CERDAS SPRITUAL
Menarik sekali pembahasan tentang Kecerdasan Spritual ini. Namun kita perlu menggali
pemahan akan kecerdasan itu sendiri. Kecerdasan adalah perihal cerdas, kesempurnaan
akal budi manusia. Kata kecerdasan ini diambil dari akar kata cerdas. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia cerdas berarti sempurna perkembangan akal budi
seseorang manusia untuk berfikir, mengerti, tajam pikiran dan sempurna
pertumbuhan tubuhnya.
Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan adalah :
Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan adalah :
- Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah
- Kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan
- Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat.[1]
Menjadi
pertanyaan apakah Kecerdasan Spritual mampu menjawab definisi akan Kecerdasan
itu sendiri?
Bagi Tony Buzan, cerdas spiritualitas
adalah hidup yang menumbuhkan dan mengembangkan kualitas-kualitas energy,
semangat, keberanian dan tekad.[2]
Menurut Sukidi, SQ adalah kemampuan
menghidupkan kebenaran paling dalam. Panggilan untuk mewujudkan hal yang terbaik, utuh, manusiawi, dalam
batin seseorang. Panggilan kesadaran hidup dalam cinta kasih yang mengalirkan
gagasan, energy, nilai, visi dan dorongan hidup (EQ). Ia mengambil tempat seputar jiwa, hati (yang merupakan wilayah
spirit), yang karenanya dikenal sebagai the soul’s intelligence. [3]
Menurut saya, dari
banyaknya jenis kecerdasan (kecerdasan lingusitik, visual, musikal,
interpesonal, kinestetik, naturalis) tidak menjadi jawaban jika Kecerdasan
Spritual ada menjawab semua kecerdasan lainnya. Seperti dalam hal belajar
musik, tentu dibutuhkan kecerdasan musik itu
sendiri. Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati,
membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk
musik.Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari
musik yang didengar. Musik mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan kemampuan matematika dan ilmu sains dalam diri seseorang.
Jika dihubungkan dengan
pemahaman kata spiritualitas berasal dari kata “spiritus” yang berarti
“rohani” atau “roh’ yang dalam Perjanjian Baru “pneuma” dalam
Perjanjian Lama “ruah.”
Kata-kata tersebut kerap kali hanya dipahami dengan istlah “kerohanian”
saja. Sehingga pengertian dan pemakaiannya lebih menekankan
pada mementingkan hubungan pribadi dengan Allah. Akan tetapi melupakan aspek hubungan
dengan sesama dan dengan alam dan lingkungannya. Seakan-akan jika kita menghubungkan
dalam hal ini, kita mengatakan semua kecerdasan harus bergantung kepada
kecerdasan spritualitas dan menutu kemungkinan dengan IPTEK yang juga berasal
dari Tuhan.
Menguti dalam tulisan ini, saya lebih sepakat tidak
menitik beratkan kepada satu tumpuan karena Kecerdasan
itu sangat penting dalam kegiatan pembelajaran dan dalam masa studi. Akan
tetapi kecerdasan
bukanlah segala-galanya. Pendapat Sarlito di atas dalam fakta sehari-hari cukup banyak
benarnya. Sebab sukses hidup, karya dan kerja
juga ditentukan oleh faktor sikap dan perilaku hidup serta kemampuan menjalin relasi yang positif
dan konstruktif dengan orang dalam lingkungan
kerja dan dengan orang lain sesamanya. Perlu ada kecerdasan berelasi dan
kecerdasan spiritual yang baik, sehingga kecerdasan intelektual lebih
berdayaguna lagi. Kecerdasan intelektual(IQ) akan rapuh, tanpa diimbangai
dengan kecerdasan spiritual (SQ), yang mewujud dalam kecerdasan
berelasi(EQ). Kontribusi kecerdasan
berelasi bagi sukses hidup dan kerja,
sebesar 80%. Sedangkan kontribusi
kecerdasan intelektual sebesar 20%.
Menurut saya, kecerdasan Spritual dibutuhkan untuk
mengontrol hidup kita, membarikan kesadaran akan apa yang akan kita lakukan
sesuai dengan hikmat Allah.sepakat pada penutup dalam tulisan tentantang
Kecerdasan Spritual yang mengatakan Kecerdasan
Spiritualitas dalam doa yang khusuk, kontemplatif, akan membawanya pada kesenggangan dan releksasi. Perubahan mendalam di dalam hati. Menjadi
lebih benar pada diri sendiri. Pengaruh positif pada kehidupan doa-doa yang
lain. Mengeringkan akar dan dasar dosa.
Mengurangi ketegangan syaraf.
Menyeimbangkan jiwa raga. Sehingga sehat jasmani dan batiniahnya.
PENDETA GURU PERUBAHAN
Keteladan adalah sesuatu
yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat,
dsb.); contoh: Ketekunannya
menjadi teladan bagi teman-temannya; ia terpilih sebagai pelajar teladan. Dalam frasa teladan mengambil kata teladan adalah
mengambil teladan. Inilah menurut saya menjadi
persoalan dalam pembahasan Pendeta Guru Perubahan, bagaimana Pendeta sebagai
Guru yang perlu diteladanan.
Untuk itu tidak ada yang
terlahir menjadi Guru, semua belajar dari proses waktu. Hingga pada tahapan
menjadi panutan, sang Guru harus ditempa menjadi seorang yang layak diteladani.
Demikian halnya dengan Yesus, sorotan injil hanya menyorot segelintir kecil
perjalanan Yesus semasa kecil, namun banyak hal dikupas ketika Yesus berumur 33
tahun. Saya sepakat tulisan pak Tulus tentang Pendidikan dan pembelajaran adalah proses
perubahan. Perubahan yang terjadi adalah
hasil proses pendidikan dan pembelajaran. Sebab itu, pemimpin jemaat, adalah guru jemaat, sehingga ia juga adalah guru
perubahan jemaat. Guru jemaat adalah orang yang
mendidik dan membelajarkan jemaat, sehingga jemaatnya berubah menjadi
lebih baik dan lebih berkualitas. Mereka inilah yang menjadi pemimpin, guru jemaat dan ujung
tombak perubahan hidup jemaat.
Efesus
2:10 “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia
mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Allah telah mempersiapkan pekerjaan
baik untuk kita lakukan dan Ia melakukannya dengan tujuan agar kita hidup di
dalamnya. Jadi, bukan kita yang mempersiapkan pekerjaan baik itu, tetapi
Allahlah yang telah mempersiapkannya untuk kita lakukan. Bagian
kita adalah kita harus hidup di dalamnya, atau dengan kata lain kita
harus menyadarinya, kita harus melakukannya. Untuk menjadi teladan juga menjadi
bagian proses Allah itu sendiri membentuk kita dalam pekerjaan baik itu. Inilah
pendidikan itu sendiri.
Tidak ada yang abadi. Yang abadi adalah
perubahan itu sendiri. Tidak ada sesuatupun yang berada tetap. Semuanya dan
segala sesuatu bergerak terus-menerus dan
bergerak secara abadi. Perubahan
terjadi dengan tiada hentinya.
Segala sesuatu bergerak dan berubah, tidak ada yang tetap. Orang tidak dapat turun dua kali pada arus
sungai yang sama. Sebab air sungai itu terus berlalu, bergiliran, berganti-ganti.
Semua berubah dan bergerak. Tidak ada yang pasti. Yang ada
dan pasti adalah perubahan. Yang hidup, berubah setelah menjadi mati. Yang
mati, setelah berubah, menjadi hidup. Yang muda, setelah berubah, menjadi
tua. Dunia adalah harmoni besar dalam
ketegangan dan perlawanan.
Yang menarik dari statmen diatas saya
menyimpulkan bahwa perubahan waktu itu tidak dapat dilawan. Dibalik dampak
negatif dari Globalisasi yang kuat aspek materialis, persaingan pelayan,
individualisme, ekonomi liberal, kerusakan alam oleh karena manusia,
informatika membuat keterasingan, krisis dll, hal ini semua menjadi tantangan bagi Pendeta atau
Guru Jemaat itu sendiri.
Pemimpin jemaat,
yang juga guru jemaat, adalah pemimpin dan guru perubahan. Mereka adalah orang
yang telah dipersiapkan untuk membawa
arah perubahan yang baik. Perubahan tidak
dibiarkan bergerak sendiri tanpa arah. Merekalah motor dan motivator
perubahan dalam jemaat dan kehidupan warga jemaat. Tidak hanya itu, perubahan juga perlu
dilakukan dalam pelayanan kepada warga
jemaat.
Perubahan itu bukan
sesaat dan sewaktu-waktu, akan tetapi
terus-menerus dan berkelanjutan.
Yang berubah bukan hanya hal-hal lahiriah saja, akan tetapi perubahan
hati dan pikiran yang mewujud dan berdampak pada perubahan sikap, perilaku dan
seantero kehidupan. Perubahan dan pembaharuan
hati dan pikiran terjadi oleh karya Roh Kudus. Namun manusia juga diajak untuk ikut
membaharui dirinya inilah menjadi tugas dan tanggungjawab dari Pendeta atau
Guru Jemaat itu sendiri.
Guru merupakan ujung tombak proses pendidikan
dan pembelajaran. Ia merencanakan
sekaligus melaksanakan
proses tersebut. Dalam proses itu, guru bertindak sebagai pemimpin, fasilitator,
moderator, motivator, inspirator,
komunikator, evaluator dan administrator pembelajaran.
Pendeta
adalah pemimpin sosial dimana posisi
pendeta dalam jemaat sangat penting dan dominan dalam berbagai layananannya
kepada jemaat, kebijakan dan keputusan yang diambil. Maju mundur jemaat dan
perubahan yang terjadi dalam jemaat, tergantung pada bagaimana
strategi yang disusun dalam
melayani jemaat. Wajah jemaat adalah
wajah para pemimpin jemaat. Segala apa
yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh
pemimpin, itulah yang akan menjadi wajah jemaat.
Peran guru sangat besar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bila tujuan pembelajaran
tercapai. Lalu, peserta pembalajaran
terlibat dan aktif dalam belajar. Guru berhasil membelajarkan dan membuat mereka belajar. Maka pembelajaran demikian akan
menghasilkan perubahan, yakni perubahan pengetahuan, perasaan dan perilaku.
Sehingga guru telah menjadi agen pembaharuan bagi para peserta pembelajaran.
[1] Lih. http://www.kajianpustaka.com/2013/09/pengertian-dan-jenis-jenis-kecerdasan.html, diambil 1 November 2017.
[2] . Tony Buzan, Jadi Orang Cerdas Spiritual, hlm. 19-20.
[3] . Lih. Opcit.
Sukidi, Kecerdasan Spritual, hlm. 49 dan 62.
No comments:
Post a Comment