KENALAKAN REMAJA
Apa Itu Kenakalan Remaja
2.1.1Pengertian
Kenakalan merupakan kata
yang menunjukkan kondisi perilaku manusia yang bertindak diluar dari
norma-norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang menimbulkan ketidak-nyamanan
dari setiap masyarakat yang menjadi korban dari sikap-perilaku tersebut.[1]
Berikut beberapa sudut pandang mengenai kenakalan
remaja:
1. Masa mencari
identitas
Pencarian identitas
merupakan usaha remaja untuk mendapat kejelasan tentang siapakah dirinya atau
bagaimana jati dirinya. Hal ini membuat para remaja ingin eksistensi dirinya
sebagai seorang individu yang dewasa diakui.
2. Masa peralihan
Hal ini berarti masih ada ciri-ciri tahap
anak yang berbekas tetapi mereka juga mempelajari tingkah laku yang dewasa
sebagai pengganti tingkah laku sebelumnya.
3. Ambang masa dewasa
Remaja sering mendapat tuntutan dari
orang-orang dewasa, maupun dari diri sendiri untuk menjadi dewasa, sehingga mereka
cenderung meniru-niru penampilan dan tingkah laku orang dewasa.
4. Masa perubahan
Pada masa ini seksualitas
mereka mengalami kematangan, emosionalitas mereka meningkat, intelektual
mengalami kemajuan, termasuk moralitas, perubahan nilai-nilai, dan juga
perubahan minat serta peran sosial.
5. Masa pertentangan
Remaja mengalami
banyak konflik emosional, yang menimbulkan kebingungan pada diri mereka sendiri
maupun pada orang lain.
6. Masa kegelisahan
Emosi remaja pada
masa ini meninggi, antara lain disebabkan oleh perubahan fisik dan hormonal;
juga karena harus menyesuaikan diri dengan banyak hal yang baru. Emosi dan
suasana hati mereka sering cepat berubah.
7. Masa yang tidak
realistik
Remaja seringkali
berpikir idealis, mereka mempunyai aspirasi yang tinggi akan diri sendiri, akan
keluarga dan akan teman-temannya.
8. Masa mencoba dan
menjelajah
Remaja sering
mencoba hal-hal yang baru bagi mereka. Karena mereka melihat dunia ini dengan
kacamata yang berbeda dari masa kanak-kanak, maka banyak hal baru yang mereka
temukan.
9. Aktifitas kelompok
Remaja lebih banyak
bergaul dengan teman-teman sebaya, dan senang membentuk kelompok-kelompok. Hal
ini terdorong juga oleh berkurangnya waktu remaja bersama orang tua dan
keluarga, dalam usaha mereka melepaskan diri dari orang tua.
b.
Psikologi
Remaja adalah suatu
periode transisi dari masa awal anak
anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia 12 tahun dan
berakhir pada usia 19 tahun hingga 21 tahun. Masa remaja bermula
pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat
dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan
karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan
kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan
identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis)
dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.[3]
Remaja
adalah mereka yang berusia antara 12 - 21 tahun. Remaja akan mengalami periode
perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :[4]
a. Masa Pra-Pubertas (12 - 13 tahun)
b. Masa Pubertas (14 - 16 tahun)
c. Masa Akhir Pubertas (17 - 18 tahun)
d. Periode Remaja Adolesen atau Pra-Dewasa (19 - 21
tahun)
Jadi, kenakalan remaja merupakan perilaku dari manusia yang sedang
mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang bertindak
diluar dari norma-norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.
2.1.2.
Jenis-Jenis
Kenakalan Remaja
Jenis-jenis kenakalan remaja bisa berbeda beda
tergantung situasi dan kondisi kemasyarakatan. Di daerah perkotaan misalnya
kenakalan remaja permasalahan ini bisa lebih kompleks yang bisa meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat meskipun tidak menutup kemungkinan juga
terjadi di daerah pedesaan karena kemajuan iptek, media dan industrialisasi
jaman sekarang ini. Jenis-jenis kenakalan
remaja tersebut adalah:[5]
a.
Kenakalan Yang Menimbulkan Korban
Fisik
Misalnya: Perkelahian, tawuran, pemerkosaan,
perampokan, pembunuhan.
b.
Kenakalan Yang Menimbulkan Korban
Materi
Misalnya:
Pengrusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan.
c. Kenakalan
Sosial
Misalnya: Pelacuran remaja, seks bebas, pornografi,
berkata kotor, penghinaan, ugal-ugalan.
d. Kenakalan
Melawan Status
Misalnya:
Membolos, ingkar janji, penyalahgunaan Narkotika dan obat obat terlarang,
alkoholisme, merokok.
2.2.
Sebab (Oleh Orang Tua) – Akibat (Bagi Para
Remaja)
Kenakalan Remaja
2.2.1.
Pengaruh orang tua sebagai penyebab dari kenakalan remaja
Pada pembahasan ini
akan diuraikan mengenai peranan atau pengaruh
dari pihak orang tua dalam kehidupan para remaja pada masa pertumbuhannya yang
sering membentuk sikap-perilaku para remaja, yaitu:
1. Orang
Tua
Orang tua merupakan kelompok yang mengambil peran yang
cukup besar dalam proses perkembangan anak yang nantinya akan berpengaruh pada
masa remajanya. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana cara mengasihi dan
bagaimana cara orang tua menunjukkan perhatiannya kepada si anak. Ada 3 (tiga)
jenis cara orang tua mengasuh dan mendidik anaknya, dimana ketiganya memiliki
dampak yang berbeda-beda terhadap perkembangan anak dan akan berpengaruh pada
masa remaja si anak tersebut, yaitu:
-
Tipe Otoriter
Pola asuh yang otoriter akan menunjukkan sikap orang
tua yang berkuasa penuh atas kehidupan si anak, sehingga anak tidak memiliki
kesempatan untuk memilih apa yang ingin dilakukannya, sehingga perkembangan
yang dialami si anak akan terhambat. Tipe asuh seperti ini dapat membuat anak
menjadi tidak mandiri dan tidak dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri,
sehingga si anak akan sulit menjalani
kehidupanya sebagai individu ataupun sebagai kelompok. Ke-otoriter-an orang tua
cenderung merujuk kepada kekerasan secara fisik dan psikis kepada anak, apalagi
jika seorang anak melakukan kesalahan. Hal ini dapat membuat anak terlalu takut
untuk mengambil keputusan dan terlalu kaku dalam menjalani kehidupan, kekerasan
ini juga dapat membuat anak pada masa remajanya akan menjadi pribadi yang keras
dan kaku.
-
Tipe Permisif
Tipe ini
menunjukkan kondisi keluarga yang menempatkan anak dalam posisi teratas, dimana
dalam pengambilan keputusan si anak mendominasi, dimana segala permintaan dari
si anak harus dipenuhi oleh orang tua. Kasih sayang diberikan ini merupakan
tindakan yang salah dan terlalu memanjakan si anak, karena hal ini akan
berdampak dalam proses pertumbuhan dari si anak, dimana pada masa remajanya si anak akan menjadi merasa sebagai penguasa dan bertindak sesuka hati. Hal ini juga
menyebabkan karakter si anak yang tidak mau berjuang atau pun berusaha untuk mendapatkan sesuatu, karena itu
akan dipenuhi oleh orang tuanya.
-
Tipe Demokratis
Tipe
Demokartis merupakan cara mengasuh anak yang baik, karena dalam cara ini akan
terjadi diskusi diantara orang tua dan anak. Hal ini menunjukkan bahwa orang
tua mendengarkan si anak, dan anak mendengarkan orang tuanya. Tipe ini sangat
baik dalam proses pertumbuhan dari si anak, apalagi pada masa remajanya, karena
bila si anak kebingungan dan merasa tidak mampu untuk memutuskan sesuatu atau
menentuka apa yang sebaiknya dilakukan si anak dalam mengahadapi suatu masalah,
maka si anak akan meminta nasihat dari orang tua. Dengan demikian akan semakin
kecil kemungkinan si anak akan menjadi pelaku kenakalan remaja.
2.2.2. Akibat
Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja yang tentu memiliki
akibat bagi kehidupan remaja itu sendiri (inside). Kenakalan remaja akan berdampak pada kepribadian dan
karakter dari remaja tersebut, dimana para remaja yang merupakan pelaku kenakalan tersebut akan menjadi
suatu pribadi yang buruk. Hal ini juga dapat mengganggu kejiwaan dari si
remaja, dimana karena sikap dan tindakan mereka membuat orang-orang yang
disekitarnya mengucilkan dan menjauhinya karena dianggap sebagai sampah. Respon
yang demikian akan mengganggu kejiwaan dari si remaja, dimana si remaja akan
bermental lembek, cara berpikir yang tidak stabil, dan kepribadiannya yang akan
terus menyimpang dari segi moral. Hal ini akan membuat para remaja tidak
memiliki masa depan yang cerah dan bisa saja para remaja
akan menjadi kriminal.
2.3. Peranan Gereja Dalam Usaha Mengatasi
Kenakalan Remaja Melalui Orang Tua
Gereja dituntut
untuk turut serta dalam membangun manusia menjadi satu
kepribadian yang jauh lebih baik, terutama terhadap para remaja yang
membutuhkan perhatian khusus. Dengan demikian, sebaiknya Gereja melakukan peranannya dalam mengatasi kenakalan remaja melalui
para orang tua yang secara logika memiliki kedekatan yang lebih daripada orang lain, yaitu:
1.
Orang Tua
Pada dasarnya Gereja bertugas untuk memberikan pembinaan dan
pemberdayaan kepada masyarakat,
terkhusus kepada para orang tua dalam memenuhi
kebutuhan dasar remaja. Sebab gereja terdiri dari keluarga-keluarga yang adalah “tiang-tiang” yang menopang gereja (bnd. I Tim. 3:14-15). Roger Lincoln Shinn mendefenisikan bahwa persekutuan Kristen adalah
sebuah keluarga dari keluarga-keluarga (The family of families), yang bermakna
bahwa para jemaat adalah suatu keluarga, yaitu keluarga Allah, dimana keluarga
tersebut terdiri dari keluarga-keluarga yang menjadi jemaat.[6]
Gereja sebaiknya mengambil peranan di
dalam menolong orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk perkembangan remaja
sebagai anggota jemaat. Untuk memahami bagaimana
peran gereja dalam menolong orang tua memenuhi kebutuhan dasar anak, ada baiknya
terlebih dahulu memahami bagaimana hubungan antara gereja dengan keluarga (orang
tua).
Hubungan antara gereja dengan keluarga (orang tua) dalam memenuhi kebutuhan
dasar untuk perkembangan kepribadian anak (remaja) adalah hubungan yang saling
membangun, memperbaiki dan mendukung[7] Hubungan tersebut bertujuan untuk
menjadikan orang-orang percaya (keluarga Kristen), khususnya anak-anak
bertumbuh menjadi seperti Kristus. Gereja membangun, memperbaiki dan mendukung
orang-orang percaya mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang
Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus (Ef. 4:13).[8]
Hubungan antara gereja dan keluarga (orang tua) dapat terwujud di dalam
pelaksanaan Pendidikan Kristen. Melalui Pendidikan Kristen, gereja menolong orang
tua untuk mengasuh, membesarkan dan mendidik anaknya.[9]
Gereja di dalam menolong orang tua terwujud di dalam usaha gereja membangun
keluarga. Usaha membangun keluarga ini menjadi program utama dari gereja. Ada
tiga prinsip dasar gereja di dalam membangun keluarga, yaitu:[10]
- Mengajarkan orang tua supaya bersikap sebagai seorang pendidik di dalam keluarga, artinya
gereja menolong orang tua untuk dapat mendidik anak-anaknya tentang kehidupan
Kristen. Prinsip ini dapat terwujud setelah gereja memenuhi apa yang diperlukan
orang tua untuk menjadi seorang pendidik.
Menjadi seorang pendidik di dalam keluarga orang tua perlu:
a. Diberikan penjelasan alkitabiah tentang tanggung jawab dan tugas mereka
sebagai orang tua.
b. Menjadikan Alkitab sebagai keperluan pribadi mereka.
c. Dipersipakan menjadi pemimpin kerohanian anggota keluarga.
d. Diberi pemahaman tentang perkembangan kebutuhan-kebutuhan dari anak-anaknya
dan mengajarkan bagaimana memenuhi kebutuhan itu sesuai dengan kehidupan
Kristen.
e. Bergabung dengan orang tua Kristen lainnya untuk berbagi pengalaman
mengenai standar-standar kehidupan Kristen.
f. Dilatih untuk memakai waktu di dalam keluarga secara kreatif.
- Menghubungkan pelayanan gereja ke dalam keluarga, artinya gereja tidak
hanya melayani jemaat di gedung gereja saja. Melalui pelayanan gereja ke dalam
keluarga orang tua tertolong di dalam membimbing anak mereka sesuai dengan
kebenaran Alkitab.
Prinsip ini dapat terwujud melalui:
a. Orang tua harus menerima dengan baik apa yang diberitahukan dan diajarkan
oleh gereja.
b. Orang tua harus mendukung dan menyetujui usaha-usaha pengajaran gereja.
c. Orang tua harus membimbing anak-anaknya untuk melihat kenyataan dari apa
yang diajarkan di dalam gereja melalui perbuatan sehari-hari.
d. Orang tua harus membimbing anak-anaknya untuk menerima Allah melalui
kebenaran yang ada di dalam Alkitab.
e. Orang tua dan guru harus berbagi pengalaman tentang pertumbuhan spiritual
anak.
- Merancang program gereja yang dapat menolong keluarga untuk menerapkan
kehidupan Kristiani di dalam rumah. Artinya gereja juga memberikan tugas kepada
orang tua untuk turut serta menerapkan kehidupan Kristiani di dalam keluarga
mereka. Prinsip ini terwujud melalui perkunjungan yang dilakukan petugas gereja
ke rumah-rumah. Perkunjungan ini dapat dilakukan dalam satu atau dua kali dalam
seminggu.
Gereja juga perlu membimbing para
jemaatnya untuk melakukan tindakan nyata dan bukan hanya sekedar teori semata,
salah satu hal yang dapat diajarkan gereja dalam membina para orang tua untuk
mengatasi masalah kenakalan remaja adalah dengan melakukan pendekatan terhadap
kehidupan para remaja. Hal ini diperlukan karena melihat dari pola
pikir para remaja yang membutuhkan bukti nyata, dan memerlukan kedekatakan
emosional terhadap para remaja agar mereka mau mendengar dan melakukan didikan
yang tepat. Pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan oleh para orang tua adalah:[11]
1. Pendekatan
Ekshortatif
Pendekatan ini
merupakan suatu pendekatan yang mencoba mengarahkan kaum muda melalui cara-cara
yang bersifat sederhana, misalnya para muda mudi dikumpulkan, kemudian diberi instruksi,
pengarahan, dan nasihat melalui khotbah tentang hal-hal yang berhubungan dengan
pengembangan diri, kebersamaan dan peran mereka dalam masyarakat. Pendekatan
ini juga dapat dilakukan dengan mengajak para remaja untuk sharing (berbagi)
pengalaman pribadi mereka, dan dapat juga dengan menceritakan salah satu tokoh
yang dapat menginspirasi para remaja tersebut. Pendekatan ini perlu dilakukan
para orang tua, dimana para orang tua mendekati remaja secara emosional dan
mencoba mengajak mereka untuk saling berbagi pengalaman pribadi.
2. Pendekatan
Ilmiah
Melalui
pendekatan ilmiah, segala jenis ilmu pengetahuan, informasi, teori dan hasil
penelitian di bidang pengembangan diri, kebersamaan dan peran mereka dalam
masyarakat disampaikan kepada kaum muda. Pendekatan ini diupayakan agar para
remaja mengetahui mengenai kehidupan dan proses perkembangan yang sedang mereka
alami, dan melalui pendekatan ini para remaja menyadari segala sesuatu yang sedang mereka lakukan, agar menjadi
pribadi yang baik dan patut diteladani. Oleh karena itu, para orang tua perlu
mencari tahu informasi sebanyak mungkin mengenai proses pertumbuhan yang sedang
dialami para remaja, dan orang tua dapat melakukan peranannya untuk
memberitahukan kebenaran.
3. Pendekatan
Terjun Langsung
Pendekatan ini
merupakan pendekatan yang berusaha untuk menerjunkan secara langsung para orang
tua dalam kehidupan si remaja, artinya para orang
tua mengalami apa yang sedang dirasakan para
remaja. Pendekatan ini cukup baik untuk diterapkan karena para orang tua tentu
akan lebih mudah untuk mendekati para remaja secara emosional, dan dari
kedekatan tersebut para orang tua dapat mengambil kesempatan untuk mengarahkan
para remaja untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri.
4. Pendekatan
Lewat Kelompok Yang Dibentuk Secara Khusus
Pendekatan yang cukup baik dalam
menemukan (mengamati) identitas kaum muda adalah pendekatan “lewat
kelompok yang langsung dibentuk secara khusus”. Melalui pendekatan seperti ini, kaum muda
dibentuk menjadi satu kelompok dan di dalam kelompok itu mereka didampingi oleh para orang tua dalam melaksanakan kegiatan mereka. Melalui
kelompok itu juga, kaum muda dapat berinteraksi dengan orang lain, berbagi
pengalaman dengan orang lain dan akhirnya melalui pertemuan itu mereka dapat
menemukan identitas iman, tujuan, arah hidup serta peran mereka dalam
masyarakat dan Gereja.
Untuk memerangi
persoalan yang dihadapi oleh kaum muda, perlu dipahami beberapa hal. Pertama, yaitu dalam rangka pelayanan kepada kaum muda,
hendaknya diarahkan perhatian pada proses terjadinya pengalaman
aktual mereka. Artinya, bagaimana
mereka secara nyata mengalami realitas, dan apakah
makna realitas yang dialami itu dalam kehidupan mereka. Kedua, para pendamping kaum muda (orang tua) diharapkan agar sedapat mungkin membantu kaum
muda dengan menceriterakan perjalanan iman sendiri, dan bagaimana pengalaman itu menghantar dirinya dalam menemukan jati diri/identitas. Ketiga, dimana Gereja sebaiknya digambarkan
sebagai komunitas iman yang mempunyai pengalaman dalam usaha mencari dan
mempertajam kepekaan terhadap tanda-tanda zaman, sehingga Gereja dengan
demikian dapat secara lebih mendalam memahami pesan ajakan Yesus di tengah
dunia masa kini, terutama kepada kaum muda.[12]
Gereja sebagai
suatu organisasi keagamaan perlu merealisasikan hal-hal yang telah diuraikan
tersebut dengan tujuan untuk membantu manusia mencapai kehidupan yang lebih
indah dan bermakna, terkhusus bagi kehidupan para remaja.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Hasil penelitian dan penguraian mengenai kenakalan
remaja yang telah diuraikan, kami
sebagai penulis menarik kesimpulan bahwa proses pendewasaan seorang remaja dipengaruhi juga dari masa kanak-kanak dan bagaimana hubungan
keluarga yang terjadi di dalam kehidupan si remaja, terkhusus dalam hubunga
antara orang tua dan si remaja tersebut. Hal tersebut membuat kami sebagai penulis
menyarankan agar Gereja memperhatikan posisi orang tua dalam kehidupan si remaja yang
pasti memiliki kedekatan yang berbeda dari orang lain. Kedekatan ini merupakan
suatu celah bagi Gereja untuk turut serta dalam mengatasi kenakalan remaja
melalui para orang tua, dimana Gereja membina dan mengarahkan para orang tua
agar tidak salah mengambil tindakan dalam melakukan proses pendidikan pada masa
pertumbuhan dari si remaja.
Setiap orang tua tentu
mengharapkan anak-anaknya dapat menjadi satu pribadi yang dapat diteladani,
menjadi pribadi yang baik, memiliki masa depan yang cerah, dan juga menunjukkan
sikap yang bertuhan. Jadi sebaiknya para orang tua memperhatikan proses
pertumbuhan dari para remaja tersebut, dan mengambil peran yang tepat dalam
kehidupan remaja. Apa yang diharapkan oleh para orang tua memiliki kesamaan
dengan apa yang diharapkan Gereja bagi para remaja, oleh karena itu sebaiknya
ada kerja sama yang baik dan sikap saling menopang antara Gereja dan para orang
tua dalam usaha membina dan mendidik para remaja, agar tidak terjebak sebagai
pelaku kenakalan remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi III, 2003.
Sarwono,
Psikologi Remaja, Jakarta 2011.
Richards,
L. O., Christian Education: Seekong to become like Jesus, Michigan 1975.
Shinn,
R. L., The Educational Mission of Our Church, Philadelphia 1962.
Charles,
S., Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkan,
Yogyakarta 1987.
Internet:
[5] Lih.
Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta:
PT Grafindo, 2011), Hlm. 75-78
[6] Lih. Roger Lincoln Shinn, The Educational
Mission of Our Church (Philadelphia: United Church Press,
1962), Hlm. 90
[7] Lih. Lawrence O. Richards, Christian
Education: Seeking to become like Jesus (Michigan: The Zondervan Corporation, 1975), Hlm. 23
[12] Lih. Shelton Charles, Spiritualitas
Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya (Yogyakarta: Kanisius, 1987), Hlm. 19
No comments:
Post a Comment