Friday, 23 February 2018

Managemen Kepemimpinan


CERDAS SPRITUAL

Menarik sekali pembahasan tentang Kecerdasan  Spritual ini. Namun kita perlu menggali pemahan akan kecerdasan itu sendiri. Kecerdasan adalah perihal cerdas, kesempurnaan akal budi manusia. Kata kecerdasan ini diambil dari akar kata cerdas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cerdas berarti sempurna perkembangan akal budi seseorang manusia untuk berfikir, mengerti, tajam pikiran dan sempurna pertumbuhan tubuhnya.

Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan adalah :
  1. Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah
  2. Kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan
  3. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat.[1]

Menjadi pertanyaan apakah Kecerdasan Spritual mampu menjawab definisi akan Kecerdasan itu sendiri?
Bagi Tony Buzan, cerdas spiritualitas adalah  hidup yang menumbuhkan dan  mengembangkan kualitas-kualitas energy, semangat, keberanian dan tekad.[2] Menurut Sukidi, SQ  adalah kemampuan menghidupkan kebenaran paling dalam. Panggilan untuk mewujudkan  hal yang terbaik, utuh, manusiawi, dalam batin seseorang. Panggilan kesadaran hidup dalam cinta kasih yang mengalirkan gagasan, energy, nilai, visi dan dorongan hidup (EQ).  Ia mengambil tempat  seputar jiwa, hati (yang merupakan wilayah spirit), yang karenanya dikenal sebagai the soul’s intelligence. [3]  
Menurut saya, dari banyaknya jenis kecerdasan (kecerdasan lingusitik, visual, musikal, interpesonal, kinestetik, naturalis) tidak menjadi jawaban jika Kecerdasan Spritual ada menjawab semua kecerdasan lainnya. Seperti dalam hal belajar musik, tentu dibutuhkan kecerdasan musik itu  sendiri. Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik.Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari musik yang didengar. Musik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap  perkembangan kemampuan matematika dan ilmu sains dalam diri seseorang.
Jika dihubungkan dengan pemahaman kata spiritualitas berasal dari kata “spiritus” yang berarti “rohani”  atau  “roh’ yang dalam  Perjanjian Baru “pneuma”  dalam  Perjanjian Lama “ruah.”   Kata-kata tersebut  kerap kali  hanya dipahami dengan istlah “kerohanian” saja.  Sehingga   pengertian dan pemakaiannya lebih menekankan pada mementingkan hubungan pribadi dengan Allah. Akan tetapi melupakan aspek hubungan dengan sesama dan dengan alam dan lingkungannya. Seakan-akan jika kita menghubungkan dalam hal ini, kita mengatakan semua kecerdasan harus bergantung kepada kecerdasan spritualitas dan menutu kemungkinan dengan IPTEK yang juga berasal dari Tuhan.
Menguti dalam tulisan ini, saya lebih sepakat tidak menitik beratkan kepada satu tumpuan karena Kecerdasan itu sangat penting dalam kegiatan pembelajaran dan dalam masa studi. Akan tetapi kecerdasan bukanlah  segala-galanya.  Pendapat Sarlito di atas  dalam fakta sehari-hari cukup banyak benarnya. Sebab sukses hidup, karya dan kerja  juga ditentukan oleh faktor sikap dan perilaku hidup  serta kemampuan menjalin relasi yang positif dan konstruktif dengan orang dalam lingkungan  kerja dan dengan orang lain sesamanya. Perlu ada kecerdasan berelasi dan kecerdasan spiritual yang baik, sehingga kecerdasan intelektual lebih berdayaguna lagi. Kecerdasan intelektual(IQ) akan rapuh, tanpa diimbangai dengan kecerdasan spiritual (SQ), yang mewujud dalam kecerdasan berelasi(EQ).  Kontribusi kecerdasan berelasi bagi sukses hidup dan kerja,  sebesar 80%. Sedangkan kontribusi  kecerdasan intelektual sebesar 20%.
Menurut saya, kecerdasan Spritual dibutuhkan untuk mengontrol hidup kita, membarikan kesadaran akan apa yang akan kita lakukan sesuai dengan hikmat Allah.sepakat pada penutup dalam tulisan tentantang Kecerdasan Spritual yang mengatakan Kecerdasan Spiritualitas dalam doa yang khusuk, kontemplatif, akan membawanya pada  kesenggangan dan releksasi.  Perubahan mendalam di dalam hati. Menjadi lebih benar pada diri sendiri. Pengaruh positif pada kehidupan doa-doa yang lain. Mengeringkan akar dan dasar dosa.  Mengurangi ketegangan syaraf.  Menyeimbangkan jiwa  raga.  Sehingga sehat jasmani dan batiniahnya.




PENDETA GURU PERUBAHAN


Keteladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dsb.); contoh: Ketekunannya menjadi teladan bagi teman-temannya; ia terpilih sebagai pelajar teladan. Dalam frasa teladan mengambil kata teladan adalah mengambil teladan.  Inilah menurut saya menjadi persoalan dalam pembahasan Pendeta Guru Perubahan, bagaimana Pendeta sebagai Guru yang perlu diteladanan.
Untuk itu tidak ada yang terlahir menjadi Guru, semua belajar dari proses waktu. Hingga pada tahapan menjadi panutan, sang Guru harus ditempa menjadi seorang yang layak diteladani. Demikian halnya dengan Yesus, sorotan injil hanya menyorot segelintir kecil perjalanan Yesus semasa kecil, namun banyak hal dikupas ketika Yesus berumur 33 tahun. Saya sepakat tulisan pak Tulus tentang Pendidikan dan pembelajaran adalah proses perubahan. Perubahan yang  terjadi adalah hasil proses pendidikan dan pembelajaran. Sebab itu,  pemimpin jemaat, adalah  guru jemaat, sehingga ia juga adalah guru perubahan jemaat. Guru jemaat adalah orang yang  mendidik dan membelajarkan jemaat, sehingga jemaatnya berubah menjadi lebih baik dan lebih berkualitas. Mereka inilah yang  menjadi pemimpin, guru jemaat dan ujung tombak perubahan hidup jemaat.
Efesus 2:10 “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Allah telah mempersiapkan pekerjaan baik untuk kita lakukan dan Ia melakukannya dengan tujuan agar kita hidup di dalamnya. Jadi, bukan kita yang mempersiapkan pekerjaan baik itu, tetapi Allahlah yang telah mempersiapkannya untuk kita lakukan. Bagian kita adalah kita harus hidup di dalamnya, atau dengan kata lain kita harus menyadarinya, kita harus melakukannya. Untuk menjadi teladan juga menjadi bagian proses Allah itu sendiri membentuk kita dalam pekerjaan baik itu. Inilah pendidikan itu sendiri.
 Tidak ada yang abadi. Yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Tidak ada sesuatupun yang berada tetap. Semuanya dan segala sesuatu bergerak terus-menerus dan  bergerak secara abadi. Perubahan  terjadi dengan tiada hentinya.  Segala sesuatu bergerak dan berubah, tidak ada yang tetap.  Orang tidak dapat turun dua kali pada arus sungai yang sama. Sebab air sungai itu terus berlalu, bergiliran, berganti-ganti. Semua  berubah  dan bergerak. Tidak ada yang pasti. Yang ada dan pasti adalah perubahan. Yang hidup, berubah setelah menjadi mati. Yang mati, setelah berubah, menjadi hidup. Yang muda, setelah berubah, menjadi tua.  Dunia adalah harmoni besar dalam ketegangan dan perlawanan.
 Yang menarik dari statmen diatas saya menyimpulkan bahwa perubahan waktu itu tidak dapat dilawan. Dibalik dampak negatif dari Globalisasi yang kuat aspek materialis, persaingan pelayan, individualisme, ekonomi liberal, kerusakan alam oleh karena manusia, informatika membuat keterasingan, krisis dll, hal ini  semua menjadi tantangan bagi Pendeta atau Guru Jemaat itu sendiri.
Pemimpin jemaat, yang juga guru jemaat, adalah pemimpin dan guru perubahan. Mereka adalah orang yang telah  dipersiapkan untuk membawa arah perubahan yang baik. Perubahan tidak  dibiarkan bergerak sendiri tanpa arah. Merekalah motor dan motivator perubahan dalam jemaat dan kehidupan warga jemaat.  Tidak hanya itu, perubahan juga perlu dilakukan dalam  pelayanan kepada warga jemaat.
Perubahan itu  bukan  sesaat dan sewaktu-waktu, akan tetapi  terus-menerus dan berkelanjutan.  Yang berubah bukan hanya hal-hal lahiriah saja, akan tetapi perubahan hati dan pikiran yang mewujud dan berdampak pada perubahan sikap, perilaku dan seantero kehidupan. Perubahan dan pembaharuan  hati dan pikiran terjadi oleh karya Roh Kudus.  Namun manusia juga diajak untuk ikut membaharui dirinya inilah menjadi tugas dan tanggungjawab dari Pendeta atau Guru Jemaat itu sendiri.
Guru merupakan ujung tombak proses pendidikan dan pembelajaran. Ia merencanakan  sekaligus  melaksanakan proses  tersebut.   Dalam proses itu, guru  bertindak sebagai pemimpin, fasilitator, moderator,  motivator, inspirator, komunikator, evaluator dan administrator pembelajaran.
Pendeta adalah pemimpin sosial dimana posisi pendeta dalam jemaat sangat penting dan dominan dalam berbagai layananannya kepada jemaat, kebijakan dan keputusan yang diambil. Maju mundur jemaat dan perubahan yang terjadi dalam jemaat,   tergantung pada  bagaimana  strategi  yang disusun dalam melayani jemaat. Wajah jemaat  adalah wajah para pemimpin jemaat.  Segala apa yang dilakukan dan tidak  dilakukan oleh pemimpin, itulah yang akan menjadi wajah jemaat. 

Peran guru sangat besar untuk mencapai  tujuan pembelajaran. Bila tujuan pembelajaran tercapai. Lalu, peserta pembalajaran  terlibat dan aktif dalam belajar. Guru berhasil  membelajarkan dan membuat mereka  belajar. Maka pembelajaran demikian akan menghasilkan perubahan, yakni perubahan pengetahuan, perasaan dan perilaku. Sehingga guru telah menjadi agen pembaharuan bagi para peserta pembelajaran.







[2] . Tony Buzan, Jadi Orang Cerdas Spiritual, hlm. 19-20.
[3] . Lih.  Opcit.  Sukidi,   Kecerdasan Spritual, hlm. 49 dan 62.

No comments:

Post a Comment