Fungsi
Pimpinan Jemaat
Pemimpin
dengan kepemimpinannya memegang peran yang strategis dan menentukan dalam
menjalankan roda organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga dan bahkan
menentukan mati hidup atau pasang surutnya kehidupan suatu bangsa dan negara.
Ia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibuang atau diabaikan (sine
qua non) dalam kehidupan suatu organisasi atau suatu bangsa dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Baik atau buruknya kondisi suatu organisasi,
bangsa dan negara, banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya dan kepemimpinan
yang dijalankannya.
Menurut saya kepemimpinan merupakan kemampuan menterjemahkan dan menjawab
realitas bahkan mampu mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan
mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau
keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai
tujuan organisasi atau kelompok.
Kepemimpinan itu
dianugerahkan kepada seorang pribadi manusia yang secara alami adalah seorang
pelayan. Ini adalah sesuatu yang diberikan, yang dapat diambil kembali.
Sebaliknya, sifat/kodrat orang itu sebagai pelayan sudah tertanam dalam dirinya
dan membentuknya menjadi pribadi manusia sesungguhnya, jadi tidak dapat diambil
dari dirinya. Dengan demikian dia adalah pertama-tama seorang pelayan[1]
Pemimpin pelayan pastinya berorientasi pada pelayanan, bukan untuk mencari pujian
atau penghormatan diri. Sikap melayani terutama ditujukan untuk mereka yang
paling membutuhkan pelayanan. Ia harus berpihak kepada mereka yang secara
sosial ekonomi, pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih besar.
Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan untuk mencari
popularitas atau mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan sejati adalah
buah dari cinta kasih.
Menurut saya dihubungkankan dengan
pemimpin jemaat kuncinya menurut saya adalah melayani. Jadi pemimpin yang
melayani adalah
1. Memiliki empati
Merespon
keadaan sosial kemasyarakatan bahkan
bisa pada tingkatan menolak prestasi kerja. Dengan memiliki sikap empati maka
dalam karakternya tentu sudah ada mendengar suara domba-domba yang perlu
dibina.
2. Memiliki kesadaran dan menjadi
penyembuh
Dari
merespon keadaan pemimpin yang melayani akan peka terhadap isue yang ada dan
bagaimana menanggapi keadaan disekitarnya.
3. Menjadi contoh atau teladan
Menjadi
gembala jemaat tentulah harus melayani. Ha yang penting dalam proses pelayanan
tersebut bagaimana kita menjadi contoh bagi domba yang kita layani, apa yang
kita lakukan menjadi inspirasi bagi jemaat untuk meniru apa yang kita buat. Meneladani kepemimpinan yesus tidaklah
mudah, karena manusia cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan yang
dimilikinya. Oleh sebab itu, kita harus berani berserah kepadanya dan
memperkenankan tangannya untuk membentuk kita menjadi pribadi yang berkenan di
hadapannya. Dengan demikian, apapun profesi kita, kita akan dimampukan untuk
melayani setiap orang dengan tulus, rendah hati dan penuh kasih.
4.
Komitmen terhadap pertumbuhan orang-orang (commitment to the growth of people). Seorang
servant-leader percaya bahwa pribadi-pribadi memiliki nilai intrinsik
yang melampaui kontribusi-kontribusi mereka yang kelihatan sebagai
pekerja-pekerja dalam perusahaan (dalam hal dunia bisnis). Dengan demikian sang
servant-leader memiliki komitmen mendalam berkaitan dengan pertumbuhan
setiap individu dalam lembaganya. Sang servant-leader di sini mengakui
tanggung-jawab yang besar sekali untuk melakukan segala sesuatu di dalam
kekuasaannya untuk memelihara pertumbuhan pribadi, pertumbuhan profesional dan
pertumbuhan spiritual. Dalam prakteknya, hal ini dapat mencakup (namun tidak
terbatas pada) tindakan-tindakan konkret seperti menyediakan dana yang
diperlukan untuk pengembangan pribadi dan pengembangan profesional, menaruh
perhatian pribadi sang pemimpin pada ide-ide dan usul-usul dari setiap orang,
mendorong serta menyemangati keterlibatan orang yang dipimpinnya dalam proses
pengambilan keputusan, dan secara aktif membantu para karyawan yang terkena phk
supaya mendapat pekerjaan baru.
5.
Membangun komunitas (building community). Seorang
servant-leader merasakan bahwa masyarakat modern telah kehilangan
banyak dalam sejarah manusia – teristimewa akhir-akhir ini – karena adanya
pergeseran dari komunitas-komunitas lokal kepada lembaga-lembaga besar sebagai
pembentuk utama kehidupan manusia. Kesadaran ini menyebabkan sang servant-leader
berupaya untuk mengidentifikasikan beberapa cara untuk membangun komunitas di
antara mereka yang bekerja dalam sebuah lembaga tertentu. Servant-leadership
menyarankan bahwa komunitas sejati dapat diciptakan di antara mereka yang
bekerja dalam bisnis dan lembaga-lembaga lain. Greenleaf sendiri mengatakan,
bahwa apa yang diperlukan untuk membangun kembali komunitas sebagai bentuk
kehidupan yang dapat hidup terus bagi orang-orang yang berjumlah banyak, adalah
agar ada cukup banyak servant-leaders untuk menunjukkan jalannya,
tidak dengan gerakan-gerakan massal, melainkan oleh masing-masing servant-leader
yang mendemonstrasikan kewajibannya sendiri yang tak terbatas untuk
melayani kelompok khusus yang terkait komunitas.
Dalam
pengajaran yang diberikan bapak dosen tentang kepemimpinan tentang semua point
dalam presentasi dikelas sudahlah cukup lengkap dan jelas. Semoga pelajaran
diruang kelas bisa membentuk kami mahasiswa menjadi pemimpin agi jemaat dan
mempersiapkan dalam masa depan kami para mahasiswa bapak. Terkhusu pengajaran yang diberikan bapak untuk menyempurnakan
materi ini tentang cara Tuhan Yesus
mengubah orang lain
1. Melalui
proses pembelajaran
2. Dengan
metode yg aki-2
3. Melalui ajaran secara
verbal
4. Melalui
ajaran contoh dan teladan
Bagi saya ini adalah
rumusan yang menarik apa yang harus kami lakukan menjadi pemimpin yang melayani
di Gereja, Masyarakat dan bagi Bangsa ini. Semoga roh kudus memampukan saya
terkhusus terbentuk menjadi pemimpin yang menjadi inspirasi bagi banyak orang.
[1] Robert
K. Greenleaf, SERVANT LEADERSHIP – A JOURNEY INTO THE NATURE
OF LEGITIMATE POWER AND GREATNESS, New York: Paulist Press, 1977,
hlm. 7-8
No comments:
Post a Comment