Friday, 26 May 2017

MENDIDIK ORANG



MENDIDIK ORANG



I.            PENDAHULUAN
Pembahasan ini tentang penyelusuran identitas kepribadian dan mempelajari pandangan KeKristenan dalam menyikapi pandangan konservatif dengan keilmuan menurut perkembangannya. Pengembangan pribadi atau transformasi pribadi sering diasumsikan sebagai tujuan pendidikan itu sendiri. Pemaknaan yang berkurang terhadap orang atau pribadi sangat nyata terjadi pada abad ke-17, 18 dan 19, ketika "rasio" dan "kebebasan" mendefinisikan karakteristik pribadi, namun di abad 20 pribadi itu dilihat dalam persfektif yang baru yaitu kehidupan batin hingga dalam tahapannya menindak lanjuti sebuah panggilan tindakan yang nyata.

II.          ISI
2.1 Apa itu Pribadi?
Kita akan melihat dua kepribadian manusia dalam pembahasan ini yaitu Jean Donovan dan Dietrich Bonhoeffer. Jean Donovan adalah salah satu dari empat perempuan Amerika Serikat yang mati martir di El Savador pada tahun 1980. Jean Donovan belajar untuk memilih berbelas kasih dan bukan mendukung hal yang wajar.
Sementara tentang kehidupan Dietrich Bonhoeffer ditekan oleh semua pihak agar tetap tinggal di Amerika Serikat, namun ia kembali ke Jerman, dan dieksekusi oleh Nazi. Ia kembali ke Jerman dengan kapal terakhir sebelum Amerika Serikat terlibat perang. Selama perjalanan pulang itu, ia menulis, "Sejak menaiki kapal ini, gangguan batin saya tentang masa depan telah menghilang."
Sebuah pertanyaan refleksi kritis, “Apa yang menyebabkan Bonhoeffer kembali ke rakyatnya? Apa yang terdapat dalam pendidikan agamanya yang membimbingnya untuk melakukan perjalanan itu? Dan mengapa pilihan sulit yang ia ambil justru membawa kedamaian baginya?”.
Baik dalam pendidikan sekuler kontemporer dan pendidikan agama, gagasan pribadi menjadi pusat. Pengembangan pribadi atau transformasi pribadi sering diasumsikan sebagai tujuan pendidikan. Namun, beberapa pendidik Kristen (juga Yahudi dan Muslim) akan keberatan untuk menjadikan pengembangan pribadi atau transformasi pribadi sebagai tujuan dari upaya mereka. Apakah fokus pribadi mengabaikan aktivitas komunal atau kebutuhan sosial? Apakah tujuan pembangunan atau transformasi secara implisit menyangkal doktrin penebusan dosa manusia dan ilahi?
Tujuan esai ini adalah untuk melihat sebuah bentuk pendidikan religius Kristen melalui gagasan pribadi. Hal yang dilakukan ini bukanlah sebuah penolakan terhadap sudut pandang lain yang ada di pendidikan. Sebaliknya, kita bertanya apa yang diperlukan jika pribadi memiliki peran yang tercakup dalam deskripsi pendidikan. Jelas, dalam pendidikan sekuler abad kedua puluh, tidak ada yang lebih diutamakan daripada pengembangan pribadi.
Dalam hal ini, pendidikan agama memiliki tiga pilihan:
(1) menolak pandangan sekuler sebagai berhala dan menawarkan agama alternative atau biasanya disebut sebagai pandangan konservatif. Meskipun banyak orang Kristen (juga Yahudi dan Muslim) melihat pengembangan pribadi dan transformasi dengan pandangan skeptis, mereka tidak mungkin untuk menolak ide itu sepenuhnya. Mereka berpikir, bagaimanapun juga, tujuan tersebut penuh dengan ilusi dan menipu diri sendiri. Alternatif  pengembangan yang paling umum adalah konversi. Artinya, pemenuhan pribadi bukan di tangan kita, melainkan melalui konversi atau pertobatan dari dosa yang membawa pemenuhan.
 (2) menerima teori-teori modern pengembangan pribadi dan mengadopsi mereka sebagai alat; atau biasanya disebut liberal.  Kemungkinan ini menempatkan ide-ide besar dalam pengembangan, sebuah konsep yang telah kita kenal sehak akhir abad ke-18. Sementara penulis Kristen yang menerima pengembangan pribadi sebagai panduan mereka tidak menolak panggilan alkitabiah untuk konversi. ide yang kemudian ini memainkan peran tambahan yang sangat besar. Horace Bushnell dan George Albert Coe tetap mempertahankan ide konversi tetapi memberikan makna yang sangat terbatas. Hasilnya adalah bahwa pendidikan religius yang liberal pada paruh pertama abad ini dikritik dan akhirnya ditolak karena tidak cukup Kristiani.
 (3) setuju dengan pentingnya pribadi tetapi mengambil makna yang lebih luas dan lebih kaya dari istilah tersebut.Kemungkinan ketiga adalah salah satu esai yang mencoba membangun sebuah pemahaman. Sebuah perjalanan hidup orang Kristen ditempatkan ke dalam hubungan dialektis dengan pembelajaran modern. Sebagai contoh, pengembangan dan konversi berhubungan satu sama lain. Cerita sukses yang telah terjadi melampaui batas-batas tulisan ini dan mungkin melampaui generasi Kristen masa kini. Perlengkapan apapun yang telah kita ambil telah ditandai sebagai penolakan konservatif atau persetejuan liberal. Namun, beberapa langkah penolakan dari kedua arah dapat digambarkan.

Pusat pemikiran Barat modern adalah pribadi. Begitu umumnya kata pribadi sehingga seseorang mungkin tidak mengenali orang tersebut sebagai ide yang kompleks dengan latar orang tertentu. Sebuah pendidikan Kristen membawa keluar semua dimensi kehidupan pribadi. Pemaknaan yang berkurang terhadap orang atau pribadi sangat nyata terjadi pada abad ke-17, 18 dan 19, ketika "rasio" dan "kebebasan" mendefinisikan karakteristik pribadi. Konsep-konsep ini mengabaikan kompleksitas pribadi dan hubungan-hubungan yang di dalamnya tiap-tiap pribadi terlibat di dalamnya. Sebaliknya, abad ke-20 telah melihat pribadi dalam pandangan yang baru.
Dalam buku Martin Buber pada tahun 1958, fokus pada kesucian hubungan pribadi. Buber tidak merahasiakan fakta bahwa Alkitab adalah menjadi inspirasi terhadap deskripsinya tentang relasi-relasi pribadi. Ide Kristen tentang pribadi berasal dari konteks Yahudi yang merespons kekuatan ilahi. Fokus refleksi adalah kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus. Refleksi ini melahirkan sebuah filosofi yang di dalamnya setiap manusia adalah pribadi yang unik yang memiliki martabat dan hak. Dunia Barat masih hidup dalam warisan ini.
Mengenali kepribadian manusia diwujudkan dalam Jean Donovan dan Dietrich Bonhoeffer, sehingga kita memahami bahwa pribadi adalah seseorang yang mendengar dalam hati dan kemudian meresponsnya melalui tindakan nyata.
Dua karakteristik menonjol dalam uraian ini, dan berimplikasi pada hubungan antar pribadi, termasuk hubungan seseorang dengan Tuhan. Kedua dimensi kehidupan pribadi membentuk dasar untuk sisa esai ini. Yang pertama mengingatkan kita bahwa sebagai pribadi kita memiliki kapasitas untuk kedalaman dan kebatinan-apa yang sering disebut "kehidupan batin." Yang kedua adalah bahwa sebagai pribadi kita perlu terhubung dengan makhluk lain; hubungan kita tidak hanya sosial tetapi juga kosmis.

2.2  PENDIDIKAN DAN KEHIDUPAN BATIN
Paulo Freire, seorang filsuf berpengaruh di dunia pendidikan abad ke-20, menggambarkan satu makna kepribadian karya klasiknya Pedagogi Kaum Tertindas. Di dalamnya, Freire menjelaskan kekuatan membaca yang memampukan kita membaca seluruh dunia seseorang seperti kita membaca tulisan-tulisan. Ia mengutuk apa yang disebut pendidikan "banking theory" (memasukkan materi ke dalam kepala seseorang yang dapat ditarik keluar ketika seseorang mengerjakan ujian, sama seperti selembar cek yang mampu menarik keluar sejumlah uang dari bank), Freire mengusulkan proses "dialogis" pendidikan, sebuah pendekatan yang didasarkan atas keyakinan bahwa setiap manusia memiliki "sebuah panggilan ontologis menjadi subyek."
Keyakinan tersebut yang kita sebut “panggilan” untuk menjadi subyek, identik dengan keyakinan bahwa dalam diri kita sendiri dan melampaui diri sendiri, kita dipanggil untuk menjadi pribadi. Kebebasan "manusia" dan nilai-nilai atau "hak manusia" adalah tidak pantas untuk dilakukan, dan frase "manusia" pada abad ke-18 frase lebih diartikan sebagai pria istimewa atau laki-laki yang menjadi properti.
Dalam karyanya,  mengarahkan perhatian terhadap penindas dan korban-korbannya, tetapi juga tedapat dalam karya sejumlah guru-guru agama. Abad ke-20 telah mengalihkan perharian kepada kesalehan, kontemplasi, disiplin asketis kuno, dan formasi spiritual yang mengarah pada transformasi.
Melalui karyanya ini, pendidik dalam gereja-gereja Kristen telah berbalik ke bentuk pendidikan yang lama dalam rangka mendampingi orang-orang masuk ke dalam alam batin mereka secara lebih dalam lagi, bahkan saat mereka telah menemukan bentuk baru konsentrasi pada kehidupan batin, sehingga pada saat yang sama untuk menguatkan keyakinan bahwa ketika kehidupan batin seseorang dibedakan dari kehidupan luarnya, yakni kehidupan sosial, maka didapati kedua hal tersebut tak dapat dipisahkan.
Sehingga dalam penemuan bentuk pendidikan ini dalam prakteknya mendalami pola spiritual bersama kelompok yang disiplin dengan waktu yang ditetapkan. Namun ada juga bentuk pengajaran yang lain seperti retreat, kelompok aksi sosial berelasi dengan pembimbing seorang rohani, terlibat setiap minggu dalam kegiatan jemaat, peribadahan, liturgi atau kehidupan sakramental yang membutuhkan waktu untuk tenang, meditasi, atau kontemplasi sebagai bagian dari praktik.
Orang-orang yang terlibat dalam praktik menemukan bahwa mereka dipelihara oleh tiga mata air yang berfungsi sebagai air yang memancar untuk pendidikan dan pembentukan pribadi menuju "kehidupan batin": hening, mendengar, dan Sabat.
1.                    Hening.
Kita mencari makanan kehidupan batin, kita harus mempelajari kekuatan instruktif dan formatif hening. kaum Quaker berkumpul dalam pertemuan ibadahnya, kita harus berlatih seni "memusatkan diri" dan "menunggu penerangan" di hadapan oyang lain dan di hadapan Roh Sang Pencipta, berusaha menemukan kasih karunia di tengah kehidupan kita.
2.                    Mendengar.
Alasan utama untuk hening bukanlah demi keheningan itu sendiri, tetapi untuk memungkinkan kemampuan mendengar. Sebagaimana dijelaskan di atas, seorang pribadi adalah orang yang mampu mendengarkan batin sebelum merespons hal dari luar. Formasi mendengar ini menuntut kemampuan memperhatikan suara.
Tradisi Kristen, khususnya keteladanan Yesus dari Nazaret juga mengarahkan pendengar untuk mendengar rasa sakit sesama makhluk ciptaan Tuhan, terutama mereka yang sedang membutuhkan pertolongan. "Orang miskin akan selalu ada padamu" (Matius 26:11), Yesus mengingatkan para pengikutnya, tetapi Ia juga mendidik mereka untuk menyadari bahwa selama mereka mendengar orang yang lapar, haus, orang asing, telanjang, orang sakit , dan dipenjarakan – dan meresponsnya – mereka akan disebut "diberkati" (Matius 25:31-46).
Dalam pembinaan rohani kontemporer, ‘mendengar’ ini telah diperluas terhadap ciptaan lain yang bukan manusia, yakni untuk mendengar rasa sakit bumi yang terluka oleh buldoser, air yang diracuni oleh bahan kimia yang mematikan, dan udara yang basah kuyup oleh hujan asam.
3.                    Sabat
Sabat sebagai komponen terakhir dalam mendidik kehidupan batin. Sebagai sumber dan dasar untuk ritual Kristen dalam keheningan makan Ekaristi, Sabat tetap merupakan elemen penting pengembangan kehidupan batin orang Yahudi dan Kristen selama lebih dari empat ribu tahun (Lih. Kel. 20:8-11).
Kata Walter Brueggemann, Sabat adalah sebuah "perjanjian untuk beristirahat dari bekerja." Umat Tuhan beristirahat karena Tuhan juga berisitirahat;  "Tuhan tidak gila kerja dan tidak memerlukan rasa aman, puas, lebih memegang kendali atau lebih diperhatikan. Kita juga tidak demikian.
Berhenti adalah cara manusia melaksanakan elemen pertama dalam perintah Sabat: "Ingatlah." Mengingat bahwa dunia yang Tuhan ciptakan bukanlah tempat produktivitas tanpa akhir, ambisi, atau tempat kekuatiran. Sebaliknya, dunia ini adalah tempat mendengar dan menerima firman dan dunia yang merawat kita. Dengan demikian, ketika kita mendengar dan menerima dalam ritme teratur bahwa Sabat dan keheningan mengajar kita, kita disiapkan melengkapi keutuhan pribadi kita. Pemenuhan itu terjadi ketika kita hadir dalam relasi yang tidak hanya dalam lingkup sosial, tetapi juga kosmis.

2.3  PENDIDIKAN DAN TINDAKAN NYATA
Pribadi adalah istilah relasional, maka aksi nyata bukan lawan aksi dalam batin. Sebaliknya, kehidupan batin memiliki ekspresi dalam aksi nyata. Semakin dalam batin kita, maka lebih luas dampak eksternalnya. Seperti doa dan praktik asketis justru dapat memiliki efek revolusioner dalam kehidupan politik. Selain melatih kehidupan batin, Pendidikan Kristiani harus menyediakan kesempatan untuk melayani masyarakat.
Dalam kekristenan, istilah "pribadi memiliki korelasi dengan "komunitas." Orang yang saling berhubungan akan membentuk sebuah komunitas, dan komunitas atau masyarakat adalah organisasi yang didasari atas orang-orang. Apapun yang mungkin terjadi pada masa lampau, saat kesatuan manusia menjadi bagian dari berbagai macam komunitas. Banyak komunitas tersebut rapuh atau terpecah-pecah, dan kita mungkin tidak menganggapnya sebagai komunitas. Tetapi setiap orang memiliki relasi dengan orang lain dan menghadirkan kasih sayang dan rasa identitas. Orang-orang yang terhadapnya seseorang mau mendengar member respons adalah komunitas yang menopang kehidupan seseorang,
Masyarakat luas yang di dalamnya seseorang hidup adalah “Komunitas biotik." Komunitas manusia memiliki peran khusus dalam komunitas makhluk hidup. Selama tiga puluh tahun terakhir, kesadaran bahwa bumi dan semua penghuninya adalah sebuah komunitas telah muncul. Artinya, setiap makhluk memiliki derajat kebatinan dan tampak dalam hubungan yang saling menguntungkan. Manusia memiliki panggilan khusus dalam batinnya untuk menghadirkan hubungan paling luas yang saling menguntungkan.
Memperhatikan perbedaan antara pribadi dan individu, dua ide yang kadang-kadang membingungkan. Seorang individu adalah unit dasar tertentu, dan karena itu, seorang individu tidak dapat dibagi lagi. Seorang individu tidak memiliki duplikat. Seorang individu juga tidak memiliki hubungan interioritas dan saling menguntungkan. Ilmu sosial berurusan dengan individu-individu yang berkumpul bersama membentuk masyarakat. Meskipun ada tempat untuk studi statistik individu dalam masyarakat, bahasa individu/sosial tidak boleh disamakan dengan pribadi/komunal.

Pada abad kedua puluh, dunia cenderung dibagi antara psikolog dan ilmuwan sosial. Tidak ada pendidik yang dapat mengabaikan sumber daya berharga yang tersedia dalam studi sosial dan psikologi. Meskipun demikian, seorang pendidik Kristiani yang memandang pendidikan melalui sejarah kepribadian dan masyarakat tidak akan menggunakan ilmu sosial dan psikologi sebagai dua bagian dari peta pendidikan. Sebagaimana kehidupan batin yang melibatkan disiplin rohani jarang menggunakan psikologi modern, demikian juga kehidupan batin jarang terlibat ke dalam politik radikal dan aktivitas lingkungan yang melampaui sosialisasi dan keseragaman sosial.

Istilah pengembangan. Psikologi memberikan kontribusi terhadap pemahaman perkembangan pikiran manusia, tetapi pribadi dan pengembangan pribadi bukanlah istilah yang muncul dari dunia psikologi. Psikologi membutuhkan konteks tidak hanya ekonomi tetapi juga antropologi, pendidikan, teologi, sosiologi, ilmu politik, dan ekologi. Jika tidak, pembangunan akan menjadi sebuah proses menelusuri pikiran dan bukan interaksi antara pribadi dan komunitas sepanjang hidup dan dalam kehidupan ini.
Jean Piaget mengawali karir sebagai seorang ahli biologi dan terpesona oleh munculnya penilaian logis dan matematis dalam organisme. Dia tidak pernah mengklaim teori perkembangan manusia, ia manamakan minat studinya epistemologi genetika. Tetapi melihat penyerapan bahasa psikologis yang ia gunakan, pendidik mengandalkan Piaget dan psikolog lain untuk panduan dalam memahami perkembangan manusia. Setengah abad terakhir telah memperlihatkan serangkaian sanggahan dan koreksi terhadap pemikiran Piaget. Sebagai contoh, Erik Erikson mencoba menambahkan dimensi sosial. Carol Gilligan mulai dengan mengkritik Lawrence Kohlberg, dan kemudian mengilhami sekelompok penulis perempuan untuk menjelajahi kategori diabaikan atau dikesampingkan dalam ilmu psikologi sebelumnya. Banyak koreksi yang dihasilkan telah membantu memahami wacana ini, tetapi seluruh percakapan masih dikendalikan oleh dimensi sosial psikologi.
Karya Fowler merupakan upaya ambisius untuk mensintesis tradisi psikologi yang berbeda dan memperkenalkan apa yang disebutnya”perkembangan iman.” Fowler menjelaskan tahap perkembangan iman yang di dalamnya orang berpindah level dengan menanggapi otoritas makna sebuah masyarakat, memilih nilai-nilai sendiri dalam kehidupan ini, dan akhirnya terhubung secara universal dengan seluruh kehidupan. Fowler menjelaskan struktur perkembangan internal dengan melihat respons seseorang terhadap iman dan maknanya. Tulisan ini bukan tempat untuk menawarkan kritik yang adil dan rinci terhadap upaya Fowler. Satu hal yang perlu kita catat di sini adalah bahwa setelah menulis Tahapan Perkembangan Iman, Fowler berpaling ke esai tentang panggilan orang Kristen, dan terlibat dalam pelayanan gereja. Esai-esai tersebut juga tentang perkembangan, tetapi dalam bahasa yang tidak terbatas pada psikologi dan ilmu sosial.
Gagasan modern tentang perkembangan dimulai sebagai lawan terhadap kekristenan. Kristen konservatif merasa curiga terhadap teori perkembangan dan menganggapnya sebagai agama saingan, yakni sebuah keyakinan kemajuan individu dan masyarakat tanpa akhir. Keluhan terhadap kekristenan membuatnya menjadi dunia yang tertutup, yang diciptakan oleh kekuatan yang mahakuasa  yang menetapkan satu jalur untuk diikuti. Teori Perkembangan dimulai sebagai bentuk protes sosial: kelompok-kelompok dan kekayaan tidak selamanya abadi. Sebuah kelompok atau suatu bangsa bisa tumbuh sendiri menjadi sejahtera melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi bersama dengan keyakinan akan masa depan. Ketika perkembangan menjadi istilah psikologis, citra pertumbuhan mencul bersama dengan itu. Individu, yang bebas dari pembatasan agama, dapat tumbuh tanpa batas.

Untuk perkembangan pribadi, pendidikan Kristiani harus menyediakan dua jenis aktivitas yang melengkapi disiplin rohani: studi tentang sumber-sumber Kristen dan kinerja pelayanan Kristen. Kedua kegiatan tidak terbatas dalam arti tidak memiliki titik akhir, kedua kegiatan tersebut layak masuk menjadi bagian dalam pendidikan. Meskipun di masa lalu, pendidikan kadang-kadang diidentifikasi sebagai kegiatan belajar dari buku, pendidikan seharusnya tidak meremehkan nilai studi. Kegiatan pelayanan, setelah dikeluarkan dari arti pendidikan, dapat menemukan tempat yang tepat sebagai kegiatan pendidikan.
1.     Studi Sumber-sumber Kristen.
Memiliki tugas, menegaskan nilai studi sumber Kristen sebagai bagian dari pendidikan setiap orang Kristen adalah paradoksal. Tetapi dalam praktik selama ini menunjukkan bahwa penelitian Kristen diperlukan.
Ketika mempelajari Alkitab, teologi, dan sejarah gereja dilakukan tanpa konteks yang cukup, hasilnya mengecewakan. Meskipun sangat sedikit yang dipelajari atau ideologi yang sempit, hal tersebut menyatukan gaya hidup Kristen dan imajinasi. Pemikiran kaum Puritan pada abad ke-17 menyatakan bahwa pertobatan orang Kristen seharusnya terjadi pada usia delapan atau sembilan. Pada abad ke-19 orang menjadi yakin bahwa pertobatan terjadi pada usia remaja. Lalu pada abad ke-20 kita dapat melihat bahwa pertobatan Kristen dimulai sejak masa kecil dan berkembang pada masa remaja, dan memiliki fokus utama pada usia tiga puluhan, empat puluhan, dan seterusnya. Konversi, dengan kata lain, adalah masalah perkembangan seumur hidup. Anak-anak tidak boleh dikecualikan dari pendidikan Kristen, tetapi mereka harus perlahan-lahan diperkenalkan ke percakapan  yang lebih dewasa yang lebih serius.
Usia peserta didik yang lebih tua tidak menjamin konteks yang luas. Bahan pelajaran kristiani perlu ditempatkan pada latar belakang sejarah dan agama yang sesuai. Tidak semua orang Kristen perlu meneliti agama-agama dunia. Tetapi semua orang Kristen harus dapat memahami dunia Perjanjian Baru.
Untuk menempatkan bahan Kristen ke dalam konteks pribadi saat ini dibutuhkan studi serius tentang masa lalu. Orang Kristen mungkin perlu diingatkan oleh orang Yahudi dan Muslim bahwa penelitian adalah suatu bentuk doa, dan studi bukanlah upaya mengejar hal-hal di luar manusia. Tanpa studi, tidak akan ada kehidupan batin maupun kecerdasan yang mengarahkan usaha kita melayani masyarakat.

2. Kinerja Pelayanan Kristen.
Dalam studi Carnegie Foundation, Sekolah Tinggi, salah satu proposal utama reformasi adalah pengenalan program layanan ke setiap sekolah umum. Seorang siswa harus melakukan pekerjaan pelayanan setiap empat tahun sebelum dapat menerima ijazah. Proposal ini telah membantu gerakan menghubungkan kembali sekolah dan masyarakat. Banyak sekolah-sekolah berlatar agama tertentu memiliki tradisi panjang dalam menghubungkan pelayanan sebagai bagian pendidikan. Bagi jemaat sebuah gereja, pelayanan menjadi pusat kegiatan pendidikan selain doa dan ibadah. Seiring dengan upaya menegaskan pelayanan sebagai kegiatan pendidikan dalam masyarakat, kita perlu menambah dua catatan tentang masyarakat. Sebagaimana ditunjukkan di atas, tambahan pelayanan terhadap masyarakat dapat dibenarkan; dapat dipertanyakan asal memiliki manfaat bagi semua makhluk hidup.
Tindakan pelayanan Kristen yang diinspirasi oleh kehidupan batin Kristen, tidak membedakan antara yang Kristen dan non-Kristen. Ketika pelayanan dilakukan berhubungan dengan kebutuhan makan, maka pertanyaan yang tidak relevan diajukan adalah "Apakah anda menerima Yesus sebagai penyelamat Anda?" Pertanyaan yang relevan adalah  "Apakah kamu lapar?" Tentu saja, dalam banyak jemaat ada anggota yang membutuhkan karya-karya belas kasihan. Informasi yang ada haruslah menghubungkan mereka yang dapat menolong dan meraka yang membutuhkan. Meskipun pelayanan terhadap orang-orang yang kita kenal dianggap perlu, tetapi pelayanan yang lebih penting adalah terhadap orang asing yang membutuhkan. Alkitab Ibrani dan Perjanjian Baru menegaskan tentang hal ini.Melayani orang asing yang membutuhkan adalah cara Alkitab menghubungkan kita dengan seluruh kemanusiaan.
Halnya perkembangan, mungkin sebagai penerus perkembangan, lingkungan hidup adalah agama saingan saat ini. Ini adalah agama yang di dalamnya jutaan orang muda menemukan pengalaman religius mereka. Karena itu, adalah suatu hal tragis jika ada keterpisahan kekristenan dengan ekologi. Ada kecurigaan kekristenan terhadap tulisan-tulisan ekologis, dan juga ketidaktahuan tentang sejarah yang sebenarnya tentang tradisi Yahudi dan Kristen. Sebuah resolusi dialektis kesalahpahaman ini akan berlangsung selama beberapa generasi. Sementara itu, orang-orang yang tua dan muda dapat didorong untuk terlibat melayani seluruh bumi dan dapat ditolong bahwa kepedulian ini merupakan bagian integral pandangan Kristen terhadap penciptaan.


III.       TANGGAPAN
Tulisan ini dalam bab ini sangat bagus sekali mengulas tentang mendidik orang sebagai tugas utama pendidik Kristen. Pendekatan keintiman batin menciptakan tindakan nyata dalam hubungan semua mahkluk tanpa membedakan status sosial.
Yang menjadi sorotan penulis  dalam konteks sekarang ini:
1.     Sangat dibutuhkan sekali, hubungan keintiman antara manusia dengan Tuhannya. Pada saat ini gejala ini sudah mulai rentan sekali apalagi hubungan sesama manusia. Menurut penulis, jejaring social selain memiliki dampai positif juga mempunyai dampak yg negative bagi kehidupan manusia saat ini. Dengan adanya jejaring social, manusia kelihatannya lebih suka berteman atau menghimpun massa dengan melalui dunia maya. Yang notabene semuanya dilakukan melalui internet dan media penginput data ke internet. Misalnya adalah PC, laptop, ataupun ponsel. Yang menurut saya cenderung membuat orang jadi lebih individualistis. Contohnya dapat kita lihat di pusat pusat keramaian. Seperti mall, restoran, dll, sering kita lihat banyak orang  yang cenderung sibuk dengan gadget mereka sendiri. Padahal mereka sedang bersama sama dengan keluarga ataupun kerabat mereka. Mereka terfokus dengan ponsel ataupun gadget lainnya yang sedang mereka pegang. Sehingga yang terjadi adalah kurangnya interaksi social secara langsung. Padahal interaksi sosial sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Sehingga manusia bisa saling mengenal satu sama lain secara langsung.
2.     Dewasa ini, kita sering mendengar pertanyaan; masih adakah ruang bagi cinta kasih. Mungkinkah dalam dunia modern ini,  seorang yang profesional tidak memberikan ruang untuk cintakasih atau masih  adakah  tempat bagi cinta kasih yang sempurna  tanpa pengalihan kepada hal-hal duniawi dan yang bersifat profesional? Penekanan masalah ini dimaksudkan bahwa istilah Cintakasih masih dalam pertentangan dan harus dibicarakan. Dari keseluruhan nilai kasih, mencinta mempunyai peringkat yang tertinggi.  Maka dari itu, kita selalu diarahkan pada banyak karya cintakasih yang Yesus telah kerjakan, karena Yesus pergi untuk melakukan perbuatan baik dan menyembuhkan orang sakit yang dibawa kepada-Nya. Sejalan dengan contoh tersebut, pembebasan kemiskinan dan kepedulian terhadap yang sakit dalam Gereja disebut “Karya Kasih”. Cintakasih merupakan hak bagi mereka yang aktif terlibat dalam pertolongan terhadap yang miskin dan yang sakit, sehingga dewasa inipun, kita dapat tahu bahwa masih ada ruang untuk cintakasih. Namun saat ini Gereja banyak terperangkap oleh pelayanan lokal, Penulis merefleksi kehidupan Bunda Teresa yang melayani bukan dari rasnya tetapi dia melayani manusia tanpa melihat status sosialnya. Ini yang perlu disoroti dari Pendidikan Kristen di gereja yang bersifat konvensional.
3.     Pendidikan iman berdasarkan Firman Tuhan itu derajatnya lebih tinggi, mengingat iman adalah sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan kekal; sedangkan sains lebih menyangkut kepada kehidupan di dunia ini. Sebagaimana tercantum dalam 2Tim 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Pengajaran pendidikan agama bukan hanya tanggung jawab Gereja ataupun sekolah tetapi perang orangtua sangat penting sekali bahkan dibutuhkan sekali dalam perkembangan iman anggota keluarga.. Orangtua juga perlu memperhatikan psikologi perkembangan anak.

IV.       PENUTUP
Mendidik orang adalah tugas utama pendidikan Kristen. Seseorang dibentuk dalam batin melalui keheningan, mendengar, dan Sabat; seseorang merespons dengan tindakan lahiriah melalui studi dan layanan yang menghubungkan kita terhadap orang lain dan kosmos. Kehidupan batin dan aktivitas lahiriah sangat erat terkait. Orang terhubung terhadap sumber terdalam kehidupan dan orang dipanggil untuk memiliki hubungan, persahabatan, kepedulian, dan keadilan.

No comments:

Post a Comment