Thursday, 25 May 2023

Gereja dan Pariwisata

 

Sesi I: Gereja dan Pariwisata

Pdt.Anry Krismanto Nababan, M.Th, M.Pd.K

(Pendeta HKBP Ressort Garoga Distrik II Silindung)

 

Pendahuluan

"Indonesia sebagai archipelagic state memiliki banyak potensi pariwisata, terdapat lebih dari 17.000 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan banyaknya pantai di Indonesia, mengingat Indonesia salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang. Indonesia yang kaya dengan potensi tujuan wisata seperti bernuansa pantai/bahari, kekayaan alam bawah laut kawasan hijau, agrowisata hingga lembah dan gunung serta masih banyak lagi tujuan wisata yang dapat dikunjungi. Pemerintah Indonesia juga mengembangkan 5 tujuan wisata super selain Bali,  yakni Danau Toba, Mandalika, Labuan Bajo, Likupang dan Borobudur. 

Pengembangan destinasi pariwisata, salah satunya adalah nilai-nilai seperti peningkatan spiritualitas, wawasan wisata, skill, kebersihan, keramahtamahan, serta kesopanan, yang mana akan sangat membantu di dalam membangun kepariwisataan yang lebih baik. Mantan Presiden Dewan Gereja Dunia. Pdt. S.A.E Nababan, mengatakan peranan gereja dalam membangun pariwisata di Danau Toba harus dijunjung tinggi sehingga penduduk yang ada di sekitar Danau Toba dapat menikmati perubahaan dan adanya peningkatan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh Jumat, 10 Desember 2021, HKBP bekerjasama dengan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) kembali melakukan sosialisasi kepariwisataan kepada gereja dan masyarakat yang berada di sekitaran Danau Toba.

 

Isi

Tugas panggilan gereja tertulis di dalam Matius 28:19-20: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tugas diterangkan sebagai berikut, “Tugas” diartikan sebagai: Kewajiban yang harus dikerjakan, pekerjaan yang merupakan tanggungjawab; pekerjaan yang dibebankan; perintah untuk berbuat atau melakukan sesuatu.”[1] Bila dihubungkan dengan Gereja, maka kita dapati bahwa kata Tugas merupakan; kewajiban atau tanggungjawab yang harus dilakukan oleh setiap orang percaya sesuai dengan maksud dan tujuan yang memberikan tugas agung tersebut, yaitu Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja. Tugas itu diberikan kepada semua orang yang telah menerima Yesus sebagai penebus dan juruselamatnya, “Perintah Juruselamat kepada murid-murid meliputi semua orang percaya. Perintah itu meliputi semua orang percaya dalam Kristus sampai akhir zaman.”[2] Selanjutnya dikatakan bahwa tugas menyampaikan Injil bagi orang Kristen bukanlah pilihan tetapi keharusan, “Injil harus disampaikan, bukannya sebagai suatu teori yang tidak ada kehidupan dalamnya, melainkan sebagai tenaga hidup untuk mengubahkan kehidupan.”[3]Ini menunjukkan betapa perlunya kita melakukan tugas agung tersebut.

Kepada Petrus Tuhan berkata, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan jemaat-ku dan alam maut tidak akan menguasianya (Mat. 16:18). Ini adalah pernyataan Tuhan Yesus akan suatu lembaga baru yang akan dibentuknya yaitu gereja. Kata gereja (jemaat) berasal dari kata Yunani, Ekklesia. Kata Ekklesia terbentuk dari 2 kata, yaitu ek (keluar) dan kaleo (memanggil). Ekklesia bisa diartikan “dipanggil keluar” untuk masuk kedalam persekutuan orangorang kudus.[4] Gereja adalah sekumpulan orang percaya yang bersatu sebagai satu tubuh dengan sekarela. Mereka bersatu atas dasar iman kepada Yesus Kristus. Tujuan orang percaya berkumpul bersama sebagai gereja adalah untuk melakukan misi Tuhan Yesus bagi dunia ini. Hal yang Tuhan Yesus lakukan sewaktu di dunia ini ditugaskan-Nya kepada gereja-Nya supaya gereja-Nya meneruskan pekerjaan itu. Gereja yang sehat akan menjangkau jiwa bagi Kristus. Hasilnya adalah pertumbuhan dalam gereja itu sendiri. Sesungguhnya pertumbuhan gereja bukan merupakan gol, melainkan hasil.[5]

Gereja ada dan bertumbuh tidaklah dapat dilepaskan dari hakekatnya untuk melayani sesama dalam arti menjawab pergumulan yang sedang dihadapi oleh manusia. Gereja dalam dirinya sendiri menyadari akan adanya tugas panggilan di tengah-tengah dunia ini sepanjang zaman. Rentang waktu perjalanan gereja dalam memahami keberadaan tersebut memberikan rumusan, yang membuat pengelompokkan tugas panggilan gereja yang sering disebut dengan “tri-tugas panggilan gereja” atau “tri darma gereja,” dengan uraian selanjutnya koinonia, marturia dan diakonia. Dari sudut pandang teologis setiap orang Kristen adalah bait Allah, Roh Allah diam di dalamnya (1 Kor. 3:16:2 ; 2 Kor. 6:16). Oleh karena itu ketika berbicara tentang gereja fokus perhatian bukan kepada gedung gerejanya tetapi kepada orang Kristen secara individu dan persekutuan orang-orang percaya sebagai suatu persekutuan di tengah-tengah masyarakat dan dunia. Gereja dibangun di atas batu dasar yang teguh dan kokoh yakni Yesus Kristus (1 Kor. 3:11). Jadi, Segala sesuatu yang berkaitan dengan gereja, landasan keimanannya, ibadahnya, hubungan secara vertikal dan horizontal, sistem pengelolaan, struktur atau pengorganisasiannya, dan sebagainya harus senantiasa didasarkan pada batu dasar itu yaitu, Yesus Kristus.

Gereja hadir di dunia ini untuk sebuah tujuan mulia dari Tuhan, menjadi saksi yang jujur dan benar. Gereja di masa lalu memiliki empat sikap terhadap masyarakat:

Pertama, gereja dengan tegas manarik garis pemisah dengan urusan dunia sekuler. Gereja hanya mengurus perkara-perkara rohani dan hal-hal sorgawi. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh pietisme (paham kesucian) dan keyakinan fundamentalis di kalangan umat kristiani. Hal ini muncul sebagai  reaksi terhadap gereja yang pada suatu kurung waktu, mabuk dengan kekuasaan, yaitu gereja sebagai lembaga yang terlibat  langsung dengan kekuasaan politik kenegaraan.

Kedua, sikap gereja mendominasi ketika gereja sebagai institusi mulai memiliki pegaruh terhadap kekuasaan negara. Ketika kaisar konstantin menyatakan semacam kristen sebagai satu-satunya agama yang resmi di kerajaan Romawi, maka abad-abad sesudah itu, gereja terperangkap pada godaan untuk mendominasi kekuasaan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. Terjadilah degradasi spiritual  (kemerosotan rohani) dalam gereja sampai abad pertengahan XV. Gereja telah berubah menjadi institusi kekuasaan di dunia, lengkap dengan segala atributnya, sampai Marten Luther memprotesnya.

Ketiga, sikap gereja yang ketiga adalah sikap integrasi. Yaitu, persepsi bahwa gereja harus berada di dalam dunia, walaupun ia bukan berasal dari dunia. Gereja dengan arif dan hati-hati berintegrasi dengan kehidupan sosial masyarakat.

Keempat, gereja tetap mengembangkan panggilan  kudusnya, memberitakan injil ke seluruh dunia, pemuridan, pembaptisan kepada seluruh suku bangsa. Namun paralel dengan panggilan itu, gereja juga menyadari tanggungjawab sebagai warga negara dan masyarakat. Dengan sikap keempat ini, gereja tidak memisahkan diri dari pergumulan kamasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan, tetapi tidak juga berpolitik praktis.

Banyak pemimpin gereja menyebutkan pandangan atau sikap ini, sebagai sikap “partisipasi”  atau sikap peran serta gereja yang artinya gereja dapat berperan aktif dengan cerdik dan lincah dalam permasalahan kemasyarakatan dengan tetap solid dalam posisi dan fungsi spiritualnya. 

Lalu apa strategi peran serta gereja? Strategi peran serta gereja terdiri dari dua prinsip kesaksian kristen yang diajarkan oleh Yesus Kristus yang terdapat dalam injil Matius 5:13-14 yaitu: “Kamu adalah garam dan terang dunia”.

Prinsip pertama, “Berperan sebagai garam dunia”. Maksud dari prinsip garam adalah fungsi kesaksian Kristen yang kuat dan yang mempengaruhi, walaupun ia tidak kelihatan. Pada waktu garam melarut, rasa asinnya berpengaruh nyata dan dapat dirasakan. Orang-orang kristen harus melarut di segala bidang kehidupan manusia walaupun tidak memamerkan label Kristen. Di sini lebih berperan nilai kualitas orang Kristen secara spritual dan intelektual di seluruh strata dan segmen masyarakat.

Prinsip kedua, tampil sebagai terang dunia. Yang dimaksud dengan strategi  terang ini ialah kerja atau performansi orang-orang kristen ditengah kehidupan dunia sekuler. Kinerja ini diuraikan secara populer oleh Tuhan Yesus dalam Matius 5:16 “demikianlah hendaknya terangmu bercahaya didepan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik” dan memuliakan Bapa mu yang di sorga. Sebagai perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.

Gereja dan warga gereja (jemaatnya) harus dapat dilihat oleh banyak orang, oleh dunia, perbuatan atau karya-karyanya yang kongkrit, yang baik, yang bermanfaat. Sekecilnya cahaya terang dalam kegelapan ia memiliki daya atau kuasa menembus kegelapan dan mengubah situasi gelap menjadi kurang gelap, tidak gelap atau terang menderang, tergantung pada kekuatan cahayanya. Contoh: lampu di malam hari.

Dalam situasi dan kondisi di negeri kita ini dan upaya pemerintah serta kondisi sosial, politik, ekonomi, penegakan hukum, pemutusan mata rantai penyebaran virus covid 19, dan lainnya di negara yang kita cintai ini, gereja atau orang-orang Kristen (umat) maupun sebagai institusi, organisasi, atau kelembagaan-kelembagaan harus tampil, harus maju, menyatakan terang cahaya Kristianinya. Secara populis dan simplis digambarkan seperti “lilin-lilin Natal, yang bersinar". Di sini peran kapasitas, potensi dan kinerja atau karya kongkrit orang-orang Kristen. 

Kemudian ada strategi perjuangan yang telah saya kemukakan tadi. Strategi peran serta Kristen dalam segala dimensi kehidupan manusia di dunia ini sebagai garam dan terang  dunia. Yaitu, kesaksian gereja, kesaksian Kristiani baik tidak kelihatan tetapi sangat mempengaruhi.

Masih ada strategi ketiga yang juga diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNya. Saya sebut saja strategi perjuangan di dalam injil Matius 10:16: "Lihatlah, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati".

Sepintas dengan tanggapan emosi dan logika, pengutusan Yesus dengan model seperti ini memberi kesan/syarat, orang Kristen itu lemah, tidak militan, dan konyol. Sebab bagaimana domba dapat bertahan hidup di tengah-tengah serigala? Pasti sang domba tidak sanggup bertahan, serta menjadi mangsa empuk, tidak berdaya dan pada akhirnya mati dimakan serigala.

Tetapi, jika kita melihat pengutusan Yesus dengan apa yang tertulis dalam kitab Mazmur 23:4, "sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku", maka pengutusan dan perjuangan kita sungguh dijamin oleh Tuhan. Kalau kita adalah domba-dombaNya Dia tidak membiarkan kita dimangsa oleh serigala. Tuhan akan selalu  menjaga dan memelihara kita. [6]

Sikap Gereja tentang Pengembangan Danau Toba[7]

Ati Hidebrant Rambe mengatakan “salah satu temuan yang cukup memprihatikan adalah pelik dan kompleksnya kasus-kasus agraria yang sangat serius dihadapi umat berbanding terbalik dengan minimnya bahkan kecenderungan nihilnya perhatian (petinggi-petinggi) gereja untuk berjuang bersama para warga yang menjadi korban perampasan lahan kehidupan oleh penguasa raksasa dan pemilik modal. Demikian halnya minimnya kesadaran gereja untuk ikut serta secara serius dan konsisten dalam arak-arakan pemeliharaan dan pemulihan alam lingkungan yang telah tercemar dan rusak”. Terjadinya degradasi yang parah, baik hutan di sekitar kawasan, maupun pencemaran air yang massif bahkan terjadinya penggusuran warga dan terjadinya tindak kriminalisasi yang berkepanjangan di sekitar Danau Toba

Kita mengingat bagaimana perkembangan kota Jakarta dengan tersingkirnya warga asli yaitu Betawi. Contoh ekstrem di wilayah DKI Jakarta. Di mana, warga Betawi tergeser di daerah-daerah pinggiran. Budaya asli Betawi pun tergerus. Tanah-tanah dijual ke pemilik modal, dijadikan pusat-pusat perbelanjaan, hotel, dan sejenisnya, orang Betawi mulai tersingkirkan. Hal ini tentunya bisa terjadi dengan orang batak tersingkir dari tanahnya sendiri.

 

Lalu bagaimana sikap gereja terhadap pengembangan Danau Toba

1.     Mendorong pemerintah untuk mengutamakan masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata kawasan danau toba. Gereja harus pro-aktif mencermati dan mengkritisi program pembangunan, seperti program pengembangan parawisata di kawasan Danau Toba, dengan memperhatikan keberadaan masyarakat lokal dan adat. Tentunya Gereja melakukan penolakan seperti penolakan tempat hiburan malam.

2.     Gereja meningkatkan sinerginitas dengan lembaga peduli terhadap isu penyelamatan lingkungan. Untuk itu, Gereja perlu memperkuat proses pembinaan warga gereja dan pendidikan pemeliharaan lingkungan. Gereja perlu menumbuhkan kesadaran baru dan memperkuat kemampuan warga gereja untuk menyikapi dan bertindak konkrit mengatasi persoalan ekologi.

3.     Gereja mendorong mempertahankan kearifan budaya lokal dalam pengembangan wisata sekaligus melestarikan tanah adat. Ketika pinggiran Danau Toba dikuasai investor maka akses penduduk lokal akan hilang ke Danau Toba.

 

 

 

Keuntungan dan Kerugian daerah destinasi Pariwisata sisi budaya

1.     Dalam tuntutan persaingan harga, mulai bermain pelaris. Bahkan Menurut Penelitian Pdt Kurt E Koch, seperti di Bali setiap souvenir berisikan matera untuk memanggil kembali pembelinya datang kembali ke Bali.(Kerugian)

2.     Perubahan struktur masyarakat seperti perubahan pekerjaan dan kebiasaan masyarakat dan perubahan pola interaksi sosial.seperti perilaku kebarat baratan

3.     Mendapatkan perhatian Pemerintah dalam menjual nilai dari destinasi wisata/ point promosi (Keuntungan)

 

Keuntungan dan Kerugian daerah destinasi Pariwisata sisi ekonomi

1.     Meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan jasa. (Keuntungan)

2.     Semakin ketatnya persaingan harga antar sektor, harga lahan semakin tinggi,ketergantungan yang tinggi dari negara terhadap pariwisata, (Kerugian)

 

Keuntungan dan Kerugian daerah destinasi Pariwisata sisi pendidikan

1.     Masyarakat bisa menguasai beberapa asing agar bisa berkomunikasi dengan wisatawan asing guna menambah pengetahuan dan pengalaman.(Keuntungan)

2.     Meningkatnya pelanggaran hukum (Kerugian)

 

Keuntungan dan Kerugian daerah destinasi Pariwisata sisi kerohanian

1.     Memudahkan mata-mata masuk ke Indonesia dan penyebaran obat terlarang. (Kerugian)

2.     Masuknya para penginjil lebih mudah masuk memberitakan Injil (Keuntungan)

 

 



[1] Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta: Gitamedia Press, n.d.), s.v. “Tugas.”

[2] Ellen G. White, Alfa dan Omega, Jilid II (Bandung: Indonesia Publishing House, 2005), 477.

[3] Ibid., 483.

[4] Harianto GP, Pengantar Misiologi (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2012), 18.

[5] Ibid.

[6] Pdt Alexander Sasauw (Ketua Sinode GKPMI, https://kemenag.go.id/read/peran-serta-gereja-dalam-masyarakat-v3vdy

[7] http://pendetaanry.blogspot.com/2017/01/sikap-gereja-terhadap-wisata-danau-toba.html

No comments:

Post a Comment