Friday, 23 February 2018

Fungsi Pimpinan Jemaat



Fungsi Pimpinan Jemaat

Pemimpin dengan kepemimpinannya memegang peran yang strategis dan menentukan dalam menjalankan roda organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga dan bahkan menentukan mati hidup atau pasang surutnya kehidupan suatu bangsa dan negara. Ia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibuang atau diabaikan (sine qua non) dalam kehidupan suatu organisasi atau suatu bangsa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Baik atau buruknya kondisi suatu organisasi, bangsa dan negara, banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya dan kepemimpinan yang dijalankannya.
Menurut saya  kepemimpinan merupakan kemampuan menterjemahkan dan menjawab realitas bahkan mampu mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Kepemimpinan itu dianugerahkan kepada seorang pribadi manusia yang secara alami adalah seorang pelayan. Ini adalah sesuatu yang diberikan, yang dapat diambil kembali. Sebaliknya, sifat/kodrat orang itu sebagai pelayan sudah tertanam dalam dirinya dan membentuknya menjadi pribadi manusia sesungguhnya, jadi tidak dapat diambil dari dirinya. Dengan demikian dia adalah pertama-tama seorang pelayan[1]
            Pemimpin pelayan pastinya berorientasi pada pelayanan, bukan untuk mencari pujian atau penghormatan diri. Sikap melayani terutama ditujukan untuk mereka yang paling membutuhkan pelayanan. Ia harus berpihak kepada mereka yang secara sosial ekonomi, pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih besar. Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan untuk mencari popularitas atau mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan sejati  adalah buah dari cinta kasih.
Menurut saya dihubungkankan dengan pemimpin jemaat kuncinya menurut saya adalah melayani. Jadi pemimpin yang melayani adalah


1.      Memiliki empati
Merespon keadaan sosial kemasyarakatan  bahkan bisa pada tingkatan menolak prestasi kerja. Dengan memiliki sikap empati maka dalam karakternya tentu sudah ada mendengar suara domba-domba yang perlu dibina.
2.      Memiliki kesadaran dan menjadi penyembuh
Dari merespon keadaan pemimpin yang melayani akan peka terhadap isue yang ada dan bagaimana menanggapi keadaan disekitarnya.
3.      Menjadi contoh atau teladan
Menjadi gembala jemaat tentulah harus melayani. Ha yang penting dalam proses pelayanan tersebut bagaimana kita menjadi contoh bagi domba yang kita layani, apa yang kita lakukan menjadi inspirasi bagi jemaat untuk meniru apa yang kita buat.        Meneladani kepemimpinan yesus tidaklah mudah, karena manusia cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kita harus berani berserah kepadanya dan memperkenankan tangannya untuk membentuk kita menjadi pribadi yang berkenan di hadapannya. Dengan demikian, apapun profesi kita, kita akan dimampukan untuk melayani setiap orang dengan tulus, rendah hati dan penuh kasih.
4.      Komitmen terhadap pertumbuhan orang-orang (commitment to the growth of people). Seorang servant-leader percaya bahwa pribadi-pribadi memiliki nilai intrinsik yang melampaui kontribusi-kontribusi mereka yang kelihatan sebagai pekerja-pekerja dalam perusahaan (dalam hal dunia bisnis). Dengan demikian sang servant-leader memiliki komitmen mendalam berkaitan dengan pertumbuhan setiap individu dalam lembaganya. Sang servant-leader di sini mengakui tanggung-jawab yang besar sekali untuk melakukan segala sesuatu di dalam kekuasaannya untuk memelihara pertumbuhan pribadi, pertumbuhan profesional dan pertumbuhan spiritual. Dalam prakteknya, hal ini dapat mencakup (namun tidak terbatas pada) tindakan-tindakan konkret seperti menyediakan dana yang diperlukan untuk pengembangan pribadi dan pengembangan profesional, menaruh perhatian pribadi sang pemimpin pada ide-ide dan usul-usul dari setiap orang, mendorong serta menyemangati keterlibatan orang yang dipimpinnya dalam proses pengambilan keputusan, dan secara aktif membantu para karyawan yang terkena phk supaya mendapat pekerjaan baru.
5.      Membangun komunitas (building community). Seorang servant-leader merasakan bahwa masyarakat modern telah kehilangan banyak dalam sejarah manusia – teristimewa akhir-akhir ini – karena adanya pergeseran dari komunitas-komunitas lokal kepada lembaga-lembaga besar sebagai pembentuk utama kehidupan manusia. Kesadaran ini menyebabkan sang servant-leader berupaya untuk mengidentifikasikan beberapa cara untuk membangun komunitas di antara mereka yang bekerja dalam sebuah lembaga tertentu. Servant-leadership menyarankan bahwa komunitas sejati dapat diciptakan di antara mereka yang bekerja dalam bisnis dan lembaga-lembaga lain. Greenleaf sendiri mengatakan, bahwa apa yang diperlukan untuk membangun kembali komunitas sebagai bentuk kehidupan yang dapat hidup terus bagi orang-orang yang berjumlah banyak, adalah agar ada cukup banyak servant-leaders untuk menunjukkan jalannya, tidak dengan gerakan-gerakan massal, melainkan oleh masing-masing servant-leader yang mendemonstrasikan kewajibannya sendiri yang tak terbatas untuk melayani kelompok khusus  yang terkait komunitas.

Dalam pengajaran yang diberikan bapak dosen tentang kepemimpinan tentang semua point dalam presentasi dikelas sudahlah cukup lengkap dan jelas. Semoga pelajaran diruang kelas bisa membentuk kami mahasiswa menjadi pemimpin agi jemaat dan mempersiapkan dalam masa depan kami para mahasiswa bapak. Terkhusu pengajaran yang diberikan bapak untuk menyempurnakan materi ini tentang  cara Tuhan Yesus mengubah  orang lain
1.      Melalui proses pembelajaran
2.      Dengan metode  yg  aki-2
3.      Melalui  ajaran secara  verbal
4.      Melalui ajaran  contoh dan teladan

Bagi saya ini adalah rumusan yang menarik apa yang harus kami lakukan menjadi pemimpin yang melayani di Gereja, Masyarakat dan bagi Bangsa ini. Semoga roh kudus memampukan saya terkhusus terbentuk menjadi pemimpin yang menjadi inspirasi bagi banyak orang.


[1] Robert K. Greenleaf, SERVANT LEADERSHIP – A JOURNEY INTO THE NATURE OF LEGITIMATE POWER AND GREATNESS, New York: Paulist Press, 1977, hlm. 7-8

No comments:

Post a Comment