Wednesday, 22 May 2019

Begu Ganjang


Begu Ganjang

I Pendahuluan
Issu begu ganjang merupakan issu yang sangat “indah” dan menarik terutama di Sumatra Utara, mungkin karena itu merupakan bagian  sejarah dari kehidupan “anak medan” pada umumnya.  Agama yang sudah berada dalam titik dua generasi (sekitar seratus tahun) dalam kehidupan beragama akan kembali kepada pemahaman, kebiasaan atau pola fikir  masa lampau. Entah apa penyebab hal tersebut kurang jelas, hanya saja mungkin dapat kita analogikan dengan suatu tren. Usia sangat mempengaruhi tren apa yang menjadi kebutuhan seseorang. Kebutuhan akan tren tertentu ditentukan dengan tingkat usia. Sama halnya dengan hal di atas orang-orang yang sudah lama hidup,  ingin kembali kepada suatu pemahaman atau kebiasaan leluhur sama dengan kerinduan orang yang sudah lansia merindukan lagu-lagu nostalgia. Hal parah yang terjadi mengenai kasus begu ganjang, dimana ada diadakan ritual keagamaan (Agama Resmi), doa sebelum menganiaya dan membakar keluarga yang dituduh memiliki begu ganjang. Hal ini sangat mengenaskan dan mempihatinkan.
            Agama hanya dijadikan topeng pembantian. Atau memang orang-orang yang terlibat didalamnya bukanlah orang yang hidup sungguh-sungguh dalam keberagamaanya. Apakah hal ini juga terjadi karena nama begu ganjang juga merupkan nama yang sangat familiar dan mudah diucapkan. Jika disebutkan begu ganjang maka adrenalin seseorang akan langsung memuncak. Menurut sejarah dalam kehidupan masa lampau jika dikatakan begu ganjang maka orang-orang akan merasa takut dan resah. Selain itu orang akan merasa terganggu dengan orang yang memiliki begu ganjang. Menarik untuk kita teliti, mengapa issu itu tetap menarik, apa penyebabnya, dan siapa yang bekerja dibalik itu semua. Tapi yang  pasti kita akan menyoroti dari sudut iman Kristen bagaimana pemahanan dan sikap kita terhadap hal tersebut.

II. Pembahasan

2.1 Mengapa tetap hangat dan menarik
Tidak dapat  disangkali bahwa di zaman yang serba modern ini masih banyak orang yang percaya, mengagungkan dan terlibat dengan dunia gaib yang dianggap irrasional. Manusia modern di sisi lain dalam hidupnya masih memakai pemikiran “primitif” primitif”.[1]  Ini terbukti dari tanyangan di televisi yang sarat dengan dunia gaib, perdukunan  dan dunia mahluk halus. Hal ini dikarenakan manusia, khususnya manusia Timur mempunyai pemahaman magis, di mana dunia ini penuh dengan  daya-daya gaib dan daya gaib tersebut dapat digunakan. Beranjak dari konsep pemikiran demikian dapatkah kita mengatakan bahwa begu ganjang itu ada atau kita menyangkal bahwa memang bahwa begu ganjang itu benar-benar tidak ada.
Ada hal yang cukup rumit dan dilematis dalam kaitan ini mengenai keberadaan atau bukti nyata mengenai keberadaan begu ganjang. secara logka begu ganjang tidak dapat dibuktikan keberadannya. Secara hukum juga tidak dapat dibuktikan bahwa seseroang itu dikatakan pemilik begu ganjang. namun masyarakat secara umum  dalam kaiatan ini masyarakat Batak, sangat mengakui keberadaan begu ganjang tersebut. Hal ini terbukti dari keresahan dan ketakutan  yang  lahir ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat tidak dapat menerima jika dikatakan bahwa begu ganjang itu tidak ada, bagi masyarakat begu ganjang itu rill dan nyata. Masyarakat agaknya tidak bisa dipengaruhi dalam kaitan ini dengan mengatakan bahwa begu ganjang tidak ada. Masyakakat termasuk jemaat  tidak puas dengan jawaban jika di katakan bahwa begu ganjang tidak ada, mengapa? Karena berdampak.  Jika dikatakan  bahwa begu ganjang ada dan nyata hanya saj tidak dapat dibuktikan atau dilihat maka mungkin pihak yanmg berwajib atau pemuka agama dan tokoh masyarakat megnggap bahwa  anggapan tersebut hanya akan memperkeruh suasana. Namun pada kenyataan kita melihat sudah berulangkali pihak yang berwajib dan pihak-pihak lain menatakan bahwa begu ganjang tidak adan namun krimialitas yang didasari akan issu begu ganjang  tetap terulang. Apakah mungkin letak permasalahannya bukan ata ataiu tiaknya begu ganjang namun permasalahannya terletak pada pola fikir masyakakat yang mengakui dan memercayai adanya begu ganjang. kita tidak dapat terus menerus berdebat mengenai ada atau tidakya begu ganjang namun kita harus beranjak dari pola fikir masyarakat yang megaku dan percaya akan keberadaan begu ganjang tersebut. Permasalahannya sekarang adalah pola fikir masyarakat yang megakui bahwa begu ganjang benar-benar ada. Untuk itu apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus “mencuci otak” masyarakat dengan berulang-ulang mengatakan begu ganjang tidak ada? Atau  menghimbau masyarakat atau jemaat unuk ramai-ramai memerangi begu ganjang?

2.2  Apa sebenarnya yang membuat masyarakat begitu terikat kuat dengan isu tersebut.
Apakah begu ganjang itu hanya sebagai konsep? Apakah issu begu ganjang hanya diperalat atau dimanfaatkan? Kemungkinan untuk memanfatkan konsep begu ganjang menjadi suatu kambing hitam demi kepentingan pihak-pihak tertentu baik individu maupun kelompok yang bertujuan untuk mendeskritkan pribadi seseorang, keluarga, kelompok tertentu atau etnis tertentu (dalam kaitan ini etnis batak) atau bahkan agama tertentu. Selain itu jika issu yang begitu hangat dan cepat merebak saat ini mungkin saja sudah diorganisisr pihak tertentu untuk membuat kekacauan atau mungkin juga untuk mengacaukan NKRI. Orang Batak atau katakan “anak medan” tidak mudah dikacaukan dengan issu yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama atau SARA. Anak medan sangat menjunjung tinggi sikap Pluralisme dan mengakui kepelbagaian dan saling menghorati antara golongan yang satu dengan golongan yang lain, agama yang satu dengan agama yang lain.
Medan diaggap sebagai “barometer” keamaanan Indonesia, jika Medan sudah tidak aman maka tidak ada lagi tempat di Indonesia aman. Dengan issu keukunan umat beragama Medan tidak begitu tertarik dan tidak dapalt menggupris.   Jika dipropokasi dengan issu begu ganjang maka masyarakat Medan terus merasa resah dan terganggu dan langsung memberi respon dalam hal tersebut. Ini salah satu kelemahan anak Medan yang terlalu dipengaruhi oleh pemikiran magis.

2.3  Kepercayaan Terhadap Dunia Roh (Tendi (Karo) atau tondi (Batak) dan begu
Manusia Indonesia pada umumnya dan manusia Karo dan Batak pada kuhusnya percaya kepada roh-roh leluhur atau arwah nenek moyang. Leluhur atau nenek moyang dipercayai mempunyai banyak pengalaman dan dipercayai memiliki kekuatan moral yang tinggi dan sakti. Roh nenek moyang berkelana di dunia ini bersama dengan ilmu, pengalaman dan kesaktian yang dulu mereka miliki. Inilah alasan bagi suku Karo untuk tetap menghormati, memuja leluhur mereka, karena memang ada pengharapan yang digantungkan kepada roh-roh tersebut.[2] Roh Kudus sebagai  perbandingan roh dalam kepercayaan manusia Karo masa lampau. Roh kudus sudah ada sejak masa penciptaan. Roh Kudus sama dengan Roh Allah yang melayang-layang di atas permukaan air yang oleh-Nya ketertiban ada di Bumi.[3] Dalam bahasa Ibrani Roh Allah disebut “Ruach Yahwe.[4] Roh Allah menunjukkan kepada Allah itu sendiri baik kuasa, kekuatan, dan hakekatnya yang tidak terbatas, sedangkan roh manusia adalah roh yang diberikan oleh Allah kepada manusia sehingga manusia bisa hidup. Untuk menghantarkan kita kepada permasalahan mengenai begu ganjang alangkah baiknya penulis terlebih dahulu memaparkan jenis-jenis begu terutama dalam suku Karo dan begu sebagai perbandingan, sehingga jelaslah bagi kita ciri-ciri khusus yang membedakan begu ganjang dengan begu lainnya. Adapun begu tersebut antara lain: Begu Jabu, Begu Butara Guru, Begu Bicara Guru,  Begu Simate Sada Wari, Begu Kayat-kayaten, Begu Tungkup, Begu Mentas, Begu Sidang Bela, Begu Juma, Begu Sirudang Gara, Begu Menggep dan Naga Lumayang.[5]

2.4 Begu Ganjang
2.4.1 Begu Ganjang Menurut  Alkitab
Begu dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi hantu. Dalam bahasa Inggis disebut ghost yang juga berarti kafan atau pocong.[6] Dalam bahasa Prancis disebut spetre, fantome sedangkan setan disebut diable. Sedangkan orang Jerman sering menyebut spuk, gespenst untuk menyebut hantu dan  teufel untuk menyebut satan. Kata “begu ganjang” tidak akan kita temukan secara langsung dalam Alkitab. Namun penulis akan membahas okultisme dalam Perjanjian Lama dan akan mempersempit menjadi satu bagian yaitu hantu atau setan, karena memang  begu ganjang merupakan bagian dari hantu atau setan sementara banyak jenis okultisme lainnya. Seperti yang telah penulis singgung dalam pendahuluan hanya dalam Alkitab terjemahan Simalungun yang menggunakan terjemahan yang berkaitan dengan kata begu ganjang. Kata itu adalah siparbegu ganjang yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti pemilik begu ganjang. Sementara dalam terjemahan bahasa Indonesia  Siperbegu ganjang itu disebut perempuan di Endor yaitu seorang ahli tenung.
Begu yang disamakan dengan setan yang dalam bahasa aslinya satan yang berarti penuntut, yang pada aslinya disebut Lucifer, yang dalam bahasa Latin berarti pembawa cahaya atau bintang yang bercahaya atau bintang fajar yang diciptakan.[7] Hantu dalam Perjanjian Lama hanya satu kali diungkapkan yaitu dalam Yesaya 34 : 14  yang mengatakan: “hantu malam saja ada di sana dan di sana mendapat tempat perhentian.” Dalam bahasa Ibrani disebut lilit.[8]  Adapun nama-nama yang menyamai begu dalam Perjanjian Lama antara lain: Kerup yang diurapi (Yeh. 28:14). Kerup yang diurapi dalam bahasa Inggris disebut the anointed angel, karena sebelum jatuh ia adalah malaikat yang diurapi oleh Allah,dalam Perjanjian Baru disebut roh jahat (Mat.12 : 43) dalam bahasa Inggris disebut evil spirit yaitu roh yang mempengaruhi manusia untuk melakukan segala jenis kejahatan di dunia. Tujuannya ialah supaya manusia mengalami hidup yang kacau dan menderita. Belial (Ul. 13:13; 15:19; Hak.19: 22). Belial artinya tidak berharga karena semua yang dilakukannya tidak mempunyai nilai kebenaran. Dosa perzinahan yang membuat manusia menjadi manusia yang tidak berarti biasanya didalangi oleh setan ini. Belial   juga menggambarkan mengenai kebejatan dan kejahatan orang–orang kafir. Belial juga kata yang menggambarkan orang jahat, pikiran jahat, pikiran dursila, orang-orang bejat, perempuan jalang, keras kepala, orang bodoh, jahat dan tamak, pembunuh, penjahat, penumpah darah, orang-orang kurang ajar dan pengacau.[9] Perjanjian Lama menerangkan  bahwa memang setiap sikap buruk dan yang bertentangan dengan Tuhan adalah merupakan sikap atau perbuatan setan.   Setiap orang yang melakukan perbuatan gelap berarti anak-anak gelap yang tinggal dalam kegelapan dan sebaliknya semua orang yang berbuat dalam terang dan oleh dasar terang adalah anak-anak terang dan hidup dalam terang.
Selain Perjanjian Lama, Perjanjian Baru juga ada menyinggung mengenai begu.. Begu jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka diartikan menjadi kata hantu. Biasanya dalam bahasa Indonesia hantu itu tidak dapat merasuki orang karena kalimat yang sering kita dengar adalah kerasukan setan bukan kerasukan hantu. Yesus tidak menyangkal keberadaan hantu, Yesus menunjukkan kepada kita ciri-ciri hantu yaitu tidak bertulang dan tidak berdaging (Luk. 24:37-39). Kerasukan setan dalam Perjanjian Baru merupakan suatu peristiwa yang benar-benar dianggap jahat sering diceritakan tentang orang kerasukan setan itu merasa sangat tersiksa dan menderita. Setiap orang yang dapat kerasukan setan adalah orang yang belum menerima Kristus secara utuh dalam hidupnya dan juga orang yang masih mempunyai “jaringan” dalam dirinya  sehingga setan itu dapat masuk dan menguasai. Hantu atau setan berasal dari bahasa Yunani yaitu:  satan yang mempuyai kesaaman makna dengan kata Yunani lainnya yaitu:  daimon, diabolos, expros, kategros, opis, peira, dan poneros, yang berarti hantu, setan dan pendakwa.[10]  Setan disebut atau sama dengan iblis (Mat. 4 : 1; Wah. 12: 9,12), istilah ini diambil dari bahasa Yunani yaitu diabolos  dan dalam bahasa Inggris devil yang berarti penuduh. Si Jahat juga merupakan julukan bagi setan, disebut si jahat karena memang hakekatnya sangat jahat.

2.4.2 Pemahaman agama pemena Mengenai Begu Ganjang
Sebutan begu ganjang bukan mau menunjukkan hantu yang tinggi atau mempunyai ciri-ciri khas tertentu. Melainkan mau menggambarkan roh atau hantu yang paling ditakuti sehingga harus ipeganjang atau seolah-olah begu yang paling disegani. Dalam konsep Simalungun khususnya dalam kaitan penyakit yang ditimbulkan oleh begu ganjang dan segi pengobatannya maka begu ganjang terbagi atas tiga bagian dan ketiga bagian mempunyai misi yang sama yaitu untuk menyakiti dan menyiksa orang lain.  Konsep Simalungun sama dengan konsep Karo, namun yang paling terkenal adalah begu sidang belah. Biasanya penyakit yang ditimbulkan oleh begu ganjang bisa karena bayangan (awih) begu ganjang, dan ditakut-takuti dan sengaja mencekik. Tiga jenis begu ganjang itu antara lain:
1. Sakkar Napitu. Sakkar Napitu  adalah tujuh orang laki-laki yang mempunyai kesaktian masing-masing dan selalu berjalan bersama dan menunjukan kehebatan mereka masing-masing. Selain Sakkar Napitu nama lain begu ini adalah  Guru pakpak pitu sendalanen. Adapun nama-nama Sakkar Napitu antara lain:
a.       Si Laga Mangan
Si Laga Mangan adalah begu ganjang yang sangat kuat makan dan semua dapat dimakannya.
b.      Buluh Bolon
Begu ganjang ini merupakan pembelah bambu terhebat, keahliannya dan sekaligus kesukaannya adalah membelah bambu dengan tangannya.
c.       Horop Batu Panggilingan
Horop Batu Panggilingan adalah begu ganjang yang pekerjaannya dan keahliannya memakan batu penggilingan (batu lagan).
d.      Si Danggar Dalit
Si Danggar Dalit adalah begu ganjang yang selalu mencabut kayu-kayu besar. Sehingga kayu-kayu besar menjadi terbongkar (meruah).
e.       Si Langkang Luhung
Si Langkang Luhung adalah begu ganjang yang mampu melangkah dari satu gunung ke gunung yang lain atau dari lembah yang satu ke lembah yang lain.   
f.       Si Bolah Nanggar
Si Bolah Nanggar adalah begu ganjang  yang mampu membelah landasan memepeh besi dengan tangannya.
g.      Pargiring-giring Bosi
Begu ganjang Pargiring-giring Bosi adalah begu ganjang yang mampu bersuara seperti lonceng walaupun kita tidak melihat lonceng.

2.            Roh Orang Yang Terlilit Akar  Kayu
Begu ganjang yang terbelit dalam kayu adalah begu ganjang yang selalu menyakiti  orang lain dan begu ganjang ini mempunyai seekor anjing di mana dia berada di situ anjingnya berada. Anjing begu ganjang ini mempunyai suara yang khas seperti suara belalang yang dalam bahasa Karo disebut suei-suei. Begu ganjang  jenis ini bila pergi kemana saja  maka akan selalu “mengonggong” untuk menakuti orang lain. Anti begu ganjang jenis ini adalah mantra dan orang yang diserang dapat diobati dengan membaca mantra dan dilangkahi tujuh kali tanpa harus ada ramuan.
3.      Si Dayang  Jagiah
Si Dayang Jagiah  adalah begu ganjang yang paling ganas. Menurut asal mulanya maka begu ganjang ini merupakan begu orang yang mati terasing dan terkucilkan baik sengaja maupun tidak sengaja dan begu ini membenci khalayak ramai dan membenci ketentraman serta mudah tersinggung.[11] Dari jenis dan asal mula begu ganjang, penulis tidak menemukan suatu ciri-ciri yang khusus yang muncul dari begu ganjang itu karena memang begu ganjang tersebut mempunyai nama dan jenis yang berbeda-beda. Ada bebarapa alasan mengapa orang memelihara begu ganjang, alasan tersebut tidak berbeda dengan mengapa orang terlibat dengan dukun, paranormal, petapaan, wangsit, dan praktek okultisme lainnya. Adapun alasan tersebut antara lain: Perlindungan Keuangan atau ekonomi , alasan kebencian dan dendam serta kesehatan


1.5 Menyikapi Issu Begu Gajang
Gereja sepertinya belum menjadi jawaban atau solusi akan pemasalahan begu ganjang. begu ganjang adalah merupakan masaah yang irrasional dan itu merupakan bagian dari tugas gereja. Mengapa gereja belum menjadi jawaban? Apakah gereja tidak mengadakan pembinaan jemaat dalam kaitan okultisme atau gereja sendiri tidak begitu memahami mengenai konsep tersebut? Atau  jangan-jangan yang lebih parah lagi gereja masih terlibat dengan okultisme?  Gereja seolah-lah kehilangan jati diri. Tidak dapat kita sangkal bahwa pasti ada anggota gereja yang terlibat dalam kasus begu ganjang baik sebagai pelaku atau korban apa yang sudah dilakukan gereja untuk mengantisivasi hal tersebut? Siapa saja dapat menjadi korban hari ini mereka, besok anda mungkin lusa penulis.
Untuk menyikapi ketakutan dan keresahan yang diakibatkan begu ganjang maka diperlukan peran gereja dan iman Kristen. Kita harus menyikapi  begu ganjang dengan iman. “Siapakah  yang menjadi lawan kita jika Allah dipihak kita” (Roma 8:31). Sebelum Yesus naik ke Sorga, Ia memberikan kuasa kepada manusia untuk menghancurkan setiap kuasa kegelapan yang jahat  di dalam nama-Nya (Mark. 16:17). Selain itu ternyata mengalahkan kuasa kegelapan itu juga dengan cara yang tidak kita duga atau pikirkan  yaitu melalui pemberitan Injil (Wah.12: 10-12). Ketakutan itu merupakan roh dan bukan semata-mata perasaan, Paulus dalam suratnya kepada Timotius mengatakan bahwa “Aku memberikan kepadamu bukan roh ketakutan, melainkan roh yang mendatangkan kekuatan, kasih dan ketertiban ” ketakutan kepada begu ganjang hampir  sama dengan phobia yaitu ketakutan yang berlebihan terhadap benda atau kondisi tertentu  yang sering kali tidak beralasan dan tidak berdasar pada kenyataan.[12]
Ketakutan masyarakat dan jemaat terhadap begu ganjang menunjukkan bahwa sesunguhnya jemaat tersebut kehilangan iman atau tidak memiliki iman. Orang yang takut adalah orang-orang yang meragukan kebenaran dari janji-janji Tuhan.[13] Manusia selalu digerakkan oleh rasa takut sehingga rasa takut itu menjadi dominan dalam hidup.[14] Petrus dalam Perjanjian Baru akhirnya tenggelam ketika angin menghempasnya. Kalau kita kaji,  Petrus merupakan seorang nelayan, biasanya seorang nelayan pasti mahir dan tangkas dalam berenang, tapi saat itu ia tenggelam dan kehilangan kemapuannya untuk berenang dan itu semua diakibatkan karena ia ketakutan. Tuhan berjanji memberikan kuasa kepada kita, Tuhan juga menjanjikan penyertaan yang kekal yaitu penyertaan sampai akhir zaman (Mat. 28:20). Jemaat merasa takut karena memang jemaat belum menerima pemahaman yang benar mengenai kuasa Allah serta janji-janji  perlengkapan yang Allah janjikan. Ketakutan dalam  jemaat terhadap begu ganjang secara umum berkembang melalui perkataan cerita yang terus menerus diwariskan.
Creflo A. Dollar dalam bukunya mengemukakan beberapa langkah untuk mengatasi ketakutan terhadap iblis dan ini juga dapat kita kutip sebagai orang Kristen dalam menyikapi permasalahan mengenai begu ganjang. Jika tidak ada ketakutan maka tidak akan pernah ada kekeesahana apalagi yang berujung pada tindakan anarkis. .
1. Hidup benar, hidup benar tidak mengubah Allah namun mengubah pribadi kita. Jika kita melakukan yang benar dihadapan Allah maka kita akan mempunyai keberanian untuk menghampiri Tuhan. (1 Yoh. 3: 21).
2.  Membuat keputusan yang berkualitas. Dalam Mazmur 118: 6 dikatakan “Tuhan di pihakku. Aku tidak takut, Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku” kalimat ini merupakan komitmen dari Daud untuk melawan ketakutan atau musuh-musuh yang menghantuinya. Ketakutan atau ketidaktakutan melibatkan hati. Kita menjadi takut karena keinginan kita sendiri. Menerima atau menyingkirkan ketakutan membutuhkan ketetapan hati.  Setiap orang  harus mengambil keputusan untuk menerima atau menolak saat ketakutan menyerang.
3. Memahami betapa besarnya perlindungan Tuhan. Yesaya sangat menyadari  betapa besarnya kuasa perlindungan Tuhan dalam keadan seperti apapun itu. Dalam Yesaya 43:1-2 dikatakan “Jangan takut, sebab aku telah menebus engkau, aku telah memanggil engkau dengan namamu, apabila engkau menyeberang melalui air aku akan menyertai engkau , atau apabila melalui sungai-sungai maka engkau tidak akan dihanyutkan, apabila kamu berjalan melalui  api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.” Api dan air adalah dua hal yang sangat mematikan namun Yesaya percaya pada perlindungan  Allah yang mencakup semua aspek dalam kehidupan.
4.  Mengembangkan janji-janji Tuhan (2 Pet. 1,4 ). Allah mempersenjatai setiap orang percaya dengan janji-janji penyertaan Allah. Iblis selalu mau menakut-nakuti atau mencari kesempatan dengan cara mengacaukan pemikiran orang pecaya sehingga akhirnya ragu terhadap janji-janji Allah. Adam dan Hawa akhirnya kehilangan senjata tersebut ketika mereka meragukan janji atau perintah Tuhan.
5. Gunakan kasih sempurna (1Yoh 4:17-18). Salah satu kunci untuk mengatasi ketakutan adalah dengan cara hidup  dewasa dan sempurna di dalam kasih dan kasih itu berdasarkan pada ketaatan.
6. Ucapkan Firman. Kita harus melawan iblis atau ketakutan dengan cara mengunakan Firman Allah sebagai bukti iman percaya kita.
7. Tinggal dalam terang hadirat Allah. Ketakutan akan mengakibatkan kita menyembunyikan diri,  ketika kita sudah jatuh ke dalam dosa. Ketika kita jatuh ke dalam dosa maka segera mohon ampun, dan kemudian masuk ke dalam terang Kristus. Sama seperti Adam yang menyembunyikan diri ketika ia sudah jatuh ke dalam dosa. Saat kita sudah jatuh ke dalam dosa jangan hanya diam namun mohon pengampunan dan kemudian masuk ke dalam terang Kristus (1 Yoh. 1:9). Iblis takut kepada orang yang mempunyai hubungan yang erat dengan Tuhan. [15] Setiap orang yang mempunyai hubungan dengan Tuhan pasti terlindung dalam payung perlindungan Tuhan, karena darah yang mengalir dalam setiap  orang percaya adalah darah Yesus.
Gereja secaraorganisasi dan personal harus mempunyai pengertian dan pemahaman yang benar mengenai okultisme dan orang-orang yang di dalamnya telah terlepas dari okultisme. Kasus begu ganjang mengakibatkan permasalahan yang rumit bukan saja segi hukum namun kerohanian. Dari sini sesungguhnya kita melihat kekurangpekaan  gereja untuk mengatasi masalah tersebut. Banyak dari korban pengerusakan dan perusak itu sendiri merupakan warga gereja. Sepertinya memang jemaat belum diberi pemahaman yang benar mengenai hakekat keKristenan dan otoritas orang Kristen. Diharapkan agar gereja membuka diri terhadap permasalahan begu ganjang karena itu merupakan permasalahan yang kontekstual dalam teologia dan budaya Indonesia. Kelompok yang militan dan lebih sungguh dengan hal ini adalah kelompok-kelompok Karismatik atau kelompok Injili dan kelompok-kelompok doa sedangkan Gereja-gereja Protestan hanya lebih menekankan himbauan kepada jemaat dengan mengatakan bahwa begu ganjang itu tidak ada.  Kuasa untuk mengusir setan dan yang berhubungan dengan okultisme bukan hanya milik Karismatik, bukan hanya milik Injili atau persekutuan doa tapi kepada setiap orang percaya termasuk jemaat dan pengerja.

III Penutup
Kita tidak dapat tesus menerus mengenai keberadan atau ketidakberadaan begu ganjag, namun kita harus masuk kedalam suatu kenyataan yaitumengenai pola pikir msyarakat dan jemaat yang sudah mematraikan mengenai keberadaan begu ganjang. Melaiu hal itu yang menjadi penekanan dalam pengajaran adalah bahwa setiap orang percaya mendapat perlindungan seutuhnya.  Alkitab menyatakan bahwa iblis dapat menyamar sebagai malaikat terang, selain malaikat terang iblis juga mempunyai nama samaran atau perwakilan di setiap wilayah dan itu disebut  roh teritorial. Begu ganjang sendiri merupakan roh teritorial yang berasal dari Simalungun dan sudah menebar ke berbagai wilayah.  Walau penulis katakan begu ganjang itu ada namun penulis pastikan  bahwa memang begu ganjang itu adalah penyamaran dari iblis. Semua permasalahan okultisme mempengaruhi pertumbuhan rohani jemaat terlebih begu ganjang. Rohani jemaat menjadi menurun dengan hadirnya begu ganjang bahkan tidak lagi dapat dibedakan mana orang Kristen dan non-Kristen dalam menghadapi kasus begu ganjang karena cara yang digunakan  untuk menyikapi permasalahan tersebut tidak berbeda dengan cara agama pemena, misalnya dengan mengunakan jasa dukun dan main hakim sendiri dengan membakar rumah, mengusir bahkan membunuh secara masal orang-orang yang terlibat dengan begu ganjang.
Tidak perlu panik dalam menghadapi permasalahan mengenai begu ganjang, kepanikan kita akan membawa kita jatuh ke dalam perangkap iblis yang lebih dalam yaitu kekacauan dan kerusuhan dan yang merupakan tujuan utama iblis. Untuk itu setiap pembaca diharapkan membangun kepekaan rohani dengan cara membangun hubungan pribadi yang baik dengan Tuhan.  endaknya orang Kristen mempunyai cara dan sikap yang berbeda dengan agama pemena dalam menghadapi begu ganjang, sehingga dengan demikian orang akan tahu bahwa orang Kristen adalah sungguh-sungguh pengikut Kristus. Darah kita adalah darah Kristus, tubuh kita adalah tubuh Kristus dan roh kita adalah Roh Kristus, jadi mengapa kita harus diresahkan oleh begu ganjang yang terlalu dibesar-besarkan. Semua orang percaya tidak akan dapat disentuh begu ganjang dan begu-begu yang lainnya.  Orang yang dicurigai memiliki begu ganjang hendaknya dirangkul dan digembalakan (ikepkep) bukan  dihakimi atau dicelakai. Selain itu orang yang sedang panik dengan adanya begu ganjang harus disikapi dengan tegas dan melalui sudut pandang iman Kristen.
Kepada semua pekerja gereja disarankan untuk memiliki pemahaman dan dibekali dengan pemahaman okultisme, karena memang dalam berteologi kontekstual permasalahan begu ganjang merupakan permasalahan yang kontekstual khususnya di wilayah pelayanan kita. Keterbukaan gereja untuk bergandengan tangan sesama gereja karena dengan demikian maka gereja akan semakin peka terhadap bahaya dan dampak okultisme yang semakin gencar berperang dengan wajah barunya. Demikianlah semoga tetap kuat.


Kepustakaan


Roland Robertson,  Agama: Dalam Analisa dan Interprestasi Sosiologis, Jakarta: Rajawali Pers, 1988
Teridah Bangun, Penelitian Dan Pencatatan Adat Istiadat Karo, t.t.p: Yayasan Marga  Silima, 1990
Raja Patik Tampubolon, Pustaka Tumbaga Holing, Jakarta: Dian Utama, 2002.
John M. Echols, Hassan  Shadily, Kamus Indonesia Inggris, Jakarta: Gramedia, 1990
E.P. Ginting, Djorelit Surbakti, Maria br Ginting, Okultisme, Mewaspadai Okultisme Klasik dan Modern, Bandung: Bina Media Informasi , 2007
Perjanjian Lama-Ibrani-Indonesia, Jakarta: LAI, 2002, hlm. 726
Gerhard Kittel (ed.) Theologikal Dictionary Of The New Testament Vol. VII, Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1993
Kartini, Kartono, Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya, 1987
Creflo A. Dollar, Mencabut Roh Ketakutan, Jakarta: Immanuel, 2000
Rick Wirren, The Purpose Driven Life, Malang: Gandum Mas, 2006
H.V.D. Brink, Tafsir Alkitab Kisah Para Rasul, Jakarta : BPK – GM, 1996

Wawancara
Wawancara dengan Josep Sipayung, tanggal 10 Mai 2008, di Bangun Purba, pukul 11.00-13.00 WIB (Seorang mantan Dukun yang sekarng menjadi penginjil)






[1] Ciri-ciri pemikiran primitif adalah dimana manusia itu tidak lagi dapat membedakan yang biadab dan yang beradab, manusia tidak dapat memisahkan atau melepaskan diri dari pemahaman kosmik. Roland Robertson,  Agama: Dalam Analisa dan Interprestasi Sosiologis, Jakarta: Rajawali Pers, 1988, hlm. 83
[2]  Teridah Bangun, Penelitian Dan Pencatatan Adat Istiadat Karo, t.t.p: Yayasan Marga  Silima, 1990, hlm. 24


[5] Begu Sakit Sampar (begu ini disebut begu sakit sampar karena memang begu ini  dipercaya membuat penyakit sampar atau kolera), begu attuk (begu attuk adalah begu yang menyebabkan orang meninggal seketika karena begu tersebut membenturkan  kepalanya dengan benda yang keras.), begu rojan, begu ngegena birong, begu nur-nur, begu jau. Homang, yaitu jin yang datang dari hutan yang menjerat dan menyakiti manusia. Solobean yaitu begu yang menguasai air, sungai atau danau. Begu siberut yaitu begu yang membuat tubuh seseorang tidak bertumbuh terutama anak kecil, dengan kata lain begu ini membuat anak terus-terusan kerdil dan akhirnya anak tersebut meninggal dunia. Raja Potik Tampubolon, Pustaka Tumbaga Holing, Jakarta: Dian Utama, 2002, hlm.122
[6] John M. Echols, Hassan  Shadily, Kamus Indonesia Inggris, Jakarta: Gramedia, 1990, hlm. 204
[7] E.P. Ginting, Djorelit Surbakti, Maria br Ginting, Okultisme, Mewaspadai Okultisme Klasik dan Modern, Bandung: Bina Media Informasi , 2007, hlm. 20
[8] …….Perjanjian Lama-Ibrani-Indonesia, Jakarta: LAI, 2002, hlm. 726
[9]  Belial muncul sebanyak 33 kali dalam Perjanjian Lama dalam 28 ayat, dalam ayat-ayat itu kita menemukan banyak kata-kata yang dipadankan dengan belial misalnya, ben belial yang dalam bahasa Inggris disebut son of belial yang berati anak atau putra belial. Ada juga daugther of belial yang dalam bahasa Indonesia sehari hari diterjemahkan menjadi perempuan dursila.   Dikutip dari Program Terjemahan Alkitab. 
[10] Gerhard Kittel (ed.) Theologikal Dictionary Of The New Testament Vol. VII, Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1993, p.p. 151-165
[11]  Wawancara dengan Josep Sipayung, tanggal 10 Mai 2008, di Bangun Purba, pukul 11.00-13.00 WIB.
[12] Bnd. Kartini, Kartono, Dali Gulo, Kamus Psikologi, Bandung: Pionir Jaya, 1987, hlm. 354
[13] Creflo A. Dollar, Mencabut Roh Ketakutan, Jakarta: Immanuel, 2000, hlm. 55
[14] Bnd. Rick Wirren, The Purpose Driven Life, Malang: Gandum Mas, 2006, hlm. 30
[15] H.V.D. Brink, Tafsir Alkitab Kisah Para Rasul, Jakarta : BPK – GM, 1996, hlm. 310-311

Sunday, 28 April 2019

Hakikat Perempuan Dalam Pandangan Islam


BAB I
1.1  Latar Belakang Masalah dan Alasan Memilih Judul
Pertama, dalam ajaran Islam perempuan dipandang sebagai makhluk ciptaan Allah yang setara dengan kaum laki-laki. Namun dalam perkembangan selanjutnya kaum perempuan sering sekali mengalami perlakuan yang sangat diskriminatif, baik dalam kehidupan keagamaan maupun dalam kehidupan sosial masyarakat terkhusus dalam hak warisan.
Secara spesifik Al-Quran telah menyediakan satu surah yang membahas banyak hal mengenai perempuan, yaitu Surah An-Nisaa yang berarti (wanita). Dimana Surah ini yang terdiri dari 176 ayat dan yang tergolong juga kepada Surah Madaniyyah, dan dalam Surah lainnya juga yang berkaitan dengan kasus mengenai talak (Surah At-Talak) yang terdiri dari 12 ayat. Dalam Al-Qur’an ayat yang pertama dari surat An-Nisaa ayat 1 (surat dari hal perempuan), didalam ayat ini dijelaskan bawasanya asal-usul kejadian manusia itu adalah satu. Bahwa pada mulanya Allah hanya menjadikan satu manusia saja yaitu Adam, kemudian dari padanya yang satu diambil Tuhan untuk menjadikan isterinya yaitu Hawa.
Didalam sebuah Hadits (Mauquf Shahabi) dari Ibnu Abbas dijelaskan bahwa bahagian dari diri Adam yang dijadikan untuk tubuh isterinya Hawa itu ialah dari tulang rusuk Adam, dan dalam (QS. Az Zumar 39:6) juga megatakan hal yang sama bahwa hawa (perempuan) yang diciptakan dari tubuh Adam.[1] Rif’ad Hasan yang mengatakan bahwa ada tiga asumsi teologis yang dikenal dari kaum Yahudi, Kristen dan Islam yang menyebabkan superioritas laki-laki atas perempuan. Pertama, manusia utama yang diciptakan Allah ialah laki-laki bukan perempuan, karena yang diyakini bahwa perempuan yang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Secara ontologis perempuan merupakan makhlukno dua. Kedua, perempuan merupakan penyebab kejatuhan laki-laki dari surga. Ketiga, perempuan tidak hanya diciptakan dari laki-laki, tetapi juga untuk laki-laki.[2]
Laki-laki dan perempuan sama-sama dianjurkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Ayat pertama pada surat An-nisaa ini merupakan salah satu ayat dari banyak ayat yang mengistimewakan sebutan terhadap kaum perempuan.[3] Pada umumnya relasi gender yang diartikan sebagai suatu hubungan laki-laki dan perempuan dalam berbagai peran dalam masyarakat. Dalam hubungan tersebut, sering sekali muncul masalah dalam pembagian peran, dimana kaum laki-laki yang lebih sering dianggap lebih dominan dalam memainkan berbagai peran dalam masyarakat, sementara perempuan memperoleh peran yang sangat terbatas. Pembagian peran yang timpang ini yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, tidak terkecuali penafsiran terhadap ajaran-ajaran agama.[4]
 Dalam penciptaan manusia yang memiliki tanggungjawab sebagai penegak kekalifaan di atas dunia.[5] Al-Qur’an dikatakan sebagai amanah (33:27) yang mengatakan bahwa manusia yang memiliki tanggungjawab untuk menciptakan suatu tata sosial yang bermoral di atas bumi. Dalam hal ini Allah telah memberikan amanah tersebut atas langit dan bumi, akan tetapi dalam kenyataannya mereka menolak dan tidak bersedia untuk menerima karena takut dalam hal menanggung beban. Namun manusia dengan senang hati mau menerima dan melakukan amanah ini.[6]
Manusia sebagai wakil Allah (khalifah) merupakan insan kamil sesuatu yang mengisi kehidupan dengan akhlak ilahiah, yakni sifat ilah yang tumbuh pada diri setiap manusia yang dapat menciptakan peradaban manusia di bumi dengan iman dan perbuatan amal saleh.[7]
Dalam ayat Al-Qur’an yaitu hadis Nabi dan pemikiran ulama dijelaskan bahwa sikap Islam yang menghormati hakikat perempuan. Karena menurut pandangan terakhir yang mengatakan tidak ada alasan bagi kaum Muslimin untuk mengatakan bahwa Islam menempatkan perempuan dalam hakikat lebih rendah. Namun sekuat apa pun argumen yang diajukan, satu hal yang pasti ialah karena persoalannya tentang perempuan dalam tradisi keagamaan Islam menjadi tertampilkan secara tidak utuh. Allah menciptakan manusia dan membedakannya pada dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki hakekatnya masing-masing yang sudah ada sejak diciptakan (fitrah) dan tidak ada pembedaan posisi di mata Allah menurut ajaran Islam. Perempuan dipandang sebagai orang yang mulia dan patut dihargai juga, dan Allah memberikan dua kewajiban kepada kaum laki-laki untuk menjaga dan mengasihi mereka.[8]
Kedua, perempuan bukanlah barang dagangan dan sekedar pemuas nafsu birahi, atau sebagai ciptaan yang berada di bawah kuasa laki-laki sebagai barang milik. Perempuan menurut pandangan Islam adalah kehormatan yang harus dijaga dan makhluk Allah yang harus dikasihi.[9]
Melalui hal diatas tersebut muncul pertanyaan dan keinginan bagi penulis, untuk lebih dalam membahas mengenai hakikat  perempuan yang ditinjau dari pandangan Islam sendiri. “Apakah benar bahwa menurut beberapa buku yang mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara atau sederajat?. Lalu berangkat dari pertanyaan tersebut, sebuah pernyataan mengatakan bahwa laki-laki lebih berkuasa baik dalam agama Islam, Kristen, Yahudi, dan lainnya. Hal ini juga terlihat jelas bahwa benar laki-laki berkuasa seperti di Afrika, Asia, Amerika, Eropa  dan Australia pemegang kekuasaan adalah laki-laki. Sebuah hadis atau surah al-Quran.
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul karena masih adanya beberapa pandangan-pandangan yang salah mengenai hakikat dan peranan perempuan dalam pandangan Islam terkhusus dalam kehidupan sosial Islam dan yang dihubungkan juga dengan hak waris.
Dalam hal ini perempuan dapat peran sebagai berikut dalam Al-Quran:
Ø  Perempuan bisa menjadi teman (Partner Kerja) laki-laki
Ø  Perempuan menjadi pasangan hidup laki-laki yang menentramkan
Ø  Perempuan menjadi istri yang akan melahirkan dan menjadi ibu
Ø  Perempuan ketika menjadi istri bagaikan pakaian bagi seorang suami
Ø  Posisi perempuan dan laki-laki sama dalam berbuat kebaikan
Ø  Perempuan berhak atas warisan
Ø  Dan perempuan berhak untuk menikah dengan orang yang dicintainya.
Ketiga, sikap Nabi Muhammad S.A.W terhadap isteri-isterinya penuh rasa kasih dan cinta sayang’. Dan beliau pernah bersabda tentang perempuan: Di dunia ini yang saya senangi adalah perempuan-perempuan (istri), wewangian dan kekhusu’an dalam shalat.[10] Penulis memunculkan pertanyaan bahwa jika memang Tuhan memilih kaum perempuan untuk urusan rumah tangga, apakah ini sebagai kezhaliman dan penganiayaan terhadap kaum ibu atau perempuan?
Sebuah pembahasan yang menarik terlihat dari pandangan beberapa agama ketika ada batasan-batasan yang terlihat dan digariskan bagi perempuan. Namun penulis semakin tertarik untuk mengalih bagaimana sebenarnya hakikat dan peranan seorang perempuan baik dalam sosial, budaya dan waris. Tanpa melupakan, penulis juga sedikit banyaknya  akan menghubungkannya dengan peran perempuan dalam Alkitab. Sehinggah jelas terlihat dalam kedua pandangan tersebut.
Sebuah sangahan atau bantahan yang ditemukan juga seputar keikutsertaan perempuan dalam hal sosial dan pertemuannya dengan laki-laki. Dikatakan bahwa ada dua hal penting yang mempengaruhi pertemuan-pertemuan Rasulullah dengan kaum perempuan. Pertama, Rasulullah ialah seorang manusia yang hidupnya lurus, bahkan Rasulullah juga dikatakan sebagai manusia yang sempurna baik jiwa maupun raga. Pertemuan Rasulullah dengan kaum perempuan yang meliputi pertemuannya dengan istri dan turunnya sebuah kewajiban untuk berhijab. Akan tetapi pertemuan Rasululah dengan mereka tetap bertujuan untuk menjaga kehormatan kaum muslimin dan bahwa dirinya adalah uswatun hasanah bagi umat Islam. Dalam perdebatan oleh para pakar ilmu yang juga memunculkan dalil yang berhubungan dengan timbulnya kecemburuan yang dimunculkan oleh perempuan.[11]
Al-Qur’an juga berbicara mengenai perempuan yang saleh dan beriman, mu’minat, muslimat, dan menyebut mereka dengan nada yang sama dengan laki-laki yang saleh dan beriman. Dalam hal ini perempuan diharapkan untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban agama sebagaimana dengan laki-laki. Hakikat perempuan seperti yang digambarkan dalam Al-Qur’an merupakan suatu bentuk peningkatan nyata dari keadaan yang berlangsung sebelumnya di Arabia pra-Islam. Kaum perempuan kini dapat mempertahankan keputusan sendiri mengenai kekayaan yang mereka bawa atau yang mereka kumpulkan selama perkawinan mereka dan saat ini pun diizinkan untuk pertama kalinya menerima warisan.[12]
Kesederajatan manusia laki-laki dan perempuan dapat terlihat dari proses penciptaan di dalam Alkitab, ada dua jenis manusia yang diciptakan oleh Allah, dimana yang satu adalah laki-laki (isy) dan satu lagi adalah perempuan (isyah). Bonar Napitupulu dalam bukunya “Kesetaraan Gender Dalam Alkitab” menyatakan bahwa pada awalnya, pada kisah penciptaan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan sehingga disebut dengan satu istilah, yaitu Adam (Kej. 1:26-27; 2:5,7,15-16). Lalu ada perbedaan setelah laki-laki (Adam) menerima perempuan itu dengan menyebutnya isyah, dan laki-laki disebut dengan isy (Kej. 2:23-24). Secara esensial tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan karena perempuan itu disebut isy-ah. Adapun perbedaan itu bukan dalam perbedaan esensi, bukan dalam eksistensi, bukan dalam being-nya, bukan dalam harkatnya tetapi dalam bentuknya.[13]
Ajaran Islam mengatakan bahwa manusia laki-laki dan perempuan berada pada derajat yang sama, namun memiliki hakikat yang berbeda  dengan ajaran Kristen kerena Islam menekankan kehadiran laki-laki sebagai pelindung, sementara Kristen melihat dari peranan perempuan sebagai penolong yang sepadan untuk laki-laki (ezer neged) (Kej. 2:20-23; bnd. 1 Sam. 7:12).[14] Berdasarkan alasan tersebut maka penulis memberi judul “ Hakikat Perempuan Dalam Pandangan Islam (Suatu Study Analisa Teologis Tentang Pandangan Islam Terhadap Peran Perempuan Dalam Ibadah dan Kehidupan Sosial Islam).”


1.2  Rumusan Masalah dan Batasan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis mengidentifikasikan bahwa masalah-masalah yang akan muncul dalam kajian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah hakikat atau peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial  menurut Islam
2.      Bagaimanakah hakikat atau peranan perempuan dalam hak waris menurut Islam
3.      Bagaimanakah hakikat atau peranan perempuan menurut ajaran agama Kristen
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini melalui penelitian literatur adalah:
1.      Untuk mengetahui hakikat atau peranan perempuan dan laki-laki dalam Islam
2.      Untuk mengetahui hakikat atau peranan perempuan dalam hak waris menurut Islam
3.      Untuk mengetahui bagaimana hakikat atau peranan perempuan dalam Kristen
Adapun manfaat dari penulisan yang diharapkan oleh penulis melalui tulisan ini sebagai berikut:
1.      Secara khusus penulis semakin diperkaya melalui tulisan ini yang memberikan wawasan baru mengenai hakekat atau peranan perempuan dalam pandangan Islam.
2.      Supaya setiap pembaca secara khusus gereja dapat mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat atau peranan perempuan dalam Islam dan apa refleksi gereja terhadap hal tersebut. Masyarakat lebih memahami bagaimana peran laki-laki dan perempuan yang sebenarnya.
3.      Dengan pluralisme secara khusus di Indonesia baik dalam Islam maupun Kristen, masyarakat semakin memahami hakikat atau peranan dari  laki-laki dan perempuan dalam  kehidupan sosial dan hak waris.
1.4  Hipotesis
1.      Islam sangat menghargai perempuan dan memiliki kesetaraan terhadap laki-laki
2.      Dalam realitas sosial masyarakat sehari-hari perempuan seakan-akan kurang dihargai dalam kehidupan sosial dan hak pembagian warisan.
1.5  Metodologi Penulisan
Adapun penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian literatur kualitatif, pustaka (Library Research) dengan mengumpulkan data-data dari karya tulis berupa buku-buku, jurnal, artikel, kamus, majalah dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian.
1.6  Sistematika Penulisan
BAB   I   :  Bab ini yang berisi pendahuluan, latar belakang masalah atau alasan memilih judul, yang akan mengantarkan kita kepada bab-bab dan kepada seluruh isi yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya. Bab ini memuat  latar belakang masalah yang didalamnya memuat alasan memilih judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat tulisan, pembatasan masalah, metodologi penelitian, hipotesa,  dan sistematika penulisan.
BAB  II    : Landasan teoritis dan kajian konseptual yang berisi pemahaman tentang hakikat atau peranan perempuan, perempuan menurut kamus, perempuan dalam Islam, menurut pandangan para ahli, dan tentang warisan.
BAB  III  : Bab ini akan membahas mengenai hakikat atau peranan perempuan dalam pandangan Islam, yang di mulai dari penciptaan manusia sebagai khalifah (wakil Allah di atas bumi). Bagaimana peran perempuan dalam keluarga, perempuan dalam kehidupan sosial dan perempuan setara dengan laki-laki.
BAB IV    : Implikasi  dan refleksi theologis hakikat atau peranan perempuan dalam pandangan Kristen.
BAB  V   :  Bab ini  merupakan intisari atau kesimpulan dan saran-saran yang dihasilkan dari pengkajian masalah yang ada dan jawaban yang ditemukan.
BAB I
1.1  Latar Belakang Masalah dan Alasan Memilih Judul
1.2  Rumusan Masalah Dan Batasan
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4  Hipotesis
1.5  Metodologi Penulisan
1.6  Sistematika Penulisan
BAB II: Landasan Teori
2.1  Pengertian Perempuan dalam Pandangan Islam
2.2  Perempuan dalam pandangan Yunani
2.3  Perempuan dalam pandangan Yahudi
2.4  Etimologi dan Terminologi Perempuan
2.5  Pendapat Para Ahli
2.6  Posisi Perempuan Pada Zaman Perjanjian Lama
2.7  Posisi Perempuan Pada Zaman Perjanjian Baru
2.8  Tokoh Perempuan dan Perannya dalam Alkitab
2.9  Perempuan dalam Kehidupan Sosial
BAB III
3.1  Perempuan dalam Keluarga
3.2  Perempuan sebagai Ibu
3.3  Perempuan sebagai Istri
3.4  Perempuan sebagai Anak
3.5  Perempuan dalam Pekerjaan
3.6  Perempuan dalam Masyarakat atau Lingkungan Islam
3.7  Poligami
3.8  Perempuan dalam Hak Waris
BAB IV: Implikasi dan Refleksi Theologis Hakikat atau Peranan Perempuan dalam Pandangan Kristen.
BAB V: Bab ini  merupakan intisari atau kesimpulan dan saran-saran yang dihasilkan dari pengkajian masalah yang ada dan jawaban yang ditemukan.










[1] Hamka, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1974), 5.
[2]Nadlifah, Wanita Bertanya Islam Menjawab: Kupas Tuntas Permasalahan Seputar Wanita, (Yogyakarta: Qudsi Media (Grup Relasi Inti Media), Cet. 1, 2011), 42
[3] Hamka, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, 7.                                                      
[4]Ali Muhanif, Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Literatur Islam Klasik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002),1.
[5]Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Terj. Anas Mahyudin, peny. Ammar Haryono, (Bandung: Penerbit Pustaka, cet. 2, 1996), 26.
[6]Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, 28
[7]Djohan Effendi, “Adam, Khudi, dan Insan Kamil: Pandangan Iqbal tentang Manusia”, dalam Insan Kamil: Konsepsi Manusia Menurut Islam, peny.M.Dawan Rahardjo, (Jakarta: Pustaka Grafitipers,cet. 2, 1987), 16-17.
[8]Abdurrahman Ath-Thahhan, Rumah Wanita Muslimah, terj. Abul Fath Abdullah M. Al-Basyiry, peny. Ella Kormala Ahadiati, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, Cet. 4, 1996), 14.
[9]Ath-Thahhan, Rumah Wanita Muslimah, 19.
[10]Kamarisah, Wanita dalam Islam, (Medan: Firma Madju, 1984), 10.
[11]Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, (Jakarta: Gema Insani Press: 1999), 14-15
[12]Annemarie Schimmel, Aspek Feminin dalam Spiritualitas Islam: Jiwaku adalah Wanita, (New York: Khazaha Ilmu-ilmu Islam 1997), 92.
[13]Bonar Napitupulu, Kesetaraan Gender Dalam Alkitab, (Pearaja), 18.
[14]Napitupulu, Kesetaraan, 14-15.