagai umatNya dan berjalan
bersama-sama dengan Israel. Berbicara tentang kedatangan Allah Israel berarti
kita akan melihat sejarah kedatangan tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh
Alkitab. Oleh karena itu kita harus melihat Perjanjian Lama sebagai kesaksian
sejarah keselamatan tetap aktual sampai Perjanjian Baru. Keyakinan bahwa
Perjanjian Lama tetap aktual dalam Perjanjian Baru haruslah menjadi hal yang
diperhatikan bahkan menjadi prasyarat dalam memahami Allah.
Kita
harus menyadari bahwa ajaran Trinitas merupakan ajaran yang berasal dari
tradisi iman. Sehingga pemahaman tradisi ini harus diterangi oleh aksiom, ini
berarti tradisi harus berhubungan dengan nama Allah, yaitu berhubungan dengan
kekudusan nama Allah tersebut. Jadi, dalam pemahaman tradisi harus menguduskan
nama Allah, kekudusan nama Allah harus menjadi syarat Trinitas.
Nama
Allah memiliki peranan yang sangat penting dan merupakan suatu hal yang tidak
dapat dihindari dalam memulai pemahaman akan ajaran Trinitas. Nama Allah dalam sejarah kedatangannya
tetap harus dilihat dalam kekonkretan Perjanjian Lama. Dalam kekongretan
Perjanjian Lamalah pemahaman akan sejarah dapat dicapai. Sehingga pemahaman
akan Trinitas akan masuk ke dalam sejarah. Sehingga Allah dipahami sebagai
janji dan kemerdekaan seperti yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Konsep
Trinitas yang berkata di dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Dapat diterima
apabila dirubah dengan di dalam nama “kehadiranNya sebagai Bapa, kehadiranNya
dalam Yesus, dan kehadiranNya dalam Roh.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1. Doktrin Trinitas Dalam Dogma
Untuk membuat jelas bagaimana proklamasi Gereja harus
diukur dengan Kitab Suci, pertama-tama menyelidiki konsep sebelum wahyu,
penyelidikan ini sangat perlu karena terikat oleh Kitab Suci sebagai saksi
wahyu. Mungkin lebih penting dari apapun yang dogmatika bisa mengatakan bahwa
Alkitab dalam Gereja memiliki tempat yang khas. Dalam kasus doktrin Kitab Suci
serta ajaran Allah tersesat dalam pertimbangan yang dengan terpaksa sampai pada
kesimpulan yang sama sekali tidak relevan dengan objek seolah-olah kedua
doktrin nyata.[1]
a.
Akar Doktrin Trinitas
Menurut wahyu Alkitab Allah sendirilah yang berbicara
secara langsung. Kebebasan, kekuasaan, ketuhanan adalah nyata dan benar dalam
Allah sendiri dan hanya dalam Allah sendiri. “Allah menyatakan diriNya sebagai
Tuhan” berarti Ia mengungkapkan bahwa hanya diriNya sendiri yang dapat
mengungkapkan diriNya, karena wahyu itu dibuktika oleh Kitab Suci yang kita
sebut “akar doktrin Trinitas”. Dia
adalah Allah yang memiliki dan menjalankan kebebasan dan kekuasaanNya. Doktrin
Trinitas adalah pengandaian dasar dari ajaran Allah.[2]
b.
Vestigium Trinitas
Awal atau akar dari doktrin Trinitas adalah Allah sebagai
Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dengan kata lain, konsep wahyu Alkitabiah itu
sendiri adalah akar doktrin Trinitas. Doktrin Trinitas tidak lain terungkap
tentang pengetahuan bahwa Yesus adalah Kristus atau Tuhan. Jika ada pengakuan
bahwa ada Vestigium Trinitatis maka
pertanyaan yang muncul adalah bahwa tidak menganggap akar kedua dari doktrin
Trinitas[3].
Ansemus dari Canterbury melihat ketritunggalan didalam
‘mata air, sungai dan lautan, yang dapat dianggap sebagai vestigia Trinitatis.
Luther melihat didalam tiap-tiap kreatur yang diciptakan Allah Ketritunggalan
dalam bentuk hakekat dan potentia sebagai vestigia Trinitatis.[4]
II.2. Trinitatis Didalam Sejarah Gereja
Kita mengakui bahwa istilah Trinitas itu tidak kita perdapat dalam
Alkitab baik dalam wasiat lama, maupun dalam Perjanjian Baru. Tertulianus
mungkin sekali yang pertama memakai istilah itu untuk Allah Tritunggal, tetapi
meskipun istilah itu tidak ditemukan dalam Alkitab, itu tidak berarti bahwa
isis dan hekekat dari istilah Trinitatis itu adalah hasil dan buah penyelidikan
dan penjelajahan Theologia dari Alkitab itu. Pada abad-abad pertama pengakuan
Kristen itu sudah mulai terancam oleh filsafat Gerika mengenai ajaran emanasi.
Segala sesuatu keluar dari Allah Bapa, dan yang paling pertama keluar dari
Allah ialah ‘logos’ itu bukanlah seratus persen Allah. Makin jauh emanasi itu
dari Allah, makin berkuranglah ke Allahannya. Ajaran ini merupakan ajaran yang
dianut oleh Origenes dan telah ditolah oleh gereja.
Ajaran
lain yang dikemukakan oleh Paulus dari Samosata ialah bahwa Yesus itu hanyalah
manusia biasa saja. Lambat laun dia menjadi sekehendak dengan Allah oleh karena
kekuatan ilahi yang bekerja dalam dirinya karena dia dianggap sebagai Anaknya. Dalam
rapat synode telah menolak ajaran ini pada tahun 264 dan tahun 268.
Menurut
anggapan Sabelius yang mengemukakan bahwa Bapa, Anak Roh Kudus adalah tiga
nama, tiga kedok, tiga bentuk, tiga cara muncul dan yang dengannya Allah pernah
menyatakan diri. Oleh sebab itu anggapan ini disebut modalisme, dimana
konsekuensi dari ajaran ini ialah bahwa Allah Bapa sendirilah yang disalibkan
dan mati. Sebab itu lawan-lawannya menamakan ajaran ini ‘Patripassianisme’,
(Pater:Sang Bapa; Passus est:telah menderita). Dimana ajaran ini juga telah
ditolak oleh synode-synode. Pertikaian telah memuncak tahun 320 sewaktu Arius
mengemukakan ajarannya mengenai bahwa Yesus Kristus bukanlah Allah, melainkan
makhluk yang pertama yang tidak kekal, tidak sehakekat dengan Allah.
Sifat-sifatnya yang ilahi adalah anugerah saja dan hanya meliputi sebahagian
dari sifat Allah. Ajaran Arius ini juga telah ditolak oleh Konsili Nicea tahun
325 dengan rumusan bahwa Anak Allah adalah sehakekat dengan Bapa. Anthanasius
tahun 373 telah mempertahankan rumusan Nicea, bahwa didalam segala hal Anak
sama sekali satu dengan Allah Bapa. Dalam Alkitab yang kita
percayai tidak ada yang mengatakan bahwa Allah adalah Tritunggal, akan tetapi
dogma tentang Allah yang Esa itu ada dalam alkitab yang kita percayai. Dimana
ajaran Tinitas yang timbul dari Christologie, dari hal tersebut mengenai
Kristus telah nyata bahwa soal Cristologie bukanlah suatu soal teoritis dan
abstrak, melainkan intisari dari berita keselamatan itu, seperti yang telah
dinyatakan dalam Alkitab. Allah telah menjadikan manusia didalam Yesus untuk
menyelamatkan kita. Yesus benar-benar satu dengan Allah dan juga benar-benar
satu dengan kita manusia. Berikut ini ajaran Perikhorese yang mengatakan: Allah
Bapa (Pencipta), Allah Anak (Pendamai), Allah Roh Kudus (Pelepas). Pekerjaan
Allah Anak adalah sebagai Pendamai. Tetapi didalam pekerjaan pendamai itu,
Allah Bapa tidak tinggal diam; justru Allah Bapa-lah yang menyuruh Anaknya yang
tunggal itu kedunia ini untuk mendamaikan kita manusia (2 Kor. 5:19).
Seterusnya didalam sejarah dogma kita temui suatu istilah filioque yang
mempunyai isi, bahwa Roh Kudus bukan hanya keluar dari Allah Bapa, melainkan
juga dari Anak. Itu berarti Allah Roh Kudus ikut serta juga didalam pekerjaan
Allah Anak.[5]
II.3. Allah Sebagai Bapa
Allah
menyatakan diriNya sesuai dengan Kitab Suci sebagai pencipta, yaitu, Tuhan
dalam keberadaan kita.Dengan demikian Dia adalah Allah Bapa, karena Bapa dari
Allah putra-Nya dalam diriNya. Pada
fasal pertama pengakuan iman umat percaya dinyatakan mengenai Allah. Hal itu
dapat terjadi karena pekerjaan Roh Kudus yang menyatakan kepada kita kebenaran
Allah. Oleh karena dalam pengakuan iman tersebut kita tidak berbicara tentang hakekat
Allah dan sifat-sifatNya dengan memberikan suatu uraian secara akal budi atau
secara filsafat, seolah-olah Allah menjadi salah satu “objek” bagi pemikiran
kita manusia. Bahaya
yang selalu mengancam adalah bahwa kepercayaan kepada Allah yang hidup itu kita
ganti dengan hanya mempunyai suatu pengertian tentang Allah. Artinya, bahwa
sebenarnya kita menganut sesuatu ilah, yang adalah ciptaan pikiran atau
kesalehan kita. Namun, kemudian Karl Barth mengagetkan gereja tentang keberagamaan manusia. Dia mengatakan
bahwa ada jarak yang tidak terbatas antara manusia dengan Allah. Allah
merupakan rahasia. Ia mendiami terang yang tidak terhampiri, lewat batas akal
budi kita, perasaan kita, keinginan-keinginan kita, kesalehan kita,
keberagamaan kita. Ia adalah Allah yang tidak dapat dimengerti, sekalipun Ia
menyatakan diriNya. Allah menyatakan diriNya di dalam Yesus Kristus, dalam hal
itu Ia mengambil suatu jalan, yang tidak dapat dicocokkan dengan logika dan
kesalahan kita.
Allah
adalah Roh. Ia sangat real
dan konkrit, sebab Dia bertindak. HidupNya adalah perbuatanNya. pernyataanNya
adalah perbuatanNya. Allah adalah kasih. Itu terlihat dalam perbuatanNyayang
telah mendatangkan keselamatan bagi manusia. Dia secara konkrit mengasihi
mahluk ciptaanNya. Segala perbuatan kasih yang dilakukanNya adalah berdasarkan
pada kedaulatanNya yang merdeka.[6]
II.4. Allah Sebagai Anak
Allah menyatakan diri-Nya sesuai dengan Kitab Suci
sebagai Juru Damai, yaitu sebagai Tuhan, di tengah-tengah permusuhan kita
terhadap-Nya. Dengan demikian Dia adalah Anak yang datang kepada kita, atau
Firman berbicara kepada kita, karena Dia begitu mendahului dalam diri-Nya,
sebagai Anak atau Firman Allah Bapa.
Berdasarkan kesaksian Alkitab dan sesuai
dengan pengakuan gereja , Kristus adalah sungguh-sungguh Allah serta
sungguh-sungguh manusia. Kepada nama Yesus
dan gelarNya “Kristus” itu ditambahkan sekarang suatu gelar lagi: Ia
disebut “Anak Allah”. Sebagaimana pernah dikatakan ungkapan-ungkapan “Allah
Bapa” dan “AnakNya’ menunjuk kepada hubungan yang istimewa, bahkan yang
eksklusif, antara Allah Bapa dengan “Yesus Kristus”. Maksudnya hubungan itu
berbeda dengan hubungan manusia dan sesamanya. Pengakuan Nicea-Konstantinopel
tidak saja menekankan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh Allah, tetapi
serentak bahwa ia sungguh menjadi manusia. Itulah yang dimaksudkan jika kita
bebicara tentang dua “tabiat” Kristus, tentang “tabiat Ilahi” dan “tabiat
ManusiawiNya”. Gelar “Anak Allah” yang arti dan maksudnya menekankan bahwa
Yesus Kristus adalah sungguh-sunguh Allah.[7]
II.5.
Allah Sebagai Roh Kudus
Yang Allah menyatakan diri-Nya
sesuai dengan Kitab Suci sebagai Penebus, yaitu sebagai Tuhan yang membebaskan
kita. Dengan demikian Dia adalah Roh Kudus, dengan menerima siapa kita menjadi
anak-anak Allah, karena, sebagai Roh kasih Allah Bapa dan Allah Anak, Dia
begitu sebelumnya dalam diri-Nya. [8] Roh Kudus adalah Allah sendiri yang datang kepada umatNya, yang
menyatakan diriNya lewat tindakan. Allah menyatakan dirinya melalui Alkitab,
jika di dalam Alkitab membicarakan tentang Allah Bapa, maka dibicarakan juga
tentang Yesus Kristus dan Roh Kudus, demikianlah Allah menyatakan diriNya, yaitu dengan tiga nama yang
menunjukkan kepada tiga cara beradaNya sebagai Allah Bapa, sebagai Allah Anak,
sebagai Allah Roh Kudus, ketiga itu bukan menunjukkan tiga Allah melainkan Allah yang esa. Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Roh
Allah dipandang sebagai Roh Kudus, yakni diri Allah sendiri, sejauh Dia dapat
hadir pada ciptaan. Ciptaan oleh karenanya membutuhkan Pencipta agar dapat
hidup. Roh Allah adalah Allah yang bebas untuk hadir pada ciptaan, dan untuk
menciptakan hubungan dengan ciptaan, dan oleh karenanya menjadi sumber
kehidupan ciptaan. Dan Roh Allah, yakni Roh Kudus, secara khusus dalam
penyataan, adalah diri Allah sendiri.[9]
Bagian kedua dan ketiga dalam Pengakuan Iman
erat sekali terikat satu yang lain. Allah sudah bertindak (obyektif) di dalam
sejarah, bagian kedua itu menyatakan bahwa di dalam Yesus Kristus, Allah telah
datang ke dunia ini dan kepada umat manusia dalam rangka penyelamatan. Bagian
ketiga Pengakuan Iman menyatakan, bahwa kita sendiri (subyektif)yang
dimaksudkan dalam pekerjaan Allah itu: oleh pekerjaan Roh Kudus di dalam hati
dan hidup, maka kita dilibatkan dalam rangka penyelamatan Allah, sehingga
benar-benar manusia ambil bagian dalam keselamatan itu.
Di dalam Alkitab bahwa Roh Kudus diam dalam
diri kita (Roma 8:9,11; 1 Kor 3:16; 6:19;2 Kor 6:16), karena itu adalah petaruh
ataupun panjar yang kini diberikan kepada manusia sebagai jaminan tentang
keselamatan yang dijanjikan (2 Kor 1:22; 5:5; Ef. 1:14), bersama-sama dengan
roh orang beriman, Roh Kudus memberikan kesaksian kepada kita bahwa sungguh
umat menjadi anak-anak Allah (Rom. 8:16), segala sesuatu diselidikiNya bagi
kita dan di dalam kita, juga rencana keselamatan Allah (1 Kor 2:10). Oleh Roh
Kudus , kasih Allah dicurahkan ke dalam hati manusia (Rom. 5:5). Kelahiran
kembali serta pembaharuan manusia adalah pekerjaan Roh Kudus (Yoh. 3:3,8).
kepada orang-orang beriman dikaruniakan Roh Kudus dan sungguh Ia dalam manusia
(Yoh. 14:17; 2 Tim 4:13). Itulah sebabnya kita dapat menjadi “anak-anak Allah”
yang boleh menyebut Allah itu”Bapa”oleh sebab percaya kepada Yesus Kristus (Rom. 8:15, Gal. 4:16).[10]
Roh Kuduslah yang dapat mempertobatkan seseorang karena itu kita
menolak ajaran Arminianisme yang mengajarkan bahwa keselamatan tergantung dari
pilihan manusianya, dari perbuatan baik yang dilakukannya. Orang Kristen
seringkali menganggap pemberitaan Injil sebagai hal yang sia-sia karena kita tidak
melihat hasilnya secara langsung. Ingat, kalau seseorang dapat bertobat, itu
bukan karena kepandaian kita berkata-kata kalau. Tidak! Semua itu hanya karena
anugerah. Orang menganggap seruan Yohanes Pembaptis agar manusia bertobat di
padang gurun sebagai hal yang sia-sia namun Allah bekerja dengan luar biasa
sehingga penduduk dari segala penjuru bertobat dan dibaptis (Mat. 3:5). Anak
Tuhan yang sejati harus menyadari akan keberadaan dirinya sebagai manusia
berdosa. Pengampunan dosa akan kita dapatkan kalau kita mau bertobat, yaitu
kembali pada kebenaran. Setiap orang Kristen hendaklah menjadi seperti seorang
anak dalam perumpamaan anak yang hilang, menyadari bahwa dirinya adalah hamba
yang tidak mempunyai hak sebagai anak. Dengan demikian apa yang diajarkan
Alkitab merupakan dasar yang teguh sebagai landasan manusia dalam melakukan
tindakan dan perbuatan baik.[11]
II.6. Allah Sebagai Penebus[12]
Secara umum jelas dikatakan mengenai Roh Kudus, bahwa Roh
Kudus adalah Allah sendiri, sejauh Dia mampu, dengan cara tak terbayangkan
nyata, tanpa karena itu menjadi kurang Allah, untuk hadir ke makhluk itu, dan
dalam kebajikan kehadiran ini-Nya untuk mewujudkan hubungan makhluk terhadap
diri-Nya, dan dalam kebajikan hubungan ini untuk diri-Nya untuk bersedia
melakukan kehidupan makhluk itu. Makhluk itu memang membutuhkan Sang Pencipta
untuk hidup. sehingga ia membutuhkan hubungan dengan-Nya. Tapi hubungan ini ia
tidak dapat membuat.
v Roh Yang Kekal
Dalam dogma Roh Kudus berarti pengetahuan, bahwa dalam
segala hal manusia hanya dapat hadir pada wahyu Allah, sebagai hamba hadir di
aksi tuannya, yaitu sebagai berikut, menaati, meniru, melayani; dan bahwa
hubungan ini membuatnya berbeda dari setiap hubungan manusia antara majikan dan
pelayan.
§ Kami percaya Roh Kudus, Tuhan. Roh Kudus khususnya,
adalah bahwa mungkin dalam kasus Bapa dan Anak, bisa dalam keadaan dianggap
sebagai ketiga "orang," dalam pengertian modern dari konsep.
§ Kita percaya dalam Roh Kudus pencipta kehidupan.
Pernyataan ini juga mengajarkan keagungan Roh Kudus. Itulah sebabnya dalam
sebuah alasan analogi “perquem on mia
facta sunt” pada artikel kedua menunjukkan fakta bahwa Roh Kudus dengan
Bapa (dan Putera) adalah subjek penciptaan
§ Kita percaya dalam Roh Kudus yang diteruskan dari Bapa
dan Anak. Kalimat ini berhubungan dengan pernyataan “genitum non factum” pada artikel kedua. Yang utama dari semua harus
mengungkapkan peniadaan bahwa Roh Kudus bukanlah sebuah ciptaan. Roh Kudus
tidak bisa disebut ciptaan apapun karena Roh Kudus diteruskan dari Allah.
§ Kita percaya dalam Roh Kudus yang bersama-sama dengan
Bapa dan PuteraNya sama-sama disembah dan dipuji. Pernyataan ini adalah simbol
yang menyatakan keagungan Roh Kudus. [13]
II.7. Pencurahan Roh Kudus sebagai Subjektifitas
Kebenaran Wahyu
Menurut Alkitab, Pewahyuan Allah terjadi pada
pencerahan kita melalui Roh Kudus
Allah untuk mengkaji FirmanNya. Pencurahan yang melimpah dari Roh Kudus adalah
berupa Pewahyuan Allah. Dalam kenyataanya terjadi di dalam susunan peristiwa:
kebebasan untuk menjadi anak-anak Allah dan untuk mengetahui cinta serta
pujianNya melalui “Pewahyuan-Nya”.
Sekarang,
kita telah mengambil langkah terakhir dalam konsep pengembangan “pewahyuan”
sebagai dasar yang diperlukan dalam dasar ajaran gereja, yang sesuai dengan
hukum-hukum yang tertulis di dalam Alkitab dengan memperhatikan perkembangan
dogma gereja sejauh ini. Dimana pada sub-tema kali ini akan membahas tentang
subjek kebenaran wahyu. Tentang subjek dalam wahyu, berkembang tiga pemahaman
mengenai tiga konsep Pernyataan Allah dalam doktrin gereja yang mengungkapkan
sisi ketiganya; mengenai ajaran Bapa, Anak, dan Roh Kudus dalam kesatuan dari
ketiganya. Mengenai doktrin tentang Trinity, sering kita memperlihatkan
keraguan kita pada status manusia-Nya sama seperti kita. Hal yang bisa menjawabnya
adalah bahwa Sang Allah yang sesungguhnya dan Tuhan atas diriNya sendiri, yang
juga berada di dalam sosok Roh Kudus.
[14]
II.8. Iman Sebagai
Kepercayaan
Pengakuan dimulai dengan kata-kata yang penting, yaitu "Aku
percaya". Sudah seharusnya, bahwa kita
menghubungkan semua, yang dapat dikatakan sebagai dasar bagi tugas yang ada
dihadapan kita, pada permulaan yang sederhana ini dari pengakuan. Ada tiga
dalil yang melukiskan wujud dari iman, yaitu: Iman Kristen itu adalah anugerah
pertemuan, dimana manusia bebas mendengarkan sedemikian rupa firman karunia
yang Allah telah ucapkan dalam Yesus.[15]
Iman
Kristen sebagai inti pemberitaan Gereja, merupakan sebab dan dasar pikiran dari
dogmatika. Pemberitaan itu tidak dapat ditolak oleh siapapun, sebab iman itu
menjadi subjek yang olehnya kita percaya. Artinya, imanlah yang menjadikan kita
percaya akan pemberitaan Gereja. Pemberitaan itu meliputi pemberitaan Injil
yang menyebabkan orang yang mendengar dan menerima Injil itu menjadi percaya
“Saya percaya kepada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Credo (pengakuan iman)
menerangkan bahwa kata “kepada” menunjuk objek iman yang dipercayai, artinya
dari hal mana iman pribadi seseorang bisa hidup. Pengakuan tidak berkata-kata tentang
kesubjektifan dan membahas credo obkjektif, tetapi pengakuan itu lebih mengarah
kepada apa yang kita alami bahkan apa yang bisa kita perbuat. Sehingga dalam
pengakuan iman itu berlaku juga:” Kata “saya percaya” berlaku segenapnya dalam
suatu pertemuan dengan yang bukan manusia, yaitu Allah Bapa, Putra, dan Roh
Kudus, dan karena saya percaya, saya melihat diri saya diserap dan ditetapkan
sama sekali oleh objek iman itu sendiri. Kita manusia tidak sendiri dalam
kemuliaan kita dan dalam kesengsaraan kita. Tuhan mendapatkan kita, Ia
bertindak sebagai Tuhan dan Guru kita. Iman berkata-kata tentang Allah Bapa,
Putra dan roh Kudus sebagai Dia yang menemui kita, sebagai objek iman, dan
berkata tentang Allah bahwa Ia dalam diri sendiri adalah tunggal, telah menjadi
satu untuk kita dan satu pula dalam putusan, yang abadi dan yang dilakukan
dalam sepanjang masa, juga tentang kasihNya yang merdeka dan tak bersyarat
kepada manusia dari karuniaNya.[16]
Tentang
pengakuan iman, yaitu percaya pada Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus itu berarti
bahwa Allah telah bersatu dengan manusia sebab Dia telah melayakkan manusia
untuk bersama dengan Dia. Dalam kemurahan dan sukarelaNya, dan dari kebebasan
dalam kedaulatanNya, dari diriNya sendiri Ia hendak menjadi Allah untuk
manusia. Dengan demikian, Ia mensabdakan diriNya kepada manusia seperti
firmanNya “Aku merahimi kamu”. Persoalannya adalah, dimanakah manusia dapat
menemui firman Allah yaitu firman karunia? Firman Allah hanya dapat ditemui di
dalam Dia yang telah memperdengarkannya kepada manusia, dan seperti yang
terdapat dalam pasal kedua pengakuan iman rasuli, yaitu: percaya kepada Yesus
Kristus, karena hanya di dalam Yesuslah kita berjumpa dengan Allah sebab Dia
adalah Anak Allah sekaligus Anak Manusia. Yesus Kristus adalah Immanuel artinya
bahwa Allah beserta kita dalam diri Yesus Kristus. Iman Kristen adalah
pertemuan dengan Immanuel atau pertemuan dengan Yesus Kristus di dalam Firman
Allah yang hidup. Dan jika dengan berani mengatakan dan mengakui bahwa
pemberitaan Gereja itu adalah pemberitaan Firman Allah, maka itu juga adalah
pemberitan tentang Yesus Kristus, yaitu pemberitaan mengenai Dia yang
sungguh-sungguh adalah Allah dan manusia untuk keselamatan manusia. Di dalam
Dia lah Allah menemui kita. Oleh karena itu, apabila kita berkata “Aku percaya
kepada Allah”, itu secara konkrit berarti aku percaya kepada Tuhan Yesus
Kristus.
Iman
adalah karunia yang membebaskan dari Allah. Di mana manusia bebas untuk
mendengarkan serta menikmati Firman Allah. Karunia itu adalah pemberian suatu
pembebasan, yang di dalamnya tercakup kemerdekaan besar dan kebebasan lainnya.
Tanpa karunia pembebasan itu, manusia tidak akan mampu bertemu dengan Allah dan
mendengarkan FirmanNya. Tetapi dengan karunia yang telah Allah berikan, maka
manusia dimampukan untuk bertemu dengan Allah dan mendengar FirmanNya. Apa yang
tidak mungkin bagi manusia, sangat mungkin bagi Allah.
Credo
tentang Bapa, Putra dan Roh Kudus mengutarakan dalam ketiga pasal tentang
keadaan dan kerja yang sama sekali hal yang baru bagi manusia, tidak terselami
dan ajaib bagi manusia. Ungkapan aku percaya dalam pengakuan iman, itu menjadi
bagian dari pujian, ucapan syukur dalam kenyataan bahwa Allah Bapa, Putra dan
Roh Kudus adalah yang Ia ada, yang Ia perbuat, dan yang telah menyingkapkan dan
mewahyukan diriNya kepada kita, dan sudah menentukan diriNya bagi kita dan kita
bagi diriNya. Aku percaya itu berarti kita turut memuji dan bersyukur dalam
kenyataan, bahwa kita sudah dipilih, dipanggil, dan bahwa Tuhan sudah
membebaskan kita bagi diriNya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
bilamana kita telah berpegang pada suatu kata-kata, itu berarti bahwa kita
telah layak untuk percaya.[17]
Demikian
halnya dengan Injil, di mana Injil dipercaya, di sana firman telah mendapat
kepercayaan. Di sana juga firman telah diperdengarkan sedemikian rupa, hingga
pendengar tidak dapat melepaskan diri dari padanya. Di sana firman itu telah
memperoleh arti sebagai firman dan sudah melaksanakan kehendakNya. Firman yang
luar biasa itulah yang dipercaya oleh Iman, yaitu Firman Allah, Yesus Kristus,
yang di dalamNya Allah sudah bersabda kepada manusia untuk sekali dan
selama-lamanya. Dengan demikian, nyatalah bahwa iman adalah andalan, andalan
berarti tindakan, di mana orang-orang boleh bersandar pada kesetiaan orang
lain. Saya percaya kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, itu berati saya
mengandalkan ketiga oknum tersebut, tanpa membenarkan diri sendiri, mengakui
kekuatan diri sendiri, menjaga dan menyalamatkan diri sendiri. Saya percaya
tidak pada diri saya sendiri, Sebab yang saya percayai adalah yang saya
andalkan, yaitu Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Sehingga di dalam iman yang
kita percayai dan andalkan, segala kekuatan duniawi, kuasa ilah-ilah lain tidak
berarti apa-apa. Sebab iman telah membebaskan kita dari andalan kepada
ilah-ilah lain seperti di masa lampau, begitu juga dengan rasa takut yang ada
pada kita dan kekecewaan, oleh iman semuanya telah dibebaskan dari kita. Sebab
iman yang kita percayai adalah iman yang bisa kita andalkan dalam setiap ruang
dan waktu yang mampu menembus setiap dimensi kehidupan.
Yang
terpenting dalam iman adalah satu keputusan sekali untuk selama-lamanya. Iman
bukanlah satu pendapat yang dapat diganti dengan pendapat lain. Dalam iman yang
utama adalah Allah dan apa yang telah Ia buat sekali untuk selama-lamanya bagi
kita. Hanya iman dapat dianggap sungguh, dan bila kita menaruh iman sebesar
biji sesawi, maka itu pun cukup untuk mengalahkan iblis. Kita boleh berpegang
pada firman Allah. Dalam iman bukanlah persoalan mengenai satu bidang istimewa,
misalnya bidang agama, melainkan mengenai hidup sejati dalam segenap
keseluruhannya, baik mengenai masalah lahir, maupun batin, baik mengenai
jasmani maupun rohani, baik mengenai yang cerah maupun yang gelap dalam
kehidupan kita. Oleh sebab itu yang terpenting ialah, bahwa kita boleh
bersandar pada Allah sambil memandang pada diri kita sendiri, dan juga
memandang pada apa yang menggerakkan kita untuk orang lain, untuk seluruh umat
manusia, soalnya ialah mengenai seluruh kehidupan dan seluruh kematian.
Kebebasan akan andalan ini, yang harus dianggap meliputi semuanya, itulah iman.[18]
II.9.
Makna Pengakuan Iman Rasuli
Buku sejarah ringkas, rumusan pengakuan iman rasuli,
oleh Theofilus dan diterima pada salah satu konsili. Apa makna percaya kepada
Allah, Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Pengakuan bukan hanya sebatas rutinitas.
Aku; subjek, pokok yang menyatakan pengakuan bagaimana sesungguhnya iman yang
kita percayai. Digali oleh bapa-bapa gereja, contoh Dialog Markus 8:29. Aku:
kesaksian, pengenalan yang kudus dari seseorang, siapa yang dipercayai dan
bagaimana pengenalan terhadap yang dipercayai, dan bagaimana pengenalan karya
Yesus dalam Rom 10:9, Yoh 3:16. Gereja dan Am ; tambahan yang dibuat Indonesia, lihat dalam agenda HKBP
adanya gereja yang kudus (am).
Pada abad-abad pertama sudah ada
pengakuan-pengakuan, antara lain konfesio Romana dari Tahun 100 M (Pengakuan
Percaya). Mungkin dari pengakuan ini terjadinya Pengakuan Iman Rasuli.
Pengakuan Iman Rasuli yang sebelumnya singkat sekali, misalnya hanya memuat
pengakuan kepada Allah Bapa, Allah Anak. Kemudian ditambah dengan pengakuan
kepada Roh Kudus. Penambahan-penambahan terus terjadi sampai bentuk yang
sekarang kita kenal. Pengakuan Iman Rasuli memang tua sekali, sehingga dikira
para rasul yang membuatnya. Pengiraan ini ternyata tidak benar. Sekarang kata
“Rasuli” diartikan menurut pelajaran para Rasul. Pengakuan Iman Rasuli diterima
di semua gereja di dunia kecuali gereja Yunani.[19]
Teks pengakuan iman rasuli sebagaimana yang kita
miliki sekarang berawal dari abad kedelapan. Ada satu hakikat ilahi, yang
disebut Allah dan sesungguhnya adalah Allah, dan ada tiga pribadi dalam satu
hakikat ilahi ini, setara dalam kuasa dan sama-sama kekal, Allah Bapa, Allah
Anak, Allah Roh Kudus. Ketiganya adalah satu hakikat ilahi, kekal, tidak
terbagi-bagi, tidak berakhir, mahakuasa, maha arif dan maha baik, satu pencipta
dan pemelihara segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.[20]
Makna Aku percaya kepada Allah Bapa
yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Inilah salah satu cara yang mungkin untuk
menerangkan dan menggambarkan dengan sesingkat-singkatnya seperti apa Allah
itu, apa yang Ia kehendaki dan lakukan. Karena kesepuluh Firman telah
menunjukkan bahwa kita tidak boleh mempunyai lebih dari satu Allah. Jadi,
pengakuan Iman tidak lain dari suatu jawaban dan pengakuan orang Kristen, yang
didasarkan pada Firman pertama. Arti aku percaya kepada Allah Bapa yang
Mahakuasa, Khalik langit dan bumi; Aku percaya dan teguh, aku ini ciptaan
Allah. ia telah memberiku dan terus memelihara tubuh, jiwa dan nyawaku, kaki
dan tanganku yang besar dan kecil, seluruh inderaku, pikiran serta pengertianku
dan sebagainya.[21]
Makna Aku Percaya kepada Yesus
Kristus (Pasal Kedua), di sini kita hendak mengenal pribadi Allah yang kudus,
sehingga kita melihat apa yang kita miliki dari Allah. ia telah menyerahkan
diriNya sepenuhnya untuk kita dan telah memberikan segala-galanya kepada kita.
Ia telah membebaskanku dari dosa-dosaku, dari iblis, maut dan segala kesusahan.
Sebelum Ia datang, aku tidak mempunyai Tuhan atau raja. Aku hidup sebagai
tawanan Iblis, sudah dihukum mati, terjerat dalam dosa dan kebutaan. Sebab,
setelah kita diciptakan dan menerima segala sesuatu yang baik dari Allah Bapa,
Iblis datang dan membawa kita pada ketidaktaatan, dosa, maut dan segala macam kesusahan,
sehingga kita berada di bawah murka Allah dan aib, serta dijatuhi hukuman
kekal. Tidak ada pertolongan dan penghiburan bagi kita, sampai Anak Allah yang
tunggal dan kekal ini manaruh belas kasihan atau kesusahan dan kesengsaraan
kita karena kebaikan hatiNya yang tak terselami, Ia datang dari surga untuk
menolong kita. Tuhan sebagai penyelamat. Dialah yang membawa kita berpaling
dari Iblis kepada Allah, dari maut menuju kehidupan, dari dosa ke kebenaran dan
Ia memelihara kita dalam segala hal itu.[22]
Makna Aku percaya kepada Roh Kudus
(Pasal ketiga), menunjukkan bagaimana kita dikuduskan, dan menerangkan tentang
Roh Kudus dan menyatakan apa yang Ia lakukan. Dialah yang telah dan akan terus
menguduskan kita. Sebagaimana Bapa disebut pencipta dan Anak disebut
penyelamat, maka Roh Kudus disebut yang kudus atau yang menguduskan sesuai
dengan pekerjaanNya. Roh Kudus berperan agar kita dikuduskan melalui
persekutuan orang kudus (atau gereja Kristen), pengampunan dosa, kebangkitan
daging dan hidup yang kekal. Membawa kita kedalam persekutuanNya yang kudus dan
menempatkan kita dalam naungan gereja. Lalu melalui gereja Ia memberitakan
firman Allah kepada kita dan menuntun kita kepada Kristus. jika ada yang
bertanya, apa maksudnya bila kamu mengatakan, Aku percaya kepada Roh Kudus?:
“Aku percaya bahwa Roh Kudus menguduskan aku, seperti yang disebutkan oleh
namanYa”.[23]
BAB III
TANGGAPAN
DOGMATIS
Alkitab adalah Firman Allah, ditulis oleh
orang-orang yang dipilih dan diilhami Allah dan merupakan otoritas satu-satunya
untuk iman dan kehidupan manusia. Allah
itu esa; dalam keesaan-Nya terdapat tiga pribadi yaitu Bapa,
Anak, Roh Kudus yang sehakikat, sederajat, dan kekal, yang memiliki sifat-sifat
yang khas. Doktrin
Allah Tritunggal adalah produk Teologi Proper (teologi dari atas), bukan produk
Teologi Natural (teologi dari bawah). Doktrin Allah Tritunggal lebih merupakan
produk Penyataan Khusus Allah. Doktrin Allah Tritunggal dinyatakan secara ‘progresif’ di
dalam Alkitab (PL - PB). Ketritunggalan Allah lebih jelas di dalam PB dari pada
di dalam PL.
Tuhan
menyatakan diri dalam Firman yang diilhami dan dituliskan sebagai catatan
permanen dalam Alkitab bagi umat manusia. Tuhan telah berfirman, manusia
harus memperhatikan, Lalu mungkin kita berkata, bagaimana Tuhan
berfirman. Inilah yang harus kita lihat di sini. Dalam Ibrani 1: 1-2
dikatakan demikian,"Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan
dalam berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan
nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan
perantaraan AnakNya."Petrus dan Paulus juga menuliskannya dalam 2
Petrus 1:21 (bnd.2 Timotius 3:16).[24]
Dalam Theologia Reformed/Calvinisme mempercayai inti
doktrin Tuhan Allah di dalam Alkitab yaitu Kedaulatan Allah.Di dalam doktrin
Kedaulatan Allah ini, terkandung beberapa prinsip bahwa Tuhan Allah yang
Berdaulat adalah Tuhan Allah yang Kekal dan tidak bergantung pada apa dan
siapapun. Di dalam kekekalan-Nya, Ia merencanakan dan menetapkan segala sesuatu
di dalam sejarah dunia. Karena Dia tidak mungkin berubah, maka Ia tidak mungkin
bersalah atau mengubah rencana yang telah ditetapkan-Nya sejak semula. Tuhan
Allah yang Berdaulat adalah Tuhan Allah yang Berkuasa mutlak. Pdt. Dr. Stephen
Tong di dalam khotbahnya di National Reformed Evangelical Convention (NREC)
2006 mengaitkan kedua konsep ini bahwa beriman di dalam Tuhan Allah yang
Mahakuasa seharusnya juga berkait dengan beriman di dalam Allah yang Berdaulat
mutlak.[25]
Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Tuhan Allah yang
Trinitas, yaitu Tiga pribadi Tuhan Allah (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh
Kudus) di dalam satu Esensi Allah. Doktrin Trinitas selalu mendapat serangan
khususnya dari agama Islam yang mengajarkan bahwa “Allah” tidak mempunyai anak.
Pengertian mereka tidak pernah tuntas mengerti Allah Trinitas, tetapi mereka
berani berkata seenaknya sendiri (wajar saja, manusia berdosa). Oleh
karena itu, marilah kita mengerti kedaulatan Allah yang menyatakan diri-Nya di
dalam Tiga Pribadi tetapi satu esensi. Memisahkan kedua hal ini merupakan suatu
penyimpangan doktrin yang melawan Alkitab.[26]
Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Allah yang transenden
(nun jauh di sana) dan sekaligus imanen (yang dekat dengan manusia). Di dalam
Gereja Katolik Roma (zaman Martin Luther), Allah digambarkan sangat transenden,
yaitu Allah yang selalu menghukum manusia jika tidak taat. Sedangkan, di dalam
mayoritas gereja, geraka Karismatik, Pentakosta,
Allah digambarkan sangat imanen, sehingga ada salah satu tokoh gerakan ini yang
mengajarkan manusia itu adalah little gods (ilah-ilah kecil) yang bisa
“mengatur” Allah untuk memenuhi segala keinginannya yang berdosa. Kedua konsep
ini sangat ditolak Alkitab. Sebaliknya, Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan Allah
itu transenden, yaitu Mahakudus, Mahaagung, Mahakuasa, Mahadahsyat, Mahaadil,
dll, tetapi juga sekaligus Tuhan Allah itu adalah Tuhan Allah yang imanen,
dekat dengan manusia, Mahakasih (salah satu wujudnya adalah inkarnasi di dalam
Pribadi Tuhan Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia). Di dalam ibadah,
unsur menghormati dan menyembah Allah harus diutamakan di samping ada unsur
persekutuan yang intim dengan Allah (dan sesama).[27]
Tuhan Allah yang Berdaulat adalah Tuhan Allah yang
menyatakan diri. Tuhan Allah yang Berdaulat tentu berdaulat juga di dalam
membatasi diri-Nya untuk dikenal oleh ciptaan. Tuhan Allah yang imanen ini
menyatakan diri-Nya melalui penyataan/wahyu-Nya kepada manusia sehingga manusia
dapat mengenal-Nya (Roma 1:19). Penyataan diri Tuhan Allah ini harus dimengerti
di dalam konsep atribut-atribut TUHAN Allah. Tuhan Allah memiliki
atribut-atribut-Nya yang berada pada diri (tidak bergantung pada apa dan
siapapun), yaitu atribut yang dapat dikomunikasikan, yaitu “sifat-sifat” Tuhan
Allah yang dikomunikasikan/diberikan kepada manusia, misalnya, kebajikan,
keadilan, kekudusan dan kebenaran. Atribut-atribut Tuhan Allah yang tidak
dapat dikomunikasikan kepada manusia (incommunicable attributes), yaitu
kekekalan, ketidakterbatasan.
BAB IV
KESIMPULAN
•
Ketritunggalan
Allah adalah salah satu rahasia yang belum kita mengerti dengan
sejelas-jelasnya (1 Kor 13:8-12), tetapi diajarkan oleh Alkitab.
•
Ketritunggalan
Allah adalah fakta yang tidak dapat kita hindari/sangkali karena dinyatakan
oleh Allah sendiri.
•
Doktrin
Allah Tritunggal menjelaskan batas pemikiran kita yang terbatas
•
Kita
menerima/mengakui Ketritunggalan Allah karena Roh Kudus memampukan kita (1 Kor
12:3), bukan karena kemampuan otak kita (bukan sport otak).
•
Kita
menerima/mengakui Ketritunggalan Allah karena mengerti dengan iman, bukan
mengerti dengan akal.
•
Kita harus menerima/mengakui doktrin Tritunggal
karena Allah menyatakan-Nya kepada kita, bukan karena kita menspekulasikannya.
•
Kekristenan adalah ‘agama penyataan Allah’, bukan
‘agama pencari Allah’ atau ‘agama pencipta Allah’.
DAFTAR
PUSTAKA
Barth Karl, The Doctrine Of The Word Of God,
Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960
Church Dogmatics vol. II.1
The
Humanity of God
Barth
Karl, Ichtisar Dogmatika,
(diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968
Soedarmo.
R, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2014)
Tappert,Theodore G. Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004)
SJ.L.Ch Abineno;
Pokok-pokok penting dari Iman Kristen,
Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1989
Lumbantobing Andar, Apologetika Tentang Trinitas Dan
Penginjilan, Pematangsiantar:Percetakan Mauli, 1982
Dieter, Becker, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993
B.J.Boland, Nieftrik G.C.van, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
R, Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1989
[1]Karl Barth, The
Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 339
[2]Karl Barth, The
Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 349
[3]Karl Barth, The
Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 383
[4] Andar Lumbantobing, Apologetika Tentang Trinitas Dan
Penginjilan, (Pematangsiantar:Percetakan Mauli, 1982), hlm,25
[5] Andar Lumbantobing, Apologetika Tentang Trinitas Dan
Penginjilan, (Pematangsiantar:Percetakan Mauli, 1982), hlm, 18-20
[8]Karl Barth, The
Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 474
[9] Church Dogmatics vol.
II.1, hlm. 516
[12]Karl Barth, The
Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh: T.&T.CLARK, 1960, hlm. 513
[13]Karl Barth, The
Doctrine Of The Word Of God, Edinburgh:
T.&T.CLARK, 1960, hlm. 533
[14] Karl Barth, “Church
Dogmatics: The Doctrine of The Word of God ”, Edinburgh: T & T. CLARK,
1956, hlm 203-280
[15] Karl Barth, Ichtisar
Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 8
[16] Karl Barth, Ichtisar
Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 9
[17] Karl Barth, Ichtisar
Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 10
[18] Karl Barth, Ichtisar
Dogmatika, (diterjemahkan: J.L. Lengkong), Basel 1968, hlm. 12-13
[19] Dr. R. Soedarmo, Kamus
Istilah Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), hlm 66.
[20] Theodore G. Tappert, Buku
Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm
36.
[21] Theodore G. Tappert, Buku
Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm
562-565.
[22] Theodore G. Tappert, Buku
Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm
565-567.
[23] Theodore G. Tappert, Buku
Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm
568-574.
[24]Abineno,J.L.Ch; Pokok-pokok penting dari Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1989
[25]Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
[26]Nieftrik G.C.van, B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
[27]Soedarmo R, Ikhtisar
Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989
No comments:
Post a Comment