Begu Ganjang
I
Pendahuluan
Issu begu ganjang merupakan issu
yang sangat “indah” dan menarik terutama di Sumatra Utara, mungkin karena itu
merupakan bagian sejarah dari kehidupan “anak
medan ” pada
umumnya. Agama yang sudah berada dalam titik
dua generasi (sekitar seratus tahun) dalam kehidupan beragama akan kembali
kepada pemahaman, kebiasaan atau pola fikir
masa lampau. Entah apa penyebab hal tersebut kurang jelas, hanya saja
mungkin dapat kita analogikan dengan suatu tren.
Usia sangat mempengaruhi tren apa
yang menjadi kebutuhan seseorang. Kebutuhan akan tren tertentu ditentukan dengan tingkat usia. Sama halnya dengan
hal di atas orang-orang yang sudah lama hidup, ingin kembali kepada suatu pemahaman atau
kebiasaan leluhur sama dengan kerinduan orang yang sudah lansia merindukan
lagu-lagu nostalgia. Hal parah yang terjadi mengenai kasus begu ganjang, dimana
ada diadakan ritual keagamaan (Agama Resmi), doa sebelum menganiaya dan
membakar keluarga yang dituduh memiliki begu ganjang. Hal ini sangat mengenaskan
dan mempihatinkan.
Agama hanya dijadikan topeng
pembantian. Atau memang orang-orang yang terlibat didalamnya bukanlah orang
yang hidup sungguh-sungguh dalam keberagamaanya. Apakah hal ini juga terjadi karena
nama begu ganjang juga merupkan nama yang sangat familiar dan mudah
diucapkan. Jika disebutkan begu ganjang maka adrenalin seseorang akan
langsung memuncak. Menurut sejarah dalam kehidupan masa lampau jika dikatakan
begu ganjang maka orang-orang akan merasa takut dan resah. Selain itu orang
akan merasa terganggu dengan orang yang memiliki begu ganjang. Menarik untuk
kita teliti, mengapa issu itu tetap menarik, apa penyebabnya, dan siapa yang
bekerja dibalik itu semua. Tapi yang
pasti kita akan menyoroti dari sudut iman Kristen bagaimana pemahanan
dan sikap kita terhadap hal tersebut.
II. Pembahasan
2.1 Mengapa
tetap hangat dan menarik
Tidak dapat disangkali bahwa di
zaman yang serba modern ini masih banyak orang yang percaya, mengagungkan dan
terlibat dengan dunia gaib yang dianggap
irrasional. Manusia modern di sisi lain dalam hidupnya masih memakai
pemikiran “primitif” primitif”.[1]
Ini terbukti dari tanyangan di televisi
yang sarat dengan dunia gaib, perdukunan
dan dunia mahluk halus. Hal ini dikarenakan manusia, khususnya manusia
Timur mempunyai pemahaman magis, di
mana dunia ini penuh dengan daya-daya
gaib dan daya gaib tersebut dapat digunakan. Beranjak dari konsep pemikiran
demikian dapatkah kita mengatakan bahwa begu ganjang itu ada atau kita
menyangkal bahwa memang bahwa begu ganjang itu benar-benar tidak ada.
2.2
Apa sebenarnya yang membuat
masyarakat begitu terikat kuat dengan isu tersebut.
Apakah begu ganjang itu hanya sebagai konsep? Apakah issu begu
ganjang hanya diperalat atau dimanfaatkan? Kemungkinan untuk memanfatkan konsep
begu ganjang menjadi suatu kambing hitam demi kepentingan pihak-pihak tertentu
baik individu maupun kelompok yang bertujuan untuk mendeskritkan pribadi seseorang, keluarga, kelompok tertentu atau
etnis tertentu (dalam kaitan ini etnis batak) atau bahkan agama tertentu.
Selain itu jika issu yang begitu hangat dan cepat merebak saat ini mungkin saja
sudah diorganisisr pihak tertentu untuk membuat kekacauan atau mungkin juga
untuk mengacaukan NKRI. Orang Batak atau katakan “anak medan ” tidak mudah dikacaukan dengan issu
yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama atau SARA. Anak medan sangat menjunjung tinggi sikap
Pluralisme dan mengakui kepelbagaian dan saling menghorati antara golongan yang
satu dengan golongan yang lain, agama yang satu dengan agama yang lain.
2.3 Kepercayaan
Terhadap Dunia Roh (Tendi (Karo) atau
tondi (Batak) dan begu
Manusia Indonesia pada umumnya dan manusia
Karo dan Batak pada kuhusnya percaya kepada roh-roh leluhur atau arwah nenek
moyang. Leluhur atau nenek moyang dipercayai mempunyai banyak pengalaman dan
dipercayai memiliki kekuatan moral yang tinggi dan sakti. Roh nenek moyang
berkelana di dunia ini bersama dengan ilmu, pengalaman dan kesaktian yang dulu
mereka miliki. Inilah alasan bagi suku Karo untuk tetap menghormati, memuja
leluhur mereka, karena memang ada pengharapan yang digantungkan kepada roh-roh
tersebut.[2] Roh Kudus sebagai perbandingan roh dalam kepercayaan manusia
Karo masa lampau. Roh kudus sudah ada sejak masa penciptaan. Roh Kudus sama
dengan Roh Allah yang melayang-layang di atas permukaan air yang oleh-Nya
ketertiban ada di Bumi.[3] Dalam bahasa Ibrani Roh Allah disebut “Ruach Yahwe.”[4] Roh Allah menunjukkan kepada Allah itu
sendiri baik kuasa, kekuatan, dan hakekatnya yang tidak terbatas, sedangkan roh
manusia adalah roh yang diberikan oleh Allah kepada manusia sehingga manusia
bisa hidup. Untuk menghantarkan kita kepada permasalahan mengenai begu ganjang alangkah baiknya penulis
terlebih dahulu memaparkan jenis-jenis begu
terutama dalam suku Karo dan begu sebagai
perbandingan, sehingga jelaslah bagi kita ciri-ciri khusus yang membedakan begu ganjang dengan begu lainnya. Adapun begu
tersebut antara lain: Begu Jabu, Begu
Butara Guru, Begu Bicara Guru, Begu
Simate Sada Wari, Begu Kayat-kayaten, Begu Tungkup, Begu Mentas, Begu Sidang Bela, Begu Juma, Begu Sirudang Gara, Begu Menggep dan Naga Lumayang.[5]
2.4 Begu Ganjang
2.4.1 Begu
Ganjang Menurut Alkitab
Begu
dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan menjadi hantu. Dalam bahasa Inggis disebut ghost yang juga berarti kafan
atau pocong.[6] Dalam bahasa Prancis disebut spetre, fantome sedangkan setan disebut diable.
Sedangkan orang Jerman sering menyebut spuk,
gespenst untuk menyebut hantu dan
teufel untuk menyebut satan. Kata “begu ganjang” tidak akan kita temukan secara langsung dalam
Alkitab. Namun penulis akan membahas okultisme dalam Perjanjian Lama dan akan mempersempit
menjadi satu bagian yaitu hantu atau setan, karena memang begu
ganjang merupakan bagian dari hantu atau setan sementara banyak jenis
okultisme lainnya. Seperti yang telah penulis singgung dalam pendahuluan hanya
dalam Alkitab terjemahan Simalungun yang menggunakan terjemahan yang berkaitan
dengan kata begu ganjang. Kata itu
adalah siparbegu ganjang yang apabila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pemilik begu ganjang. Sementara dalam terjemahan bahasa Indonesia Siperbegu
ganjang itu disebut perempuan di Endor yaitu seorang ahli tenung.
Begu yang disamakan dengan setan yang dalam
bahasa aslinya satan yang berarti penuntut, yang pada aslinya disebut Lucifer, yang dalam bahasa Latin berarti
pembawa cahaya atau bintang yang
bercahaya atau bintang fajar yang diciptakan.[7] Hantu dalam Perjanjian Lama hanya satu
kali diungkapkan yaitu dalam Yesaya 34 : 14 yang mengatakan: “hantu malam saja ada di sana dan di sana mendapat tempat
perhentian.” Dalam bahasa Ibrani disebut lilit.[8] Adapun
nama-nama yang menyamai begu dalam
Perjanjian Lama antara lain: Kerup yang
diurapi (Yeh. 28:14). Kerup yang
diurapi dalam bahasa Inggris disebut the
anointed angel, karena sebelum jatuh ia adalah malaikat yang diurapi oleh
Allah,dalam Perjanjian Baru disebut roh jahat (Mat.12 : 43) dalam bahasa
Inggris disebut evil spirit yaitu roh
yang mempengaruhi manusia untuk melakukan segala jenis kejahatan di dunia.
Tujuannya ialah supaya manusia mengalami hidup yang kacau dan menderita. Belial (Ul. 13:13; 15:19; Hak.19: 22). Belial artinya tidak berharga karena
semua yang dilakukannya tidak mempunyai nilai kebenaran. Dosa perzinahan yang
membuat manusia menjadi manusia yang tidak berarti biasanya didalangi oleh
setan ini. Belial juga
menggambarkan mengenai kebejatan dan kejahatan orang–orang kafir. Belial juga kata yang menggambarkan
orang jahat, pikiran jahat, pikiran dursila, orang-orang bejat, perempuan
jalang, keras kepala, orang bodoh, jahat dan tamak, pembunuh, penjahat,
penumpah darah, orang-orang kurang ajar dan pengacau.[9] Perjanjian Lama menerangkan bahwa memang setiap sikap buruk dan yang
bertentangan dengan Tuhan adalah merupakan sikap atau perbuatan setan. Setiap orang yang melakukan perbuatan gelap
berarti anak-anak gelap yang tinggal dalam kegelapan dan sebaliknya semua orang
yang berbuat dalam terang dan oleh dasar terang adalah anak-anak terang dan
hidup dalam terang.
Selain Perjanjian Lama, Perjanjian Baru
juga ada menyinggung mengenai begu.. Begu
jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka diartikan menjadi kata hantu. Biasanya dalam bahasa Indonesia hantu itu tidak dapat merasuki orang
karena kalimat yang sering kita dengar adalah kerasukan setan bukan kerasukan
hantu. Yesus tidak menyangkal keberadaan hantu, Yesus menunjukkan kepada kita
ciri-ciri hantu yaitu tidak bertulang dan tidak berdaging (Luk. 24:37-39).
Kerasukan setan dalam Perjanjian Baru merupakan suatu peristiwa yang
benar-benar dianggap jahat sering diceritakan tentang orang kerasukan setan itu
merasa sangat tersiksa dan menderita. Setiap orang yang dapat kerasukan setan
adalah orang yang belum menerima Kristus secara utuh dalam hidupnya dan juga
orang yang masih mempunyai “jaringan” dalam dirinya sehingga setan itu dapat masuk dan menguasai.
Hantu atau setan berasal dari bahasa Yunani yaitu: satan
yang mempuyai kesaaman makna dengan kata Yunani lainnya yaitu: daimon,
diabolos, expros, kategros, opis, peira, dan poneros, yang berarti hantu,
setan dan pendakwa.[10] Setan disebut atau sama dengan iblis (Mat.
4 : 1; Wah. 12: 9,12), istilah ini diambil dari bahasa Yunani yaitu diabolos
dan dalam bahasa Inggris devil
yang berarti penuduh. Si Jahat juga merupakan julukan bagi setan, disebut si
jahat karena memang hakekatnya sangat jahat.
2.4.2 Pemahaman
agama pemena Mengenai Begu Ganjang
Sebutan begu
ganjang bukan mau menunjukkan hantu yang tinggi atau mempunyai ciri-ciri khas
tertentu. Melainkan mau menggambarkan roh atau hantu yang paling ditakuti
sehingga harus ipeganjang atau
seolah-olah begu yang paling
disegani. Dalam konsep Simalungun khususnya dalam kaitan penyakit yang
ditimbulkan oleh begu ganjang dan
segi pengobatannya maka begu ganjang
terbagi atas tiga bagian dan ketiga bagian mempunyai misi yang sama yaitu untuk
menyakiti dan menyiksa orang lain.
Konsep Simalungun sama dengan konsep Karo, namun yang paling terkenal
adalah begu sidang belah. Biasanya
penyakit yang ditimbulkan oleh begu
ganjang bisa karena bayangan (awih)
begu ganjang, dan ditakut-takuti dan
sengaja mencekik. Tiga jenis begu ganjang
itu antara lain:
1. Sakkar Napitu.
Sakkar Napitu adalah tujuh orang
laki-laki yang mempunyai kesaktian
masing-masing dan selalu berjalan bersama dan menunjukan kehebatan mereka
masing-masing. Selain Sakkar Napitu
nama lain begu ini adalah Guru
pakpak pitu sendalanen. Adapun nama-nama Sakkar Napitu antara lain:
a.
Si Laga Mangan
Si
Laga Mangan adalah begu ganjang yang sangat kuat makan dan
semua dapat dimakannya.
b.
Buluh Bolon
Begu
ganjang ini merupakan
pembelah bambu terhebat, keahliannya dan sekaligus kesukaannya adalah membelah
bambu dengan tangannya.
c.
Horop Batu Panggilingan
Horop Batu Panggilingan adalah begu
ganjang yang pekerjaannya dan keahliannya memakan batu penggilingan (batu lagan).
d.
Si Danggar Dalit
Si
Danggar Dalit adalah begu ganjang yang selalu mencabut
kayu-kayu besar. Sehingga kayu-kayu besar menjadi terbongkar (meruah).
e.
Si Langkang Luhung
Si
Langkang Luhung adalah begu ganjang yang mampu melangkah dari
satu gunung ke gunung yang lain atau dari lembah yang satu ke lembah yang lain.
f.
Si Bolah Nanggar
Si
Bolah Nanggar adalah begu ganjang yang mampu membelah landasan memepeh besi
dengan tangannya.
g.
Pargiring-giring Bosi
Begu
ganjang Pargiring-giring Bosi
adalah begu ganjang yang mampu
bersuara seperti lonceng walaupun kita tidak melihat lonceng.
2.
Roh Orang Yang Terlilit Akar Kayu
Begu
ganjang yang terbelit
dalam kayu adalah begu ganjang yang
selalu menyakiti orang lain dan begu ganjang ini mempunyai seekor anjing
di mana dia berada di situ anjingnya berada. Anjing begu ganjang ini mempunyai suara yang khas seperti suara belalang
yang dalam bahasa Karo disebut suei-suei.
Begu ganjang jenis ini bila pergi kemana saja maka akan selalu “mengonggong” untuk menakuti
orang lain. Anti begu ganjang jenis
ini adalah mantra dan orang yang diserang dapat diobati dengan membaca mantra
dan dilangkahi tujuh kali tanpa harus ada ramuan.
3.
Si Dayang
Jagiah
Si
Dayang Jagiah adalah begu
ganjang yang paling ganas. Menurut asal mulanya maka begu ganjang ini merupakan begu
orang yang mati terasing dan terkucilkan baik sengaja maupun tidak sengaja dan begu ini membenci khalayak ramai dan
membenci ketentraman serta mudah tersinggung.[11] Dari jenis dan asal mula begu ganjang, penulis tidak menemukan
suatu ciri-ciri yang khusus yang muncul dari begu ganjang itu karena memang begu
ganjang tersebut mempunyai nama dan jenis yang berbeda-beda. Ada bebarapa alasan
mengapa orang memelihara begu ganjang,
alasan tersebut tidak berbeda dengan mengapa orang terlibat dengan dukun,
paranormal, petapaan, wangsit, dan praktek okultisme lainnya. Adapun alasan
tersebut antara lain: Perlindungan Keuangan atau ekonomi , alasan kebencian dan
dendam serta kesehatan
1.5 Menyikapi Issu Begu Gajang
Gereja sepertinya belum menjadi jawaban atau solusi akan pemasalahan
begu ganjang. begu ganjang adalah merupakan masaah yang irrasional
dan itu merupakan bagian dari tugas gereja. Mengapa gereja belum menjadi jawaban?
Apakah gereja tidak mengadakan pembinaan jemaat dalam kaitan okultisme atau
gereja sendiri tidak begitu memahami mengenai konsep tersebut? Atau jangan-jangan yang lebih parah lagi gereja
masih terlibat dengan okultisme? Gereja
seolah-lah kehilangan jati diri. Tidak dapat kita sangkal bahwa pasti ada
anggota gereja yang terlibat dalam kasus begu ganjang baik sebagai
pelaku atau korban apa yang sudah dilakukan gereja untuk mengantisivasi hal
tersebut? Siapa saja dapat menjadi korban hari ini mereka, besok anda mungkin
lusa penulis.
Untuk menyikapi ketakutan dan keresahan
yang diakibatkan begu ganjang maka diperlukan peran gereja dan iman
Kristen. Kita harus menyikapi begu ganjang dengan iman. “Siapakah yang menjadi lawan kita jika Allah dipihak
kita” (Roma 8:31). Sebelum Yesus naik ke Sorga ,
Ia memberikan kuasa kepada
manusia untuk menghancurkan setiap kuasa kegelapan yang jahat di dalam nama-Nya (Mark. 16:17). Selain itu
ternyata mengalahkan kuasa kegelapan itu juga dengan cara yang tidak kita duga
atau pikirkan yaitu melalui pemberitan
Injil (Wah.12: 10-12). Ketakutan itu merupakan roh dan bukan semata-mata
perasaan, Paulus dalam suratnya kepada Timotius mengatakan bahwa “Aku memberikan kepadamu bukan roh ketakutan,
melainkan roh yang mendatangkan kekuatan, kasih dan ketertiban ” ketakutan
kepada begu ganjang hampir sama dengan phobia yaitu ketakutan yang berlebihan terhadap benda atau kondisi
tertentu yang sering kali tidak beralasan
dan tidak berdasar pada kenyataan.[12]
Ketakutan masyarakat dan jemaat terhadap begu ganjang menunjukkan bahwa
sesunguhnya jemaat tersebut kehilangan iman atau tidak memiliki iman. Orang
yang takut adalah orang-orang yang meragukan kebenaran dari janji-janji Tuhan.[13] Manusia selalu digerakkan oleh rasa takut
sehingga rasa takut itu menjadi dominan dalam hidup.[14] Petrus dalam Perjanjian Baru akhirnya
tenggelam ketika angin menghempasnya. Kalau kita kaji, Petrus merupakan seorang nelayan, biasanya
seorang nelayan pasti mahir dan tangkas dalam berenang, tapi saat itu ia tenggelam
dan kehilangan kemapuannya untuk berenang dan itu semua diakibatkan karena ia
ketakutan. Tuhan berjanji memberikan kuasa kepada kita, Tuhan juga menjanjikan
penyertaan yang kekal yaitu penyertaan sampai akhir zaman (Mat. 28:20). Jemaat
merasa takut karena memang jemaat belum menerima pemahaman yang benar mengenai
kuasa Allah serta janji-janji
perlengkapan yang Allah janjikan. Ketakutan dalam jemaat terhadap begu ganjang secara umum berkembang melalui perkataan cerita yang
terus menerus diwariskan.
Creflo A. Dollar dalam bukunya mengemukakan
beberapa langkah untuk mengatasi ketakutan terhadap iblis dan ini juga dapat
kita kutip sebagai orang Kristen dalam menyikapi permasalahan mengenai begu
ganjang. Jika tidak ada ketakutan maka tidak akan pernah ada kekeesahana
apalagi yang berujung pada tindakan anarkis. .
1. Hidup benar, hidup benar tidak mengubah Allah namun
mengubah pribadi kita. Jika kita melakukan yang benar dihadapan Allah maka kita
akan mempunyai keberanian untuk menghampiri Tuhan. (1 Yoh. 3: 21).
2. Membuat
keputusan yang berkualitas. Dalam Mazmur 118: 6 dikatakan “Tuhan di pihakku. Aku tidak takut, Apakah yang dapat dilakukan manusia
terhadap aku” kalimat ini merupakan komitmen dari Daud untuk melawan
ketakutan atau musuh-musuh yang menghantuinya. Ketakutan atau ketidaktakutan
melibatkan hati. Kita menjadi takut karena keinginan kita sendiri. Menerima
atau menyingkirkan ketakutan membutuhkan ketetapan hati. Setiap orang
harus mengambil keputusan untuk menerima atau menolak saat ketakutan
menyerang.
3. Memahami betapa besarnya perlindungan
Tuhan. Yesaya sangat menyadari betapa
besarnya kuasa perlindungan Tuhan dalam keadan seperti apapun itu. Dalam Yesaya
43:1-2 dikatakan “Jangan takut, sebab aku
telah menebus engkau, aku telah memanggil engkau dengan namamu, apabila engkau
menyeberang melalui air aku akan menyertai engkau , atau apabila melalui
sungai-sungai maka engkau tidak akan dihanyutkan, apabila kamu berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala
api tidak akan membakar engkau.” Api dan air adalah dua hal yang sangat
mematikan namun Yesaya percaya pada perlindungan Allah yang mencakup semua aspek dalam
kehidupan.
4. Mengembangkan
janji-janji Tuhan (2 Pet. 1,4 ). Allah mempersenjatai setiap orang percaya
dengan janji-janji penyertaan Allah. Iblis selalu mau menakut-nakuti atau
mencari kesempatan dengan cara mengacaukan pemikiran orang pecaya sehingga akhirnya
ragu terhadap janji-janji Allah. Adam dan Hawa akhirnya kehilangan senjata
tersebut ketika mereka meragukan janji atau perintah Tuhan.
5. Gunakan kasih sempurna (1Yoh 4:17-18). Salah satu
kunci untuk mengatasi ketakutan adalah dengan cara hidup dewasa dan sempurna di dalam kasih dan kasih
itu berdasarkan pada ketaatan.
6. Ucapkan Firman. Kita harus melawan iblis atau ketakutan
dengan cara mengunakan Firman Allah sebagai bukti iman percaya kita.
7. Tinggal dalam terang hadirat Allah. Ketakutan akan
mengakibatkan kita menyembunyikan diri, ketika
kita sudah jatuh ke dalam dosa. Ketika kita jatuh ke dalam dosa maka segera
mohon ampun, dan kemudian masuk ke dalam terang Kristus. Sama seperti Adam yang
menyembunyikan diri ketika ia sudah jatuh ke dalam dosa. Saat kita sudah jatuh
ke dalam dosa jangan hanya diam namun mohon pengampunan dan kemudian masuk ke
dalam terang Kristus (1 Yoh. 1:9). Iblis takut kepada orang yang mempunyai
hubungan yang erat dengan Tuhan. [15] Setiap orang yang mempunyai hubungan
dengan Tuhan pasti terlindung dalam payung perlindungan Tuhan, karena darah
yang mengalir dalam setiap orang percaya
adalah darah Yesus.
Gereja secaraorganisasi dan personal harus
mempunyai pengertian dan pemahaman yang benar mengenai okultisme dan
orang-orang yang di dalamnya telah terlepas dari okultisme. Kasus begu ganjang mengakibatkan permasalahan
yang rumit bukan saja segi hukum namun kerohanian. Dari sini sesungguhnya kita
melihat kekurangpekaan gereja untuk
mengatasi masalah tersebut. Banyak dari korban pengerusakan dan perusak itu
sendiri merupakan warga gereja. Sepertinya memang jemaat belum diberi pemahaman
yang benar mengenai hakekat keKristenan dan otoritas orang Kristen. Diharapkan
agar gereja membuka diri terhadap permasalahan begu ganjang karena itu merupakan permasalahan yang kontekstual
dalam teologia dan budaya Indonesia .
Kelompok yang militan dan lebih sungguh dengan hal ini adalah kelompok-kelompok
Karismatik atau kelompok Injili dan kelompok-kelompok doa sedangkan
Gereja-gereja Protestan hanya lebih menekankan himbauan kepada jemaat dengan
mengatakan bahwa begu ganjang itu tidak ada. Kuasa untuk mengusir setan dan yang
berhubungan dengan okultisme bukan hanya milik Karismatik, bukan hanya milik
Injili atau persekutuan doa tapi kepada setiap orang percaya termasuk jemaat
dan pengerja.
III Penutup
Kita tidak dapat
tesus menerus mengenai keberadan atau ketidakberadaan begu ganjag, namun kita
harus masuk kedalam suatu kenyataan yaitumengenai pola pikir msyarakat dan
jemaat yang sudah mematraikan mengenai keberadaan begu ganjang. Melaiu hal itu
yang menjadi penekanan dalam pengajaran adalah bahwa setiap orang percaya
mendapat perlindungan seutuhnya. Alkitab
menyatakan bahwa iblis dapat menyamar sebagai malaikat terang, selain malaikat
terang iblis juga mempunyai nama samaran atau perwakilan di setiap wilayah dan
itu disebut roh teritorial. Begu ganjang sendiri merupakan roh
teritorial yang berasal dari Simalungun dan sudah menebar ke berbagai
wilayah. Walau penulis katakan begu ganjang itu ada namun penulis
pastikan bahwa memang begu ganjang itu adalah penyamaran dari
iblis. Semua permasalahan okultisme mempengaruhi pertumbuhan rohani jemaat
terlebih begu ganjang. Rohani jemaat
menjadi menurun dengan hadirnya begu
ganjang bahkan tidak lagi dapat dibedakan mana orang Kristen dan non-Kristen
dalam menghadapi kasus begu ganjang
karena cara yang digunakan untuk
menyikapi permasalahan tersebut tidak berbeda dengan cara agama pemena, misalnya dengan mengunakan jasa
dukun dan main hakim sendiri dengan membakar rumah, mengusir bahkan membunuh
secara masal orang-orang yang terlibat dengan begu ganjang.
Tidak perlu panik dalam menghadapi permasalahan mengenai begu ganjang, kepanikan kita akan
membawa kita jatuh ke dalam perangkap iblis yang lebih dalam yaitu kekacauan
dan kerusuhan dan yang merupakan tujuan utama iblis. Untuk itu setiap pembaca
diharapkan membangun kepekaan rohani dengan cara membangun hubungan pribadi
yang baik dengan Tuhan. endaknya orang
Kristen mempunyai cara dan sikap yang berbeda dengan agama pemena dalam
menghadapi begu ganjang, sehingga
dengan demikian orang akan tahu bahwa orang Kristen adalah sungguh-sungguh
pengikut Kristus. Darah kita adalah darah Kristus, tubuh kita adalah tubuh
Kristus dan roh kita adalah Roh Kristus, jadi mengapa kita harus diresahkan
oleh begu ganjang yang terlalu
dibesar-besarkan. Semua orang percaya tidak akan dapat disentuh begu ganjang dan begu-begu yang lainnya.
Orang yang dicurigai memiliki begu
ganjang hendaknya dirangkul dan digembalakan (ikepkep) bukan dihakimi atau
dicelakai. Selain itu orang yang sedang panik dengan adanya begu ganjang harus disikapi dengan tegas
dan melalui sudut pandang iman Kristen.
Kepada semua pekerja gereja disarankan untuk memiliki pemahaman dan
dibekali dengan pemahaman okultisme, karena memang dalam berteologi kontekstual
permasalahan begu ganjang merupakan
permasalahan yang kontekstual khususnya di wilayah pelayanan kita. Keterbukaan
gereja untuk bergandengan tangan sesama gereja karena dengan demikian maka
gereja akan semakin peka terhadap bahaya dan dampak okultisme yang semakin
gencar berperang dengan wajah barunya. Demikianlah semoga tetap kuat.
Kepustakaan
Roland
Robertson, Agama: Dalam Analisa dan Interprestasi Sosiologis, Jakarta : Rajawali Pers, 1988
Teridah
Bangun, Penelitian Dan Pencatatan Adat Istiadat
Karo, t.t.p: Yayasan Marga Silima,
1990
Raja Patik
Tampubolon, Pustaka Tumbaga Holing, Jakarta : Dian Utama,
2002.
John M.
Echols, Hassan Shadily, Kamus Indonesia
Inggris, Jakarta :
Gramedia, 1990
E.P.
Ginting, Djorelit Surbakti, Maria br Ginting,
Okultisme, Mewaspadai Okultisme Klasik dan Modern, Bandung: Bina Media
Informasi , 2007
Perjanjian Lama-Ibrani-Indonesia, Jakarta : LAI, 2002, hlm. 726
Gerhard Kittel (ed.) Theologikal Dictionary Of The New Testament
Vol. VII, Michigan :
WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1993
Kartini,
Kartono, Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung : Pionir Jaya,
1987
Creflo A. Dollar, Mencabut Roh Ketakutan, Jakarta : Immanuel, 2000
Rick Wirren, The Purpose Driven Life, Malang :
Gandum Mas, 2006
H.V.D. Brink, Tafsir Alkitab Kisah Para Rasul, Jakarta : BPK – GM, 1996
Wawancara
Wawancara dengan Josep Sipayung, tanggal 10 Mai 2008, di Bangun
Purba, pukul 11.00-13.00 WIB (Seorang mantan Dukun yang sekarng menjadi
penginjil)
[1] Ciri-ciri pemikiran primitif adalah dimana manusia itu tidak lagi
dapat membedakan yang biadab dan yang beradab, manusia tidak dapat memisahkan
atau melepaskan diri dari pemahaman kosmik. Roland Robertson, Agama:
Dalam Analisa dan Interprestasi Sosiologis, Jakarta : Rajawali Pers, 1988, hlm. 83
[2] Teridah Bangun, Penelitian Dan Pencatatan Adat Istiadat
Karo, t.t.p: Yayasan Marga Silima,
1990, hlm. 24
[5] Begu Sakit Sampar (begu ini
disebut begu sakit sampar karena
memang begu ini dipercaya membuat penyakit sampar atau
kolera), begu attuk (begu attuk adalah begu yang menyebabkan orang meninggal seketika karena begu tersebut membenturkan kepalanya dengan benda yang keras.), begu rojan,
begu ngegena birong, begu nur-nur, begu
jau. Homang, yaitu jin yang datang dari hutan yang menjerat dan menyakiti
manusia. Solobean yaitu begu yang menguasai air, sungai atau
danau. Begu siberut yaitu begu yang
membuat tubuh seseorang tidak bertumbuh terutama anak kecil, dengan kata lain begu ini membuat anak terus-terusan
kerdil dan akhirnya anak tersebut meninggal dunia. Raja Potik Tampubolon, Pustaka Tumbaga Holing, Jakarta : Dian Utama, 2002,
hlm.122
[6] John M. Echols, Hassan
Shadily, Kamus Indonesia Inggris,
Jakarta :
Gramedia, 1990, hlm. 204
[7] E.P. Ginting, Djorelit Surbakti, Maria br Ginting, Okultisme, Mewaspadai Okultisme Klasik dan
Modern, Bandung: Bina Media Informasi , 2007, hlm. 20
[8] …….Perjanjian Lama-Ibrani-Indonesia,
Jakarta : LAI,
2002, hlm. 726
[9] Belial muncul sebanyak 33 kali dalam Perjanjian Lama dalam 28 ayat,
dalam ayat-ayat itu kita menemukan banyak kata-kata yang dipadankan dengan belial misalnya, ben belial yang dalam bahasa Inggris disebut son of belial yang berati anak atau putra belial. Ada
juga daugther of belial yang dalam
bahasa Indonesia sehari hari diterjemahkan menjadi perempuan dursila. Dikutip dari Program Terjemahan Alkitab.
[10] Gerhard Kittel (ed.)
Theologikal Dictionary Of The New Testament Vol. VII, Michigan : WM. B. Eerdmans Publishing
Company, 1993, p.p. 151-165
[11] Wawancara dengan Josep
Sipayung, tanggal 10 Mai 2008, di Bangun Purba, pukul 11.00-13.00 WIB.
[12] Bnd. Kartini, Kartono, Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung :
Pionir Jaya, 1987, hlm. 354
[13] Creflo A. Dollar, Mencabut
Roh Ketakutan, Jakarta :
Immanuel, 2000, hlm. 55
[14] Bnd. Rick Wirren, The Purpose
Driven Life, Malang :
Gandum Mas, 2006, hlm. 30
[15] H.V.D. Brink, Tafsir Alkitab
Kisah Para Rasul, Jakarta
: BPK – GM, 1996, hlm. 310-311
No comments:
Post a Comment