Wednesday, 17 April 2019

Peran penting pendeta dalam pembinaan warga gereja


Peran penting pendeta dalam pembinaan warga gereja
( Dalam konteks anak sekolah minggu di HKBP Bethesda Pardomuan Nauli Sitorang)
BAB  I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
            Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. Kehidupan bersama itu dibentuk oleh orang-orang yang atas pertolongan Roh Kudus menerima dengan percaya terhadap penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Pengertian demikian menunjukkan bahwa Gereja memiliki segi ilahi dan segi manusiawi. Segi ilahi Gereja adalah sebagai buah penyelamatan Allah, maka Pemilik dan Penguasa Gereja adalah  Allah. Segi manusiawi Gereja adalah sebagai kehidupan bersama religius, yang oleh pertolongan Roh  Kudus  diciptakan dan diselenggarakan secara lembagai oleh manusia. Sebagai suatu kehidupan bersama religius yang lembagawi, Gereja membutuhkan kepemimpinan. Kekhasan kepemimpinan Gereja di dasarkan pada segi ilahi dan segi manusiawi Gereja.
Dari segi ilahi gereja, Gereja adalah buah penyelamatan Allah, yang hidupnya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya. Dari segi manusiawi, Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dipimpin oleh manusia yang atas kehendak Allah dalam kebijaksanaan-Nya dipanggil secara khusus untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Oleh karena itu, apa yang diputuskan dan atau yang dilakukan oleh manusia dalam memimpin Gereja, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah.Untuk menentukan bahwa suatu keputusan dan atau tindakan manusia dalam memimpin Gereja dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah, di pakai tiga tolokukur yang berjenjang. Tolokukur tertinggi adalah Alkitab yang secara mutlak menentukan kebenaran tolokukur yang lain, serta dalam bimbingan dan penguasaan Roh Kudus. Di bawah Alkitab adalah pokok-pokok ajaran Gereja yang dibuat berdasarkan Alkitab untuk menjadi pegangan bagi Gereja di dalam kehidupan dan pelaksanaan tugasnya.
Setiap Gereja adalah Gereja Allah yang mandiri yaitu Gereja yang  memiliki kewenangan dan mampu mengatur diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri. Dalam mewujudkan kemandiriannya setiap Gereja wajib mengembangkan kebersamaan dengan Gereja lain baik secara klasikal maupun sinodal. Sebaliknya, dalam  kebersamaan  klasikal dan sinodal wajib mengembangkan kemandirian setiap Gereja. Semua pelayanan gereja adalah pembinaan warga gereja agar mampu melaksanakan tugas panggilan Tuhan. Pembinaan merupakan usaha gereja untuk mendewasakan warga gereja, agar melalui proses belajar dan mengalami perubahan diri yang terus menerus, warga gereja mau dan mampu bersaksi, bersekutu dan melayani di tengah-tengah gereja dan masyarakat[1].
Pendidikan Agama Kristen untuk pengembangan iman. Gereja juga dipanggil, untuk menyampaikan Firman Tuhan dan melaksanakan perkunjungan pastoral, serta harus memperhatikan tugasnya di lapangan pengajaran dan pendidikan[2]. Dalam realita yang dijumpai, masing-masing gereja memiliki ciri dan untuk aturan tersendiri dengan bagian-bagian pelayanan kategorial. Gereja memiliki program pelayanan terhadap anak-anak, remaja, pemuda maupun dewasa. Masing-masing  dalam  kategori  pelayanan  ini  harus mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kedudukan tiap kategori. Karena setiap orang mampu untuk belajar sesuai dengan kategori usia.
Dalam tulisan ini penulisakan memfokuskan pada pelayanan pendidikan kategori anak yang dikenal dengan istilah Sekolah Minggu[3]. Sekolah minggu merupakan bentuk pelayanan gereja bagi anak-anak. Mulai dari usia 0-12 tahun. Pengajaran agama di gereja dalam program Sekolah Minggu, umumnya sudah mempunyai kurikulum setidaknya pedoman buku untuk mengajar[4]. Dengan pengajaran yang diberikan kepada anak-anak sekolah minggu, anak-anak dibina untuk mengetahui tentang Allah dan juga mengetahui ajaran-ajaran Alkitab tentang manusia, asal, tujuan, dan tanggung jawab serta tentang alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa gereja perlu memperhatikan pentingnya kurikulum PAK yang disusun gereja untuk proses pembinaan kepribadian anak. Kurikulum PAK dibuat dalam rangka menyusun pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan serta tingkat perkembangan psikologi anak.









BAB II
ISI
2.1 Etimologi Kata
§  PengertianPembinaanWargaGereja
Istilah “pembinaan” berasal dari kata dasar “bina”. Bila melihat kedalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat ditemukan bahwa kata “bina” berarti “mengusahakan supaya lebih baik (maju, sempurna, dan sebagainya)”. Sedangkan arti dari kata “pembinaan” adalah “proses, cara, usaha, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik”. Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan yang diberikan oleh Poerwadarmita  (1987). Menurut beliau pembinaan adalah “suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdayaguna berhasil, untuk memperoleh hasil yang lebih baik[5].
Istilah “warga gereja” dalam bahasa Yunani ialah “laikoi”, yang berarti “semua anggota dalam tubuh Kristus, yaitu gereja secara rohaniah, yang telah menerima Kristus sebagai Juruselamat, terdaftar sebagai anggota dalam sebuah gereja lokal, dan juga yang turut mengambilbagian dalam pelayanan gerejawi”. Dengan demikian semua orang yang telah dibaptis adalah warga gereja, termasuk pendeta dan semua pelayan Tuhan lainnya yang ada dalam gereja. Berdasarkan pengertian dari kedua istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa “pembinaan warga gereja” adalah “suatu usaha pembinaan yang berpusat pada Kristus, berdasarkan pengajaranAlkitab, dan merupakan proses untuk menghubungkan kehidupan warga jemaat dengan FirmanTuhan, melalui membimbing dan mendewasakannya dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus.
§  Pengertian kata “Pendeta”
Kata dalam bahsa yunani yang diterjemahkan sebagai “gembala (pendeta/pastor )” adalah poimen. Ini memiliki arti kata orang yang menggembalakan domba-domba. (“pastor” adalah kata Latin untuk gembala.) “Gembala “ merupakan sebuah metafora untuk menjelaskan peran tertentu yang dilakukan jemaat dalam gereja[6]. Gembala bukanlah suatu profesi atau gelar. Pada abad pertama gembala tidak dikhususkan dan diprofesikan sebagaiman ada dalam kekristenan modern. Oleh karena itu, Efesus 4:11 tidak menjelaskan suatu jabatan dan profesi kependetaan, tetapi merupakan hanya salah satu peran jemaat diantara banyak peran lainnya didalam gereja.
Gembala adalah mereka yang secara alami menyediahkan, mengasuh dan merawat domba-domba Tuhan. Merupakan suatu kesalahan besar, bila kita menyamakan gembala pada masa awal gereja dengan gembala digereja masa kini[7]. Istilah  penatua, uskup, penilik, gembalah, dan pendeta, semua menunjuk kepada jabatan yang sama dalam gereja. Hal ini dapat dilihat dengan memeriksa kata-kata Yunani yang digunakan dalam PB untuk menggambarkan para pemimpin gereja. Kata presbuteros, yang digunakan lebih dari 60 kali dalam PB, berarti seorang yang berumur atau penatua. Kata episkopos berarti penilik atau pegawas tinggi dan juga diterjemahkan sebgai “uskup”.Dalam sejumlah terjemahan Alkitab kata poiment berarti “ gembala” atau juga “pendeta”[8].
2.2 Peran pendeta dalam pembinaan sekolah minggu
Sekolah Minggu merupakan salah satu bentuk pembinaan bagi warga Gereja (PWG). Sebagian besar Gereja mengadakan pembinaan anak jemaat. Bentuknya, bermacam-macam. Salah satu yang dikenal di kalangan gereja atau orang-orang percaya adalah Sekolah Minggu. Hampir semua Gereja ada Pembinaan anak-anak. Ada yang menamakan Kebaktian Anak, ada yang menamakannya Sekolah Minggu. Masing-masing tentu memiliki latar belakang dan alasan. Biasanya istilah Kebaktian Anak beralasan bahwa kegiatan ini sama seperti kebaktian umum yang diadakan setiap hari Minggu. Karena pesertanya anak-anak, maka sebut saja dengan kebakaktian Anak. Di dalamnya anak beribadah, berbakti kepada Tuhan; ada unsur-unsur liturgi yang dipakai, seperti nyanyian, doa, pemberitaan Firman, persembahan.  Sekolah Minggu, sebagai wadah, (wadah pembembinaan) iman anak dalam gereja.  Pembinaan iman anak penting bagi gereja karena masa anak-anak adalah waktu yang terbaik guna mencapai keselamatan. Anak-anak merupakan anggota gereja. Dan kehadiran Anak Sekolah Minggu merupakan kesempatan untuk menjadi baik, sebelum dosa serta kebiasaan-kebiasaan yang buruk lebih mempengaruhi dengan kata lain, hati Anak Sekolah Minggu  merupakan awal pembinaan iman, mental, bahkan asset “generasi penerus” gereja.
Dalam psikologi perkembangan dipahami bahwa manusia berkembang dari janin, kanak-kanak menjadi dewasa hingga lanjut usia. Masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan di dalam dunia, dan pada usia dini anak memandang ke masa depan dalam pertumbuhannya. Anak bukanlah orang dewasa mini, ia adalah manusia dalam perkembangan tertentu, ia berbeda dari orang dewasa dalam segi kualitasnya: cara berpikir, cara belajarnya; masa kanak-kanak dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu banyi (0-2 tahun), anak kecil (3-6 tahun), anak tanggung (7-9 tahun), anak besar (10-12) tahun)[9].Peralihan dari masa dua belas tahun sampai lima belas tahun sangat mempengaruhi anak dalam kebaikan atau kejahatan yang akan dilakukan pada masa perkembangan terakhir. Dalam kenyataanya antara murid-murid Sekolah Minggu yang hilang adalah yang berusia tiga belas sampai lima belas tahun. Ini adalah suatu masalah serius dalam gereja.
Oleh sebab itu bagaimana gereja bertindak, dalam masalah anak-anak yang terhilang untuk dapat kembali? Itulah Fungi Sekolah Minggu Sebagai Sarana Pembinaan Iman Anak di masyarakat terkhusus di gereja agar dapat berguna bagi masa depan gereja. Karena di dalam gereja berbagai peran sebagai pendeta, sebagai penginjil, sebagai penatua sebagai pemusik, sebagai guru Sekolah Minggu, sebagai penerima tamu, sebagai administrator gereja, dan sebagainya. Peran-peran itu, memang jelas tidak tergantikan, kecuali memang sudah memenuhi syarat-syarat tertentu dalam suatu gereja tertentu, seperti seorang guru Sekolah Minggu tentu boleh merangkap pelayanan sebagai pemain piano apabila ia mampu memainkan piano dan sebagainya[10].
2.3 Peran pendeta dalam pembinaan muda-mudi gereja
Untuk mengerti dan memahami kaum muda kita perlu mengetahui siapa yang termasuk kaum muda dan apa batasan-batasannya, sehingga kita bisa memberikan pembinaan itu sejak usia dini. Dari berbagai pendapat, yang dimaksud kan dengan kaum muda adalah orang yang berada pada rentan umur 11-25 tahun. Ada juga pendapat yang memberikan rentan waktu yang berbeda, antara umur 13-30 tahun. Biasa juga disebutkan bahwa remaja adalah orang / anak yang masih duduk antara bangku SMP sampai SMA / perguruan tinggi. Namun, definisi ini terkadang terkendala dengan kenyataan bahwa ada pernikahan usia dini, yaitu remaja yang telah menikah diusia muda mereka (antara 17-20 tahun) karena dilatar belakangi oleh alasan tertentu.
 Maka, untuk itu perlu ditambahkan juga bahwa rentan umur remaja adalah termasuk mereka yang belum menikah, yaitu rentan umur antara 13-30 tahun[11]. Dalam hal ini gereja juga membagi dua kelompok muda gereja, yaitu istilah remaja, yakni pengklasifikasi berdasarkan rentan umur anak yang masih duduk di bangku smp dan SMA dan Istilah Naposo dapat diartikan bersadasarkan klasifikasi atas pengesahan gereja melalui pengakuan iman (lepas sidi) hingga rentan waktu pernikahan dilaksanakan.Kaum muda dalam pandangan gereja merupakan harapan masa depan gereja, dimana kaum muda merupakan pewaris kepemimpinan dalam gereja. Namun, persolan-perosalan di dalam lingkup kaum muda sering kali membuat mereka lari dari realitas yang dihadapi. Terutama bila problematika yang dihadapi tersebut berkaitan dengan agama dan Iptek[12]. Tantangan terbesar bagi gereja dalam mengembangkan kehidupan pribadi anggota jemaat terkhususnya pribadi kaum muda adalah menciptakan kesadaran diri dan melakukan  pendampingan secara tepat sesuai dengan kebutuhan.
Dimana kaum muda yang tidak memiliki kepribadian yang matang pastilah tidak akan memberikan sumbangan yang cukup bagi kemajuan gereja.  Karena tanpa adanya kesadaran akan potensi dalam dirinya serta kurangnya kesadaran akan pertumbuhan gereja, kaum muda kristiani tidak berbeda dari pemuda biasa, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Selain itu, pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja terhadap kaum muda sangatlah penting untuk menjadi tantangan bagi pertumbuhan kaum muda itu sendiri. Kelompok-kelompok kaum muda kristiani, yang dengan penuh kesadaran membentuk dan membangun komunitas atas dasar iman dan kepentingan untuk membangun gereja, tanpa pendampingan yang seimbang dan menyeluruh pada akhirnya hanya menjadi kumpulan kaum muda kristen, tanpa orientasi yang jelas[13].


2.4 Sejarah berdirinya gereja HKBP Bethesda pardomuan nauli sitorang
Sejarah singkat dari berdirinya HKBP Bethesda Pardomuan Nauli Sitorang pada tahun 1998,jumlah jemaat Gereja HKBP Bethesda Berkisaran 72 KK yang terdiri dari:

Huria
Ripe
Ama
Ina
Naposo
Baoa
Naposo
Borua
Dakdanak
Baoa
Dakdanak
Borua
Jiwa
HKBP

Bethesda

72

65


70

23

32

27

23

250

inilah Daftar Statistik Jemaat Gereja HKBP Bethesda Ressort Pardomuan Nauli,Sitorang 2017
Bab III
Hasil pengamatan /wawancara
Menurut pengamatan yang saya lakukan didalam gereja HKBP Bethesda Pardomuan Nauli, gereja ini memakai Guru sekolah minggu dari STTRI (sekolah Stephen Tong) ini berwal dari pendeta parasian simamora S.Th dengan berjumlah 6orang disini dimulai anak sekolah minggu tidak beribadah dengan menggunakan agenda HKBP malahan yang digunakan memakai ibadah lagu rohani umum sekitar 8 lagu dan kemudia mendengarkan firman firman Tuhan dan setelah itu pulang. Menurut pengamatan dan beberapa pandangan dari jemaat terlebih orang tua tidak setujuh dengan tata ibadah tidak menggunakan agenda karena menurut orang tua banyak dari anak mereka kurang mengerti akan ajaran dari HKBP padahal tempat beribadah sendiri adalah gedung gereja HKBP terlebih  sedikit banyaknya dari anak mereka (sekolah minggu) tidak begitu mengerti atau tidak begitu fase dalam mengucapkan doa Bapa kami dan pengakuan Iman Rasuli padahal yang kita tau ciri dari ajaran HKBP ialah doa Bapa kami dan pengakuan Iman Rasuli (karena kita adalaah Lutheran). Menurut pendapat Pdt. Parasian Simamora S.Th mengapa gereja memakai tenaga guru sekolah minggu yang berasal dari mahasiwa STTRI(Reformed bukan Lutheran) karena kurangnya partisipasi jemaat untuk menuangkan waktunya menjadi guru sekolah minggu di Gereja tersebut, maka dengan kurangnya minat jemaat jadi diikut sertkanlah mereka menjadi guru sekolah minggu di HKBP Bethesda pardomuan nauli Sitorang.[14]
Setalah perpindahan Pdt. Parasian Simamora dari Bethesda dan masuk Pdt. Gumontan Pasaribu S.Th mulailah ada sedikit banyaknya perubahan kepada anak sekolah minggu sendiri biarpun amang Pdt. Gumontan Pasaribu S.Th ini masih 4 bulan disana tapi sudah diadakan pembinaan pengajaran kepada anak- anak sekolah minggu untuk mengenal terlebih dahulu dengan tata ibadah HKBP menggunakan agenda HKBP biarpun itu menggunkan bahasa Indonesia dan disini juga Pdt. Gumontan Pasaribu S.Th juga membina dan mengajarkan pada anak-anak sekolah minggu perlahan-lahan tentang mengenal doa Bapa kami dan pengakuan Iman Rasuli kepada Anak-anak sekolah minggu, mengnai membina dan mengajarkan pada anak sekolah minggu itu mengenal tata ibadah menurut amang pendeta memang bukan gampang membina atau mengajarkan sekolah minggu untuk mengenal tata ibadah HKBP kepada anak-anak sekolah minggu tapi dengan kesabaran dan mendukung kemauan anak akhirnya anak-anak sekolah minggu mengenal tata ibadah dan telah memakai tata ibadah menggunakan agenda HKBP sudah dilakukan hingga sampai sekarang, biarpun pendeta tersebut tepat memakai Mahasiswa STTRI itu menjadi sekolah minggu yang sekarang mereka bejumlah 3 orang[15].
Serta, bukan hanya itu saja Mahasiswa yang menjadi guru sekolah minggu itu juga ikut dibina untuk menggunakan tata ibadah agenda sekolah minggu HKBP dan juga mereka diharuskan mengerti Doa Bapa kami dan pengakuan Iman Rasuli dengan diajarkan dalam 2 bahasa yaitu Indonesia dan batak, tujuan ini dilakukan oleh pendeta supaya guru sekolah minggu juga mampu mengajarkan dan membina anak sekolah minggu dengan dari asal mereka yaitu HKBP. Pengamatan saya kepada 3 orang guru sekolah minggu yang berasal dari daerah yang berbeda-beda dan bergabung dalam satu ikatan mahasiswa di STTRI  Lumbantor tepatnya didaerah Sitorang ini adalah ajaran Reformed yang dimana menurut mereka ini adalah gabungan dari ajaran kalvinis dan Lutheran dll, ini menurut tanggapan mereka mengenai ajaran Reformed sendiri masuk dalam golongan mana[16].
·         Sejarah berdirinya STTRI
Pada tahun 1984, dalam percakapan di Jl. Arief Margono 18 Malang (Kampus SAAT), Pdt. Dr. Stephen Tong, Pdt. Dr. Caleb Tong, dan Pdt. Yakub B. Susabda, Ph.D. mendapat suatu beban bersama untuk mendirikan sebuah yayasan yang kemudian disebut Lembaga Reformed Injili Indonesia (LRII). LRII mencoba merespons tantangan zaman dalam segala bentuknya sebagai manifestasi pertanggungjawaban iman. LRII menyadari munculnya pergeseran pandangan teologi yang semakin meninggalkan "inti iman Kristen," penolakan terhadap Alkitab sebagai firman Allah yang berotoritas dalam berbagai bentuk, serta penolakan terhadap Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia. Di tengah arus pasca modernisme dan era informasi digital ini kehadiran gereja dan umat Kristen di tengah dunia menjadi semakin tidak signifikan. Berita serta ajarannya menjadi semakin tidak relevan. Hal-hal yang menggelisahkan ini telah hadir dengan kekuatan pergeseran budaya yang sulit untuk diatasi. Sebagai dampaknya, gereja-gereja cenderung mengubah natur bahkan identitasnya menjadi gereja yang menekankan entertainment untuk dapat menarik minat umat untuk tetap datang sehingga umat Kristiani makin jauh dari apa yang seharusnya. Pertanyaan yang terus digumulkan LRII adalah: “Apa yang harus dilakukan untuk merespons gejala-gejala ini?” Para pendiri LRII memulainya dengan menyelenggarakan seminar-seminar pembinaan iman Kristen, kebaktian-kebaktian kebangunan rohani, serta pembentukan sekolah-sekolah teologi untuk awam di berbagai kota besar di Indonesia. Seiring bergulirnya waktu dan dinamika yang ada, dengan visi yang semakin jelas maka pada tanggal 18 Agustus 1991 berdirilah Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) di Jakarta.
STTRI yang diresmikan di gedung Granadha (Jakarta) ini memiliki sebuah kampus yang terletak di jalan Kemang Utara IX/10, Warung Buncit, Jakarta Selatan. Gedung sekolah yang dahulunya bernama Ecole International Francaise ini betul-betul merupakan anugerah Tuhan yang dikaruaniakan kepada STTRI melalui kebaikan dan usaha beberapa saudara seiman pendukung LRII yang setia, antara lain bapak Enoch Tjakra, Suwaji Wijaya, Luke Roxas, Joseph Tjakra dan istri, Angsono, dan lain-lain. Pengorbanan dan jerih payah mereka telah memperlancar langkah-langkah pertama STTRI. Dengan fasilitas yang memang sudah tersedia untuk sebuah lembaga pendidikan, kuliah perdana dapat segera dimulai dengan 19 mahasiswa, 13 tenaga pengajar, 3 ruang kelas, 10.000 buku di Perpustakaan H. F. Tan, dan asrama yang dapat menampung 60 mahasiswa dan 2 keluarga dosen. Pada tahun 2010 LRII akhirnya berubah menjadi Lembaga Reformed Indonesia (LRI) yang secara penuh diserahkan kepada kepemimpinan Pdt. Yakub B. Susabda. Dan mulai bulan Agustus 2013, STTRII kemudian secara resmi berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Teologi Reformed Indonesia (STTRI)[17].
§  Peran pembinaan Pendeta HKBP Bethesda Pardomuan nauli Sitorang kepada guru sekolah minggu dan anak sekolah minggu
Menurut wawancara saya kepada guru sekolah minggu dari STTRI ini bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pendeta ketika mengajar sekolah minggu terlebih dahulu pendeta bertemu tatap muka untuk memantapkan pelayanan guru sekolah minggu kepada anak sekolah minggu, sebelum memasuki ibadah terlebih dahulu pendeta membimbing guru sekolah minggu dalam mengambil bagian untuk acara ibadah dengan beberapa tugas yaitu sebagai liturgis,bawa nyanyi, khotbah sekolah minggu. maksud dari pembinan ini menurut mereka sebagai persiapan yang matang untuk ibadah yang akan berlangsung supaya bisa berjalan dengan baik dan ini tidak terlepas dengan pantauan pendeta karena yang diketahui guru sekolah minggu yang melayani di gereja HKBP Bethesda ini sebenarnya masih di bimbing oleh pendeta karena mereka tidak begitu paham betul bagaimana tata ibadah di HKBP. Jika ditanya apakah ada sermon khusus untuk sekolah minggu mereka menjawab belum dilakukan karena kurangnya guru sekolah, jadi pendeta tidak mengadakan khusus tetapi pendeta hanya mengadak diskus saja terkait maksud nats setiap minggunya tapi tidak diadakan sermon. Diskus ini dilakukan bukan seperti sermon melainkan seperti diskusi bercerita biasa jika ada yang kurang dalam buku panduan sekolah minggu. mereka melakukan diskusi sabtu malam dikarena 3 guru sekolah minggu diperbolehkan tinggal dirumah pendeta Ressort.
Jika ditanya pembinaan kepada anak sekolah minggu pendeta mengambil peran tapi tidak begitu besar hanya saja pendeta memantau sekolah minggu dalam perkembangan saja untuk dalam program kegiatan pendeta ikut serta memberikan masukan tentang apa saja yang layak dalam bimbingan anak sekolah minggu. menurut hasil pengamatan dan wawancara dari guru sekolah minggu mengenai peran pendeta dalam program sudah ada yang dilakukan dan itu atas pemikiran oleh pendeta Ressort tentang diadakan sabtu ceria dan bermain & belajar, dll dan program selanjutnya dari masukan pemikiran pendeta akan diadakan (PA sekolah minggu,CCA sekolah minggu, tour sekolah minggu, dll )tapi program ini masih dalam rencana.
Tujuan diadakan ini supaya menambah semangat anak sekolah minggu dalam beribadah karena sebelumnya hal ini tidak pernah diadakan oleh pendeta terdahulu. Dari program yang diadakan oleh pendeta ini masih ada aja jemaat yang tidak setujuh tapi lebih banyak yang setujuh akan program ini dan bukan itu saja pendeta juga mengajak parhalado untuk ikut serta memperhatikan anak sekolah minggu dalam pembinaan guru dan anak sekolah minggu di gereja HKBP Bethesda.
·         Analisa terhadap wawancara
Menurut Analisa saya dalam pengamatan selama mengamati sudah banyak perubahan yang terjadi dalam perkembangan anak sekolah minggu, menurut saya tujuan dari perkembangan yang dilakukan sama pendeta Ressort sangat baik karena jika perubahan itu terlaksana jemaat pun ikut merasakan hasil yang memuaskan tersebut. Akan tetapi, jika dikatakan perubahan ada saja jemaat yang tidak setujuh akan perbahan itu karena hal pribadi, tapi biarpun seperti itu perubahan tersebut tetap diadakan oleh pendeta. karena menurut pendeta ada juga jemaat yang tidak nyaman terhadap situasi yang terjadi dimana orang tua berharap supaya anak-anak mereka bisa mengerti tata ibadah dan ajaran HKBP seharusnya. Dengan begitu, banyak juga jemaat yang positif menerima perubahan yang terjadi dan mereka senang karena pendeta ikut turun tanggan dalam merubah situasi yang ada.
Bab IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Pelayanan dan PWG yang perlu terus update sebagai bidang ilmu. Berikut adalah beberapa kesimpulannya.PWG berasumsi bahwa konsepsi yang tinggi tentang warga gereja bukan berari konsepsi yang rendah tentang jabatan pendeta. Kelahiran PWG bukanlah untuk memperjuangkan status yang lebih tinggi bagi warga gereja lalu mengurangi arti jabatan pendeta. Peranan warga gereja adalah di garis depan, dan untuk itu dibutuhkan pembekalan pendeta di garis belakang. Keduannya saling menopang, sehingga pendeta dan jemaat saling belajar, bukan dimana pendeta mentransmisikan suatu kebenaran otoritatif. Adanya PWG bukanlah untuk menghasilkan warga gereja yang ‘tidak layak’, yaitu ½ warga gereja biasa dan ½ pendeta.
Orang sering mengira bahwa warga gereja yang baik adalah mereka yang banyak meninggalkan pekerjaan duniawinya lalu aktif dalam pekerjaan rohani. Padahal yang dibutuhkan adalah kesaksian tanpa kata namun penetratif, yaitu bersaksi melalui sikap dan perbuatan misalnya menunjukkan hasil kerja yang bermutu dan jujur.Pembinaan Warga Gereja (PWG) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan Kristen. Setiap anggota jemaat perlu memperoleh bimbingan perihal tanggung jawab, kedudukan, dan fungsi masing-masing dalam jemaat sesuai dengan amanat Tuhan Yesus sebelum ia naik ke surga (Matius 28:19-20). Di mana Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk memuridkan semua bangsa, membaptiskan mereka, dan mengajarkan semua hukum-Nya. Dengan kata lain, ayat ini merupakan amanat pendidikan untuk membina warga jemaat.Keadaan konkret warga gereja sebagai bagian integral dari suatu masyarakat global yang hidup dan mengalami perubahan-perubahan mendasar yang cepat dan menyentuh seluruh aspek kehidupan. Dalam rangka itulah PWG menjadi sangat relevan menyiapkan warga gereja agar siap menyambut perubahan-perubahan itu.
Penulis mendefinisikan pendeta jemaat adalah pendeta yang menjadi sahabat bagi jemaat yang dilayani. Menjadi sahabat berarti mau menaruhpikiran, perasaannya terhadap jemaat, selalu memiliki kerendahan hati, ramah tidak pilih kasih, bisa mengayomi jemaat.Pendeta adalah seorang pemimpin, dimana seorang pemimpin harus memiliki karakter seorang pemimpin. Seorang pendeta yang memiliki karakter seorang pemimpin dapat dilihat dari kejelasan tujuan/visi untuk melihat bagaimana organisasi di masa mendatang. Oleh sebab itu, penulis dapat menyimpulkan bahwa kriteria pendeta ideal adalah pendeta yang mau menjadi sahabat bagi jemaatnya, dimana baik pendeta maupun jemaat dapat saling memberikan pertumbuhan iman.











[1]Dien Sumayatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, (Yogyakarta ANDI OFFSET, 2012),28.
[2]Dr.E.GHomrighausendanDr.I.H.Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta,1985), 32.
[3]Paulus daun, PengantarkedalamSekolahMinggu, (Medio.1989), 5.
[4]Samuel Sidjabat, StrategiPendidikan Kristen, (Yogyakarta, ANDI, 1994), 94
[5]Dr.O.E.Ch. Wuwungan, Bina Warga;Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja; Bpk Gunung Mulia, Jakarta, 2012,hlm 127
[6] Edgar Walz,Pedoman bagi Pendeta dan Pengurus Awam,( Jakarta: BPK Gunung Mulia,2015),7-9
[8]Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012),  217-218.
[9] Andar Ismail. Ajarlah Mereka Melakukan. ( Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2011); hlm. 129-134
[10]  Timtius Kurniawan susanto.  3 dimensi dalam keesaan pembangunan jemaat (Jakarta: BPK Gunung  Mulia 2008); hlm. 33
[11]Artikel Tingkatan Generasi Muda, diakses dari tulisan terkini.com/artikel/rtikel-ilmiah/9219-pengertian-generasi—muda.html pada tanggal 08 Oktober 2017 pukul 14:20 wib
[12]A.M Mangunhardjana,. Pendampingan Kaum Muda: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 58-60
[13]Membangun karakter Generasi Muda, diakses melalui http://www.beritaindonesia.co.id pada tanggal 08-0ktober 2017
[14] Pdt. Parasian Simamora,wawancara oleh iwena pasaribu, sitorang Porsea,2 Oktober 2017
[15] Pdt.Gumontan Pasaribu,wawancara oleh Iwena Pasaribu,Sitorang Porsea,03 Oktober 2017
[16] PH,MG,EH. Wawancara oleh Iwena Pasaribu, STTRI Lumbantor Sitorang,03 oktober 2017
[17]www.reformedindonesia.ac.id pada tanggal 08 Oktober 2017

No comments:

Post a Comment