Peran penting pendeta dalam pembinaan warga gereja
( Dalam konteks anak sekolah minggu di HKBP Bethesda
Pardomuan Nauli Sitorang)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah
dalam Tuhan Yesus Kristus. Kehidupan bersama itu dibentuk oleh orang-orang yang
atas pertolongan Roh Kudus menerima dengan percaya terhadap penyelamatan Allah di
dalam Tuhan Yesus Kristus. Pengertian demikian menunjukkan bahwa Gereja memiliki segi ilahi dan segi manusiawi. Segi ilahi Gereja adalah sebagai buah penyelamatan Allah,
maka Pemilik dan Penguasa Gereja adalah Allah. Segi manusiawi Gereja adalah sebagai kehidupan bersama religius, yang oleh pertolongan Roh Kudus diciptakan dan diselenggarakan secara lembagai oleh manusia. Sebagai suatu kehidupan bersama religius yang
lembagawi, Gereja membutuhkan kepemimpinan. Kekhasan kepemimpinan Gereja di dasarkan pada segi ilahi dan segi manusiawi Gereja.
Dari
segi ilahi gereja, Gereja adalah buah penyelamatan Allah,
yang hidupnya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya. Dari segi manusiawi, Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dipimpin oleh manusia yang atas kehendak Allah dalam kebijaksanaan-Nya dipanggil secara khusus untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Oleh karena itu, apa yang
diputuskan dan atau yang dilakukan oleh manusia dalam memimpin Gereja, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah.Untuk menentukan bahwa suatu keputusan dan atau tindakan manusia dalam memimpin Gereja dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah, di pakai tiga tolokukur yang
berjenjang. Tolokukur tertinggi adalah Alkitab yang secara mutlak menentukan kebenaran tolokukur yang lain,
serta dalam bimbingan dan penguasaan Roh Kudus. Di bawah Alkitab adalah pokok-pokok ajaran Gereja yang dibuat berdasarkan Alkitab untuk menjadi pegangan bagi Gereja di dalam kehidupan dan pelaksanaan tugasnya.
Setiap Gereja adalah Gereja Allah yang
mandiri yaitu Gereja yang memiliki kewenangan dan mampu mengatur diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri. Dalam mewujudkan kemandiriannya setiap Gereja wajib mengembangkan kebersamaan dengan Gereja lain baik secara klasikal maupun sinodal. Sebaliknya,
dalam kebersamaan klasikal dan sinodal wajib mengembangkan kemandirian setiap Gereja. Semua pelayanan gereja adalah pembinaan warga gereja agar mampu melaksanakan tugas panggilan Tuhan. Pembinaan merupakan usaha gereja untuk mendewasakan warga gereja, agar melalui
proses belajar dan mengalami perubahan diri yang terus menerus, warga gereja mau dan mampu bersaksi, bersekutu dan melayani di
tengah-tengah gereja dan masyarakat[1].
Pendidikan
Agama Kristen untuk pengembangan iman. Gereja juga dipanggil, untuk menyampaikan Firman Tuhan dan melaksanakan perkunjungan pastoral,
serta harus memperhatikan tugasnya di lapangan pengajaran dan pendidikan[2]. Dalam realita yang dijumpai,
masing-masing gereja memiliki ciri dan untuk aturan tersendiri dengan bagian-bagian pelayanan kategorial. Gereja memiliki program
pelayanan terhadap anak-anak, remaja,
pemuda maupun dewasa. Masing-masing dalam kategori pelayanan ini harus mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kedudukan tiap kategori. Karena setiap orang mampu untuk belajar sesuai dengan kategori usia.
Dalam tulisan ini penulisakan memfokuskan pada pelayanan pendidikan kategori anak yang dikenal dengan istilah Sekolah Minggu[3]. Sekolah minggu merupakan bentuk pelayanan gereja bagi anak-anak. Mulai dari usia 0-12 tahun.
Pengajaran agama di gereja dalam
program Sekolah Minggu,
umumnya sudah mempunyai kurikulum setidaknya pedoman buku untuk mengajar[4]. Dengan pengajaran yang
diberikan kepada anak-anak sekolah minggu, anak-anak dibina untuk mengetahui tentang Allah dan juga mengetahui ajaran-ajaran Alkitab tentang manusia, asal, tujuan,
dan tanggung jawab serta tentang alam semesta. Hal ini menunjukkan bahwa gereja perlu memperhatikan pentingnya kurikulum PAK yang
disusun gereja untuk proses pembinaan kepribadian anak. Kurikulum PAK
dibuat dalam rangka menyusun pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan serta tingkat perkembangan psikologi anak.
BAB II
ISI
2.1 Etimologi Kata
§ PengertianPembinaanWargaGereja
Istilah
“pembinaan” berasal dari
kata dasar “bina”. Bila melihat kedalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat ditemukan bahwa kata “bina”
berarti “mengusahakan supaya lebih baik (maju, sempurna,
dan sebagainya)”.
Sedangkan arti dari kata “pembinaan”
adalah “proses, cara, usaha, dan kegiatan
yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik”. Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan yang diberikan oleh Poerwadarmita (1987). Menurut beliau pembinaan adalah “suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdayaguna berhasil, untuk memperoleh hasil yang lebih baik[5]”.
Istilah
“warga gereja”
dalam bahasa Yunani ialah “laikoi”, yang
berarti “semua anggota dalam tubuh Kristus, yaitu gereja secara rohaniah, yang telah menerima Kristus sebagai Juruselamat, terdaftar sebagai anggota dalam sebuah gereja lokal, dan juga yang turut mengambilbagian dalam pelayanan gerejawi”. Dengan demikian semua orang yang telah dibaptis adalah warga gereja, termasuk pendeta dan semua pelayan Tuhan lainnya yang ada dalam gereja. Berdasarkan pengertian dari kedua istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa “pembinaan warga gereja” adalah “suatu usaha pembinaan yang berpusat pada Kristus, berdasarkan pengajaranAlkitab, dan merupakan proses untuk menghubungkan kehidupan warga jemaat dengan FirmanTuhan, melalui membimbing dan mendewasakannya dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus.
§ Pengertian
kata “Pendeta”
Kata dalam bahsa yunani yang diterjemahkan sebagai
“gembala (pendeta/pastor )” adalah poimen. Ini memiliki arti kata orang yang
menggembalakan domba-domba. (“pastor” adalah kata Latin untuk gembala.)
“Gembala “ merupakan sebuah metafora untuk menjelaskan peran tertentu yang
dilakukan jemaat dalam gereja[6].
Gembala bukanlah suatu profesi atau gelar. Pada abad pertama gembala tidak
dikhususkan dan diprofesikan sebagaiman ada dalam kekristenan modern. Oleh
karena itu, Efesus 4:11 tidak menjelaskan suatu jabatan dan profesi
kependetaan, tetapi merupakan hanya salah satu peran jemaat diantara banyak
peran lainnya didalam gereja.
Gembala adalah mereka yang secara alami menyediahkan,
mengasuh dan merawat domba-domba Tuhan. Merupakan suatu kesalahan besar, bila
kita menyamakan gembala pada masa awal gereja dengan gembala digereja masa kini[7]. Istilah penatua, uskup, penilik, gembalah, dan
pendeta, semua menunjuk kepada jabatan yang sama dalam gereja. Hal ini dapat
dilihat dengan memeriksa kata-kata Yunani yang digunakan dalam PB untuk
menggambarkan para pemimpin gereja. Kata presbuteros, yang digunakan lebih dari
60 kali dalam PB, berarti seorang yang berumur atau penatua. Kata episkopos
berarti penilik atau pegawas tinggi dan juga diterjemahkan sebgai “uskup”.Dalam
sejumlah terjemahan Alkitab kata poiment berarti “ gembala” atau juga “pendeta”[8].
2.2 Peran pendeta dalam pembinaan sekolah minggu
Sekolah Minggu merupakan salah satu bentuk pembinaan
bagi warga Gereja (PWG). Sebagian besar Gereja mengadakan pembinaan anak
jemaat. Bentuknya, bermacam-macam. Salah satu yang dikenal di kalangan gereja
atau orang-orang percaya adalah Sekolah Minggu. Hampir semua Gereja ada
Pembinaan anak-anak. Ada yang menamakan Kebaktian Anak, ada yang menamakannya
Sekolah Minggu. Masing-masing tentu memiliki latar belakang dan alasan. Biasanya
istilah Kebaktian Anak beralasan bahwa kegiatan ini sama seperti kebaktian umum
yang diadakan setiap hari Minggu. Karena pesertanya anak-anak, maka sebut saja
dengan kebakaktian Anak. Di dalamnya anak beribadah, berbakti kepada Tuhan; ada
unsur-unsur liturgi yang dipakai, seperti nyanyian, doa, pemberitaan Firman,
persembahan. Sekolah Minggu, sebagai wadah, (wadah pembembinaan) iman
anak dalam gereja. Pembinaan iman anak penting bagi gereja karena masa
anak-anak adalah waktu yang terbaik guna mencapai keselamatan. Anak-anak
merupakan anggota gereja. Dan kehadiran Anak Sekolah Minggu merupakan
kesempatan untuk menjadi baik, sebelum dosa serta kebiasaan-kebiasaan yang
buruk lebih mempengaruhi dengan kata lain, hati Anak Sekolah Minggu merupakan
awal pembinaan iman, mental, bahkan asset “generasi penerus” gereja.
Dalam psikologi perkembangan dipahami bahwa manusia
berkembang dari janin, kanak-kanak menjadi dewasa hingga lanjut usia. Masa
kanak-kanak merupakan awal kehidupan di dalam dunia, dan pada usia dini anak
memandang ke masa depan dalam pertumbuhannya. Anak bukanlah orang dewasa mini,
ia adalah manusia dalam perkembangan tertentu, ia berbeda dari orang dewasa
dalam segi kualitasnya: cara berpikir, cara belajarnya; masa kanak-kanak dapat
dibagi dalam empat bagian, yaitu banyi (0-2 tahun), anak kecil (3-6 tahun),
anak tanggung (7-9 tahun), anak besar (10-12) tahun)[9].Peralihan
dari masa dua belas tahun sampai lima belas tahun sangat mempengaruhi anak
dalam kebaikan atau kejahatan yang akan dilakukan pada masa perkembangan
terakhir. Dalam kenyataanya antara murid-murid Sekolah Minggu yang hilang
adalah yang berusia tiga belas sampai lima belas tahun. Ini adalah suatu
masalah serius dalam gereja.
Oleh sebab itu bagaimana gereja bertindak, dalam
masalah anak-anak yang terhilang untuk dapat kembali? Itulah Fungi Sekolah
Minggu Sebagai Sarana Pembinaan Iman Anak di masyarakat terkhusus di gereja
agar dapat berguna bagi masa depan gereja. Karena di dalam gereja berbagai
peran sebagai pendeta, sebagai penginjil, sebagai penatua sebagai pemusik,
sebagai guru Sekolah Minggu, sebagai penerima tamu, sebagai administrator
gereja, dan sebagainya. Peran-peran itu, memang jelas tidak tergantikan,
kecuali memang sudah memenuhi syarat-syarat tertentu dalam suatu gereja tertentu,
seperti seorang guru Sekolah Minggu tentu boleh merangkap pelayanan sebagai
pemain piano apabila ia mampu memainkan piano dan sebagainya[10].
2.3 Peran pendeta dalam pembinaan muda-mudi gereja
Untuk mengerti dan memahami kaum muda kita perlu mengetahui
siapa yang termasuk kaum muda dan apa batasan-batasannya, sehingga kita bisa
memberikan pembinaan itu sejak usia dini. Dari berbagai pendapat, yang dimaksud
kan dengan kaum muda adalah orang yang berada pada rentan umur 11-25 tahun. Ada
juga pendapat yang memberikan rentan waktu yang berbeda, antara umur 13-30
tahun. Biasa juga disebutkan bahwa remaja adalah orang / anak yang masih duduk
antara bangku SMP sampai SMA / perguruan tinggi. Namun, definisi ini terkadang
terkendala dengan kenyataan bahwa ada pernikahan usia dini, yaitu remaja yang
telah menikah diusia muda mereka (antara 17-20 tahun) karena dilatar belakangi
oleh alasan tertentu.
Maka, untuk itu perlu
ditambahkan juga bahwa rentan umur remaja adalah termasuk mereka yang belum
menikah, yaitu rentan umur antara 13-30 tahun[11]. Dalam hal ini gereja
juga membagi dua kelompok muda gereja, yaitu istilah remaja, yakni
pengklasifikasi berdasarkan rentan umur anak yang masih duduk di bangku smp
dan SMA dan Istilah Naposo dapat diartikan bersadasarkan
klasifikasi atas pengesahan gereja melalui pengakuan iman (lepas sidi) hingga
rentan waktu pernikahan dilaksanakan.Kaum muda dalam pandangan gereja merupakan
harapan masa depan gereja, dimana kaum muda merupakan pewaris kepemimpinan
dalam gereja. Namun, persolan-perosalan di dalam lingkup kaum muda sering kali
membuat mereka lari dari realitas yang dihadapi. Terutama bila problematika
yang dihadapi tersebut berkaitan dengan agama dan Iptek[12].
Tantangan terbesar bagi gereja dalam mengembangkan kehidupan pribadi anggota
jemaat terkhususnya pribadi kaum muda adalah menciptakan kesadaran diri dan
melakukan pendampingan secara tepat sesuai dengan kebutuhan.
Dimana kaum muda yang tidak memiliki kepribadian yang matang
pastilah tidak akan memberikan sumbangan yang cukup bagi kemajuan gereja. Karena tanpa adanya kesadaran akan potensi dalam dirinya
serta kurangnya kesadaran akan pertumbuhan gereja, kaum muda kristiani tidak
berbeda dari pemuda biasa, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Selain itu,
pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja terhadap kaum muda sangatlah penting
untuk menjadi tantangan bagi pertumbuhan kaum muda itu sendiri.
Kelompok-kelompok kaum muda kristiani, yang dengan penuh kesadaran membentuk
dan membangun komunitas atas dasar iman dan kepentingan untuk membangun gereja,
tanpa pendampingan yang seimbang dan menyeluruh pada akhirnya hanya menjadi kumpulan
kaum muda kristen, tanpa orientasi yang jelas[13].
2.4 Sejarah berdirinya gereja HKBP Bethesda
pardomuan nauli sitorang
Sejarah
singkat dari berdirinya HKBP Bethesda Pardomuan Nauli Sitorang pada tahun 1998,jumlah
jemaat Gereja HKBP Bethesda Berkisaran 72 KK yang terdiri dari:
Huria
|
Ripe
|
Ama
|
Ina
|
Naposo
Baoa
|
Naposo
Borua
|
Dakdanak
Baoa
|
Dakdanak
Borua
|
Jiwa
|
HKBP
Bethesda
|
72
|
65
|
70
|
23
|
32
|
27
|
23
|
250
|
inilah Daftar Statistik Jemaat Gereja HKBP Bethesda
Ressort Pardomuan Nauli,Sitorang 2017
Bab III
Hasil pengamatan /wawancara
Menurut
pengamatan yang saya lakukan didalam gereja HKBP Bethesda Pardomuan Nauli,
gereja ini memakai Guru sekolah minggu dari STTRI (sekolah Stephen Tong) ini
berwal dari pendeta parasian simamora S.Th dengan berjumlah 6orang disini
dimulai anak sekolah minggu tidak beribadah dengan menggunakan agenda HKBP
malahan yang digunakan memakai ibadah lagu rohani umum sekitar 8 lagu dan
kemudia mendengarkan firman firman Tuhan dan setelah itu pulang. Menurut
pengamatan dan beberapa pandangan dari jemaat terlebih orang tua tidak setujuh
dengan tata ibadah tidak menggunakan agenda karena menurut orang tua banyak
dari anak mereka kurang mengerti akan ajaran dari HKBP padahal tempat beribadah
sendiri adalah gedung gereja HKBP terlebih
sedikit banyaknya dari anak mereka (sekolah minggu) tidak begitu
mengerti atau tidak begitu fase dalam mengucapkan doa Bapa kami dan pengakuan
Iman Rasuli padahal yang kita tau ciri dari ajaran HKBP ialah doa Bapa kami dan
pengakuan Iman Rasuli (karena kita adalaah Lutheran). Menurut pendapat Pdt.
Parasian Simamora S.Th mengapa gereja memakai tenaga guru sekolah minggu yang
berasal dari mahasiwa STTRI(Reformed bukan Lutheran) karena kurangnya
partisipasi jemaat untuk menuangkan waktunya menjadi guru sekolah minggu di
Gereja tersebut, maka dengan kurangnya minat jemaat jadi diikut sertkanlah
mereka menjadi guru sekolah minggu di HKBP Bethesda pardomuan nauli Sitorang.[14]
Setalah
perpindahan Pdt. Parasian Simamora dari Bethesda dan masuk Pdt. Gumontan
Pasaribu S.Th mulailah ada sedikit banyaknya perubahan kepada anak sekolah
minggu sendiri biarpun amang Pdt. Gumontan Pasaribu S.Th ini masih 4 bulan
disana tapi sudah diadakan pembinaan pengajaran kepada anak- anak sekolah
minggu untuk mengenal terlebih dahulu dengan tata ibadah HKBP menggunakan agenda
HKBP biarpun itu menggunkan bahasa Indonesia dan disini juga Pdt. Gumontan
Pasaribu S.Th juga membina dan mengajarkan pada anak-anak sekolah minggu
perlahan-lahan tentang mengenal doa Bapa kami dan pengakuan Iman Rasuli kepada
Anak-anak sekolah minggu, mengnai membina dan mengajarkan pada anak sekolah
minggu itu mengenal tata ibadah menurut amang pendeta memang bukan gampang
membina atau mengajarkan sekolah minggu untuk mengenal tata ibadah HKBP kepada
anak-anak sekolah minggu tapi dengan kesabaran dan mendukung kemauan anak
akhirnya anak-anak sekolah minggu mengenal tata ibadah dan telah memakai tata
ibadah menggunakan agenda HKBP sudah dilakukan hingga sampai sekarang, biarpun
pendeta tersebut tepat memakai Mahasiswa STTRI itu menjadi sekolah minggu yang
sekarang mereka bejumlah 3 orang[15].
Serta,
bukan hanya itu saja Mahasiswa yang menjadi guru sekolah minggu itu juga ikut
dibina untuk menggunakan tata ibadah agenda sekolah minggu HKBP dan juga mereka
diharuskan mengerti Doa Bapa kami dan pengakuan Iman Rasuli dengan diajarkan
dalam 2 bahasa yaitu Indonesia dan batak, tujuan ini dilakukan oleh pendeta
supaya guru sekolah minggu juga mampu mengajarkan dan membina anak sekolah
minggu dengan dari asal mereka yaitu HKBP. Pengamatan saya kepada 3 orang guru
sekolah minggu yang berasal dari daerah yang berbeda-beda dan bergabung dalam
satu ikatan mahasiswa di STTRI Lumbantor
tepatnya didaerah Sitorang ini adalah ajaran Reformed yang dimana menurut
mereka ini adalah gabungan dari ajaran kalvinis dan Lutheran dll, ini menurut
tanggapan mereka mengenai ajaran Reformed sendiri masuk dalam golongan mana[16].
·
Sejarah
berdirinya STTRI
Pada tahun 1984, dalam percakapan di Jl.
Arief Margono 18 Malang (Kampus SAAT), Pdt. Dr. Stephen Tong, Pdt. Dr. Caleb
Tong, dan Pdt. Yakub B. Susabda, Ph.D. mendapat suatu beban bersama untuk
mendirikan sebuah yayasan yang kemudian disebut Lembaga Reformed Injili
Indonesia (LRII). LRII
mencoba merespons tantangan zaman dalam segala bentuknya sebagai manifestasi
pertanggungjawaban iman. LRII menyadari munculnya pergeseran pandangan teologi
yang semakin meninggalkan "inti iman Kristen," penolakan terhadap
Alkitab sebagai firman Allah yang berotoritas dalam berbagai bentuk, serta
penolakan terhadap Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia. Di tengah
arus pasca modernisme dan era
informasi digital ini kehadiran gereja dan umat Kristen di tengah dunia menjadi
semakin tidak signifikan. Berita serta ajarannya menjadi semakin tidak relevan.
Hal-hal yang menggelisahkan ini telah hadir dengan kekuatan pergeseran budaya
yang sulit untuk diatasi. Sebagai dampaknya, gereja-gereja cenderung mengubah
natur bahkan identitasnya menjadi gereja yang menekankan entertainment untuk
dapat menarik minat umat untuk tetap datang sehingga umat Kristiani makin jauh
dari apa yang seharusnya. Pertanyaan yang terus digumulkan LRII adalah: “Apa
yang harus dilakukan untuk merespons gejala-gejala ini?” Para pendiri LRII
memulainya dengan menyelenggarakan seminar-seminar pembinaan iman Kristen,
kebaktian-kebaktian kebangunan rohani, serta pembentukan sekolah-sekolah
teologi untuk awam di berbagai kota besar di Indonesia. Seiring bergulirnya
waktu dan dinamika yang ada, dengan visi yang semakin jelas maka pada tanggal
18 Agustus 1991 berdirilah Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Indonesia
(STTRII) di Jakarta.
STTRI yang diresmikan di gedung Granadha
(Jakarta) ini memiliki sebuah kampus yang terletak di jalan Kemang Utara IX/10, Warung
Buncit, Jakarta Selatan.
Gedung sekolah yang dahulunya bernama Ecole International Francaise ini
betul-betul merupakan anugerah Tuhan yang dikaruaniakan kepada STTRI melalui
kebaikan dan usaha beberapa saudara seiman pendukung LRII yang setia, antara
lain bapak Enoch Tjakra, Suwaji Wijaya, Luke Roxas, Joseph Tjakra dan istri,
Angsono, dan lain-lain. Pengorbanan dan jerih payah mereka telah memperlancar
langkah-langkah pertama STTRI. Dengan fasilitas yang memang sudah tersedia
untuk sebuah lembaga pendidikan, kuliah perdana dapat segera dimulai dengan 19
mahasiswa, 13 tenaga pengajar, 3 ruang kelas, 10.000 buku di Perpustakaan H. F.
Tan, dan asrama yang dapat menampung 60 mahasiswa dan 2 keluarga dosen. Pada
tahun 2010 LRII akhirnya berubah menjadi Lembaga Reformed Indonesia (LRI) yang
secara penuh diserahkan kepada kepemimpinan Pdt. Yakub B. Susabda. Dan mulai
bulan Agustus 2013, STTRII kemudian secara resmi berubah nama menjadi Sekolah
Tinggi Teologi Reformed Indonesia (STTRI)[17].
§ Peran pembinaan Pendeta
HKBP Bethesda Pardomuan nauli Sitorang kepada guru sekolah minggu dan anak
sekolah minggu
Menurut
wawancara saya kepada guru sekolah minggu dari STTRI ini bahwa pembinaan yang
dilakukan oleh pendeta ketika mengajar sekolah minggu terlebih dahulu pendeta
bertemu tatap muka untuk memantapkan pelayanan guru sekolah minggu kepada anak
sekolah minggu, sebelum memasuki ibadah terlebih dahulu pendeta membimbing guru
sekolah minggu dalam mengambil bagian untuk acara ibadah dengan beberapa tugas
yaitu sebagai liturgis,bawa nyanyi, khotbah sekolah minggu. maksud dari
pembinan ini menurut mereka sebagai persiapan yang matang untuk ibadah yang
akan berlangsung supaya bisa berjalan dengan baik dan ini tidak terlepas dengan
pantauan pendeta karena yang diketahui guru sekolah minggu yang melayani di
gereja HKBP Bethesda ini sebenarnya masih di bimbing oleh pendeta karena mereka
tidak begitu paham betul bagaimana tata ibadah di HKBP. Jika ditanya apakah ada
sermon khusus untuk sekolah minggu mereka menjawab belum dilakukan karena
kurangnya guru sekolah, jadi pendeta tidak mengadakan khusus tetapi pendeta
hanya mengadak diskus saja terkait maksud nats setiap minggunya tapi tidak
diadakan sermon. Diskus ini dilakukan bukan seperti sermon melainkan seperti
diskusi bercerita biasa jika ada yang kurang dalam buku panduan sekolah minggu.
mereka melakukan diskusi sabtu malam dikarena 3 guru sekolah minggu
diperbolehkan tinggal dirumah pendeta Ressort.
Jika
ditanya pembinaan kepada anak sekolah minggu pendeta mengambil peran tapi tidak
begitu besar hanya saja pendeta memantau sekolah minggu dalam perkembangan saja
untuk dalam program kegiatan pendeta ikut serta memberikan masukan tentang apa
saja yang layak dalam bimbingan anak sekolah minggu. menurut hasil pengamatan
dan wawancara dari guru sekolah minggu mengenai peran pendeta dalam program
sudah ada yang dilakukan dan itu atas pemikiran oleh pendeta Ressort tentang
diadakan sabtu ceria dan bermain & belajar, dll dan program selanjutnya
dari masukan pemikiran pendeta akan diadakan (PA sekolah minggu,CCA sekolah
minggu, tour sekolah minggu, dll )tapi program ini masih dalam rencana.
Tujuan
diadakan ini supaya menambah semangat anak sekolah minggu dalam beribadah
karena sebelumnya hal ini tidak pernah diadakan oleh pendeta terdahulu. Dari
program yang diadakan oleh pendeta ini masih ada aja jemaat yang tidak setujuh
tapi lebih banyak yang setujuh akan program ini dan bukan itu saja pendeta juga
mengajak parhalado untuk ikut serta memperhatikan anak sekolah minggu dalam
pembinaan guru dan anak sekolah minggu di gereja HKBP Bethesda.
·
Analisa
terhadap wawancara
Menurut
Analisa saya dalam pengamatan selama mengamati sudah banyak perubahan yang
terjadi dalam perkembangan anak sekolah minggu, menurut saya tujuan dari
perkembangan yang dilakukan sama pendeta Ressort sangat baik karena jika
perubahan itu terlaksana jemaat pun ikut merasakan hasil yang memuaskan
tersebut. Akan tetapi, jika dikatakan perubahan ada saja jemaat yang tidak
setujuh akan perbahan itu karena hal pribadi, tapi biarpun seperti itu
perubahan tersebut tetap diadakan oleh pendeta. karena menurut pendeta ada juga
jemaat yang tidak nyaman terhadap situasi yang terjadi dimana orang tua
berharap supaya anak-anak mereka bisa mengerti tata ibadah dan ajaran HKBP
seharusnya. Dengan begitu, banyak juga jemaat yang positif menerima perubahan
yang terjadi dan mereka senang karena pendeta ikut turun tanggan dalam merubah
situasi yang ada.
Bab IV
Penutup
4.1
Kesimpulan
Pelayanan dan PWG yang perlu terus update sebagai bidang
ilmu. Berikut adalah beberapa kesimpulannya.PWG berasumsi bahwa konsepsi yang
tinggi tentang warga gereja bukan berari konsepsi yang rendah tentang jabatan
pendeta. Kelahiran PWG bukanlah untuk memperjuangkan status yang lebih tinggi
bagi warga gereja lalu mengurangi arti jabatan pendeta. Peranan warga gereja
adalah di garis depan, dan untuk itu dibutuhkan pembekalan pendeta di garis
belakang. Keduannya saling menopang, sehingga pendeta dan jemaat saling
belajar, bukan dimana pendeta mentransmisikan suatu kebenaran
otoritatif. Adanya PWG bukanlah untuk menghasilkan warga gereja yang
‘tidak layak’, yaitu ½ warga gereja biasa dan ½ pendeta.
Orang sering mengira bahwa warga gereja yang baik adalah
mereka yang banyak meninggalkan pekerjaan duniawinya lalu aktif dalam pekerjaan
rohani. Padahal yang dibutuhkan adalah kesaksian tanpa kata namun penetratif,
yaitu bersaksi melalui sikap dan perbuatan misalnya menunjukkan hasil kerja
yang bermutu dan jujur.Pembinaan Warga Gereja (PWG) merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pendidikan Kristen. Setiap anggota jemaat perlu memperoleh
bimbingan perihal tanggung jawab, kedudukan, dan fungsi masing-masing dalam
jemaat sesuai dengan amanat Tuhan Yesus sebelum ia naik ke surga (Matius
28:19-20). Di mana Tuhan Yesus memerintahkan kita untuk memuridkan semua
bangsa, membaptiskan mereka, dan mengajarkan semua hukum-Nya. Dengan kata lain,
ayat ini merupakan amanat pendidikan untuk membina warga jemaat.Keadaan konkret
warga gereja sebagai bagian integral dari suatu masyarakat global yang hidup
dan mengalami perubahan-perubahan mendasar yang cepat dan menyentuh seluruh
aspek kehidupan. Dalam rangka itulah PWG menjadi sangat relevan menyiapkan
warga gereja agar siap menyambut perubahan-perubahan itu.
Penulis
mendefinisikan pendeta jemaat adalah pendeta yang menjadi sahabat bagi jemaat
yang dilayani. Menjadi sahabat berarti mau menaruhpikiran, perasaannya terhadap
jemaat, selalu memiliki kerendahan hati, ramah tidak pilih kasih, bisa
mengayomi jemaat.Pendeta adalah seorang pemimpin, dimana seorang pemimpin harus
memiliki karakter seorang pemimpin. Seorang pendeta yang memiliki karakter
seorang pemimpin dapat dilihat dari kejelasan tujuan/visi untuk melihat bagaimana
organisasi di masa mendatang. Oleh sebab itu, penulis dapat menyimpulkan bahwa
kriteria pendeta ideal adalah pendeta yang mau menjadi sahabat bagi jemaatnya,
dimana baik pendeta maupun jemaat dapat saling memberikan pertumbuhan iman.
[3]Paulus daun,
PengantarkedalamSekolahMinggu, (Medio.1989), 5.
[4]Samuel Sidjabat, StrategiPendidikan
Kristen, (Yogyakarta, ANDI, 1994), 94
[5]Dr.O.E.Ch.
Wuwungan, Bina Warga;Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja; Bpk Gunung Mulia, Jakarta,
2012,hlm 127
[6] Edgar Walz,Pedoman bagi Pendeta dan Pengurus Awam,( Jakarta: BPK
Gunung Mulia,2015),7-9
[9] Andar
Ismail. Ajarlah Mereka Melakukan. ( Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2011); hlm.
129-134
[10] Timtius
Kurniawan susanto. 3 dimensi dalam keesaan pembangunan jemaat (Jakarta:
BPK Gunung Mulia 2008); hlm. 33
[11]Artikel Tingkatan Generasi Muda, diakses dari tulisan
terkini.com/artikel/rtikel-ilmiah/9219-pengertian-generasi—muda.html pada
tanggal 08 Oktober 2017 pukul 14:20 wib
[12]A.M Mangunhardjana,. Pendampingan
Kaum Muda: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 58-60
[13]Membangun
karakter Generasi Muda, diakses melalui http://www.beritaindonesia.co.id pada
tanggal 08-0ktober 2017
[14] Pdt. Parasian Simamora,wawancara oleh iwena pasaribu, sitorang
Porsea,2 Oktober 2017
[15] Pdt.Gumontan Pasaribu,wawancara oleh Iwena Pasaribu,Sitorang
Porsea,03 Oktober 2017
[16] PH,MG,EH. Wawancara oleh Iwena Pasaribu, STTRI Lumbantor
Sitorang,03 oktober 2017
No comments:
Post a Comment