MENDIDIK
ORANG
I.
PENDAHULUAN
Pembahasan ini tentang penyelusuran
identitas kepribadian dan mempelajari pandangan KeKristenan dalam menyikapi
pandangan konservatif dengan keilmuan menurut perkembangannya. Pengembangan pribadi atau transformasi
pribadi sering diasumsikan sebagai tujuan pendidikan itu sendiri. Pemaknaan
yang berkurang terhadap orang atau pribadi sangat nyata terjadi pada abad
ke-17, 18 dan 19, ketika "rasio" dan "kebebasan"
mendefinisikan karakteristik pribadi, namun di abad 20 pribadi itu dilihat
dalam persfektif yang baru yaitu kehidupan batin hingga dalam tahapannya
menindak lanjuti sebuah panggilan tindakan yang nyata.
II.
ISI
2.1 Apa itu Pribadi?
Kita
akan melihat dua kepribadian manusia dalam pembahasan ini yaitu Jean Donovan
dan Dietrich Bonhoeffer. Jean Donovan adalah salah satu dari empat perempuan Amerika Serikat yang mati
martir di El Savador
pada tahun 1980. Jean Donovan belajar untuk memilih berbelas kasih dan
bukan mendukung hal
yang wajar.
Sementara
tentang kehidupan Dietrich Bonhoeffer ditekan oleh semua pihak agar tetap
tinggal di Amerika Serikat, namun ia kembali ke Jerman,
dan dieksekusi oleh
Nazi. Ia kembali ke Jerman dengan kapal terakhir sebelum
Amerika Serikat terlibat perang. Selama perjalanan pulang itu, ia
menulis, "Sejak menaiki kapal ini,
gangguan batin saya tentang masa depan
telah menghilang."
Sebuah
pertanyaan refleksi kritis, “Apa yang menyebabkan Bonhoeffer kembali ke rakyatnya?
Apa yang terdapat dalam pendidikan
agamanya yang membimbingnya untuk
melakukan perjalanan itu? Dan mengapa pilihan sulit yang ia ambil justru
membawa kedamaian baginya?”.
Baik
dalam pendidikan sekuler kontemporer dan pendidikan agama, gagasan pribadi
menjadi pusat. Pengembangan pribadi atau transformasi pribadi sering
diasumsikan sebagai tujuan pendidikan. Namun, beberapa pendidik Kristen (juga
Yahudi dan Muslim) akan keberatan untuk menjadikan pengembangan pribadi atau
transformasi pribadi sebagai tujuan dari upaya mereka. Apakah fokus pribadi mengabaikan
aktivitas komunal atau kebutuhan sosial? Apakah tujuan pembangunan atau
transformasi secara implisit menyangkal doktrin penebusan dosa manusia dan
ilahi?
Tujuan
esai ini adalah untuk melihat sebuah bentuk pendidikan religius Kristen melalui
gagasan pribadi. Hal yang dilakukan ini bukanlah sebuah penolakan terhadap
sudut pandang lain yang ada di pendidikan. Sebaliknya, kita bertanya apa yang
diperlukan jika pribadi memiliki peran yang tercakup dalam deskripsi
pendidikan. Jelas, dalam pendidikan sekuler abad kedua puluh, tidak ada yang
lebih diutamakan daripada pengembangan pribadi.
Dalam
hal ini, pendidikan agama memiliki tiga pilihan:
(1)
menolak pandangan sekuler sebagai berhala dan menawarkan agama alternative atau
biasanya disebut sebagai pandangan konservatif. Meskipun banyak orang Kristen
(juga Yahudi dan Muslim) melihat pengembangan pribadi dan transformasi dengan
pandangan skeptis, mereka tidak mungkin untuk menolak ide itu sepenuhnya.
Mereka berpikir, bagaimanapun juga, tujuan tersebut penuh dengan ilusi dan
menipu diri sendiri. Alternatif
pengembangan yang paling umum adalah konversi. Artinya, pemenuhan
pribadi bukan di tangan kita, melainkan melalui konversi atau pertobatan dari
dosa yang membawa pemenuhan.
(2) menerima teori-teori modern pengembangan
pribadi dan mengadopsi mereka sebagai alat; atau biasanya disebut liberal. Kemungkinan ini menempatkan ide-ide besar
dalam pengembangan, sebuah konsep yang telah kita kenal sehak akhir abad ke-18.
Sementara penulis Kristen yang menerima pengembangan pribadi sebagai panduan
mereka tidak menolak panggilan alkitabiah untuk konversi. ide yang kemudian ini
memainkan peran tambahan yang sangat besar. Horace Bushnell dan George Albert
Coe tetap mempertahankan ide konversi tetapi memberikan makna yang sangat
terbatas. Hasilnya adalah bahwa pendidikan religius yang liberal
pada paruh pertama abad ini dikritik dan akhirnya ditolak karena tidak cukup
Kristiani.
(3) setuju dengan pentingnya pribadi tetapi
mengambil makna yang lebih luas dan lebih kaya dari istilah
tersebut.Kemungkinan ketiga adalah salah satu esai yang mencoba membangun
sebuah pemahaman. Sebuah perjalanan hidup orang Kristen ditempatkan ke dalam
hubungan dialektis dengan pembelajaran modern. Sebagai contoh, pengembangan dan
konversi berhubungan satu sama lain. Cerita sukses yang telah terjadi melampaui
batas-batas tulisan ini dan mungkin melampaui generasi Kristen masa kini.
Perlengkapan apapun yang telah kita ambil telah ditandai sebagai penolakan
konservatif atau persetejuan liberal. Namun, beberapa langkah penolakan dari
kedua arah dapat digambarkan.
Pusat
pemikiran Barat modern adalah pribadi. Begitu umumnya kata pribadi sehingga seseorang mungkin tidak mengenali orang tersebut
sebagai ide yang kompleks dengan latar orang tertentu. Sebuah pendidikan
Kristen membawa keluar semua dimensi kehidupan pribadi. Pemaknaan yang
berkurang terhadap orang atau pribadi sangat nyata terjadi pada abad ke-17, 18
dan 19, ketika "rasio" dan "kebebasan" mendefinisikan
karakteristik pribadi. Konsep-konsep ini mengabaikan kompleksitas pribadi dan
hubungan-hubungan yang di dalamnya tiap-tiap pribadi terlibat di dalamnya.
Sebaliknya, abad ke-20 telah melihat pribadi dalam pandangan yang baru.
Dalam
buku Martin Buber pada tahun 1958, fokus pada kesucian hubungan pribadi. Buber tidak merahasiakan fakta bahwa Alkitab
adalah menjadi inspirasi terhadap deskripsinya tentang relasi-relasi pribadi. Ide
Kristen tentang pribadi berasal dari konteks Yahudi yang merespons kekuatan
ilahi. Fokus refleksi adalah kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus.
Refleksi ini melahirkan sebuah filosofi yang di dalamnya setiap manusia adalah
pribadi yang unik yang memiliki martabat dan hak. Dunia Barat masih hidup dalam
warisan ini.
Mengenali
kepribadian manusia diwujudkan dalam Jean Donovan dan Dietrich Bonhoeffer,
sehingga kita memahami bahwa pribadi adalah seseorang yang mendengar dalam hati
dan kemudian meresponsnya melalui tindakan nyata.
Dua
karakteristik menonjol dalam uraian ini, dan berimplikasi pada hubungan antar
pribadi, termasuk hubungan seseorang dengan Tuhan. Kedua dimensi kehidupan
pribadi membentuk dasar untuk sisa esai ini. Yang pertama mengingatkan kita
bahwa sebagai pribadi kita memiliki kapasitas untuk kedalaman dan kebatinan-apa
yang sering disebut "kehidupan batin." Yang kedua adalah bahwa
sebagai pribadi kita perlu terhubung dengan makhluk lain; hubungan kita tidak
hanya sosial tetapi juga kosmis.
2.2 PENDIDIKAN DAN
KEHIDUPAN BATIN
Paulo Freire, seorang filsuf berpengaruh di
dunia pendidikan abad ke-20, menggambarkan satu makna kepribadian karya
klasiknya Pedagogi Kaum Tertindas. Di
dalamnya, Freire menjelaskan kekuatan membaca yang memampukan kita membaca
seluruh dunia seseorang seperti kita membaca tulisan-tulisan. Ia mengutuk apa
yang disebut pendidikan "banking
theory" (memasukkan materi ke dalam kepala seseorang yang dapat
ditarik keluar ketika seseorang mengerjakan ujian, sama seperti selembar cek
yang mampu menarik keluar sejumlah uang dari bank), Freire mengusulkan proses
"dialogis" pendidikan, sebuah pendekatan yang didasarkan atas
keyakinan bahwa setiap manusia memiliki "sebuah panggilan ontologis
menjadi subyek."
Keyakinan tersebut yang kita sebut
“panggilan” untuk menjadi subyek, identik dengan keyakinan bahwa dalam diri
kita sendiri dan melampaui diri sendiri, kita dipanggil untuk menjadi pribadi.
Kebebasan "manusia" dan nilai-nilai atau "hak manusia"
adalah tidak pantas untuk dilakukan, dan frase "manusia" pada abad
ke-18 frase lebih diartikan sebagai pria istimewa atau laki-laki yang menjadi
properti.
Dalam karyanya, mengarahkan perhatian terhadap penindas dan
korban-korbannya, tetapi juga tedapat dalam karya sejumlah guru-guru agama.
Abad ke-20 telah mengalihkan perharian kepada kesalehan, kontemplasi, disiplin
asketis kuno, dan formasi spiritual yang mengarah pada transformasi.
Melalui karyanya ini, pendidik dalam
gereja-gereja Kristen telah berbalik ke bentuk pendidikan yang lama dalam
rangka mendampingi orang-orang masuk ke dalam alam batin mereka secara lebih
dalam lagi, bahkan saat mereka telah menemukan bentuk baru konsentrasi pada
kehidupan batin, sehingga pada saat yang sama untuk menguatkan keyakinan bahwa
ketika kehidupan batin seseorang dibedakan
dari kehidupan luarnya, yakni kehidupan sosial, maka didapati kedua hal
tersebut tak dapat dipisahkan.
Sehingga dalam penemuan bentuk pendidikan ini
dalam prakteknya mendalami pola spiritual bersama kelompok yang disiplin dengan
waktu yang ditetapkan. Namun ada juga bentuk pengajaran yang lain seperti
retreat, kelompok aksi sosial berelasi dengan pembimbing seorang rohani,
terlibat setiap minggu dalam kegiatan jemaat, peribadahan, liturgi atau
kehidupan sakramental yang membutuhkan waktu untuk tenang, meditasi, atau kontemplasi
sebagai bagian dari praktik.
Orang-orang yang terlibat dalam praktik
menemukan bahwa mereka dipelihara oleh tiga mata air yang berfungsi sebagai air
yang memancar untuk pendidikan dan pembentukan pribadi menuju "kehidupan
batin": hening, mendengar, dan Sabat.
1.
Hening.
Kita
mencari makanan kehidupan batin, kita harus mempelajari kekuatan instruktif dan
formatif hening. kaum Quaker berkumpul dalam pertemuan ibadahnya, kita harus
berlatih seni "memusatkan diri" dan "menunggu penerangan"
di hadapan oyang lain dan di hadapan Roh Sang Pencipta, berusaha menemukan
kasih karunia di tengah kehidupan kita.
2.
Mendengar.
Alasan
utama untuk hening bukanlah demi keheningan itu sendiri, tetapi untuk
memungkinkan kemampuan mendengar. Sebagaimana dijelaskan di atas, seorang
pribadi adalah orang yang mampu mendengarkan batin sebelum merespons hal dari
luar. Formasi mendengar ini menuntut kemampuan memperhatikan suara.
Tradisi
Kristen, khususnya keteladanan Yesus dari Nazaret juga mengarahkan pendengar
untuk mendengar rasa sakit sesama makhluk ciptaan Tuhan, terutama mereka yang
sedang membutuhkan pertolongan. "Orang miskin akan selalu ada padamu"
(Matius 26:11), Yesus mengingatkan para pengikutnya, tetapi Ia juga mendidik
mereka untuk menyadari bahwa selama mereka mendengar orang yang lapar, haus,
orang asing, telanjang, orang sakit , dan dipenjarakan – dan meresponsnya –
mereka akan disebut "diberkati" (Matius 25:31-46).
Dalam
pembinaan rohani kontemporer, ‘mendengar’ ini telah diperluas terhadap ciptaan
lain yang bukan manusia, yakni untuk mendengar rasa sakit bumi yang terluka
oleh buldoser, air yang diracuni oleh bahan kimia yang mematikan, dan udara
yang basah kuyup oleh hujan asam.
3.
Sabat
Sabat
sebagai komponen terakhir dalam mendidik kehidupan batin. Sebagai sumber dan
dasar untuk ritual Kristen dalam keheningan makan Ekaristi, Sabat tetap
merupakan elemen penting pengembangan kehidupan batin orang Yahudi dan Kristen
selama lebih dari empat ribu tahun (Lih. Kel. 20:8-11).
Kata
Walter Brueggemann, Sabat adalah sebuah "perjanjian untuk beristirahat
dari bekerja." Umat Tuhan beristirahat karena Tuhan juga
berisitirahat; "Tuhan tidak gila
kerja dan tidak memerlukan rasa aman, puas, lebih memegang kendali atau lebih
diperhatikan. Kita juga tidak demikian.
Berhenti
adalah cara manusia melaksanakan elemen pertama dalam perintah Sabat:
"Ingatlah." Mengingat bahwa dunia yang Tuhan ciptakan bukanlah tempat
produktivitas tanpa akhir, ambisi, atau tempat kekuatiran. Sebaliknya, dunia
ini adalah tempat mendengar dan menerima firman dan dunia yang merawat kita.
Dengan demikian, ketika kita mendengar dan menerima dalam ritme teratur bahwa
Sabat dan keheningan mengajar kita, kita disiapkan melengkapi keutuhan pribadi
kita. Pemenuhan itu terjadi ketika kita hadir dalam relasi yang tidak hanya
dalam lingkup sosial, tetapi juga kosmis.
2.3 PENDIDIKAN
DAN TINDAKAN NYATA
Pribadi adalah istilah relasional, maka aksi nyata bukan
lawan aksi dalam batin. Sebaliknya, kehidupan batin memiliki ekspresi dalam
aksi nyata. Semakin dalam batin kita, maka lebih luas dampak eksternalnya.
Seperti doa dan praktik asketis justru dapat memiliki efek revolusioner dalam
kehidupan politik. Selain melatih kehidupan batin, Pendidikan Kristiani harus
menyediakan kesempatan untuk melayani masyarakat.
Dalam kekristenan, istilah "pribadi memiliki
korelasi dengan "komunitas." Orang yang saling berhubungan akan
membentuk sebuah komunitas, dan komunitas atau masyarakat adalah organisasi
yang didasari atas orang-orang. Apapun yang mungkin terjadi pada masa lampau, saat
kesatuan manusia menjadi bagian dari berbagai macam komunitas. Banyak komunitas
tersebut rapuh atau terpecah-pecah, dan kita mungkin tidak menganggapnya
sebagai komunitas. Tetapi setiap orang memiliki relasi dengan orang lain dan
menghadirkan kasih sayang dan rasa identitas. Orang-orang yang terhadapnya
seseorang mau mendengar member respons adalah komunitas yang menopang kehidupan
seseorang,
Masyarakat luas yang di dalamnya seseorang hidup adalah
“Komunitas biotik." Komunitas manusia memiliki peran khusus dalam
komunitas makhluk hidup. Selama tiga puluh tahun terakhir, kesadaran bahwa bumi
dan semua penghuninya adalah sebuah komunitas telah muncul. Artinya, setiap
makhluk memiliki derajat kebatinan dan tampak dalam hubungan yang saling
menguntungkan. Manusia memiliki panggilan khusus dalam batinnya untuk
menghadirkan hubungan paling luas yang saling menguntungkan.
Memperhatikan perbedaan antara pribadi dan individu, dua
ide yang kadang-kadang membingungkan. Seorang individu adalah unit dasar tertentu,
dan karena itu, seorang individu tidak dapat dibagi lagi. Seorang individu
tidak memiliki duplikat. Seorang individu juga tidak memiliki hubungan
interioritas dan saling menguntungkan. Ilmu sosial berurusan dengan
individu-individu yang berkumpul bersama membentuk masyarakat. Meskipun ada
tempat untuk studi statistik individu dalam masyarakat, bahasa individu/sosial
tidak boleh disamakan dengan pribadi/komunal.
Pada abad kedua puluh, dunia cenderung dibagi antara
psikolog dan ilmuwan sosial. Tidak ada pendidik yang dapat mengabaikan sumber
daya berharga yang tersedia dalam studi sosial dan psikologi. Meskipun
demikian, seorang pendidik Kristiani yang memandang pendidikan melalui sejarah
kepribadian dan masyarakat tidak akan menggunakan ilmu sosial dan psikologi
sebagai dua bagian dari peta pendidikan. Sebagaimana kehidupan batin yang
melibatkan disiplin rohani jarang menggunakan psikologi modern, demikian juga
kehidupan batin jarang terlibat ke dalam politik radikal dan aktivitas
lingkungan yang melampaui sosialisasi dan keseragaman sosial.
Istilah pengembangan.
Psikologi memberikan kontribusi terhadap pemahaman perkembangan pikiran
manusia, tetapi pribadi dan pengembangan pribadi bukanlah istilah
yang muncul dari dunia psikologi. Psikologi membutuhkan konteks tidak hanya
ekonomi tetapi juga antropologi, pendidikan, teologi, sosiologi, ilmu politik,
dan ekologi. Jika tidak, pembangunan akan menjadi sebuah proses menelusuri
pikiran dan bukan interaksi antara pribadi dan komunitas sepanjang hidup dan dalam
kehidupan ini.
Jean Piaget mengawali karir sebagai seorang ahli biologi
dan terpesona oleh munculnya penilaian logis dan matematis dalam organisme. Dia
tidak pernah mengklaim teori perkembangan manusia, ia manamakan minat studinya
epistemologi genetika. Tetapi melihat penyerapan bahasa psikologis yang ia
gunakan, pendidik mengandalkan Piaget dan psikolog lain untuk panduan dalam
memahami perkembangan manusia. Setengah abad terakhir telah memperlihatkan
serangkaian sanggahan dan koreksi terhadap pemikiran Piaget. Sebagai contoh,
Erik Erikson mencoba menambahkan dimensi sosial. Carol Gilligan mulai dengan
mengkritik Lawrence Kohlberg, dan kemudian mengilhami sekelompok penulis
perempuan untuk menjelajahi kategori diabaikan atau dikesampingkan dalam ilmu psikologi
sebelumnya. Banyak koreksi yang dihasilkan telah membantu memahami wacana ini,
tetapi seluruh percakapan masih dikendalikan oleh dimensi sosial psikologi.
Karya Fowler merupakan upaya ambisius untuk mensintesis
tradisi psikologi yang berbeda dan memperkenalkan apa yang
disebutnya”perkembangan iman.” Fowler menjelaskan tahap perkembangan iman yang
di dalamnya orang berpindah level dengan menanggapi otoritas makna sebuah
masyarakat, memilih nilai-nilai sendiri dalam kehidupan ini, dan akhirnya terhubung
secara universal dengan seluruh kehidupan. Fowler menjelaskan struktur
perkembangan internal dengan melihat respons seseorang terhadap iman dan
maknanya. Tulisan ini bukan tempat untuk menawarkan kritik yang adil dan rinci
terhadap upaya Fowler. Satu hal yang perlu kita catat di sini adalah bahwa
setelah menulis Tahapan Perkembangan Iman,
Fowler berpaling ke esai tentang panggilan orang Kristen, dan terlibat dalam
pelayanan gereja. Esai-esai tersebut juga tentang perkembangan, tetapi dalam
bahasa yang tidak terbatas pada psikologi dan ilmu sosial.
Gagasan modern tentang perkembangan dimulai sebagai lawan
terhadap kekristenan. Kristen konservatif merasa curiga terhadap teori
perkembangan dan menganggapnya sebagai agama saingan, yakni sebuah keyakinan kemajuan
individu dan masyarakat tanpa akhir. Keluhan terhadap kekristenan membuatnya
menjadi dunia yang tertutup, yang diciptakan oleh kekuatan yang mahakuasa yang menetapkan satu jalur untuk diikuti.
Teori Perkembangan dimulai sebagai bentuk protes sosial: kelompok-kelompok dan
kekayaan tidak selamanya abadi. Sebuah kelompok atau suatu bangsa bisa tumbuh sendiri menjadi sejahtera melalui
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi bersama dengan keyakinan akan masa
depan. Ketika perkembangan menjadi
istilah psikologis, citra pertumbuhan mencul bersama dengan itu. Individu, yang
bebas dari pembatasan agama, dapat tumbuh tanpa batas.
Untuk perkembangan pribadi, pendidikan Kristiani harus
menyediakan dua jenis aktivitas yang melengkapi disiplin rohani: studi tentang
sumber-sumber Kristen dan kinerja pelayanan Kristen. Kedua kegiatan tidak
terbatas dalam arti tidak memiliki titik akhir, kedua kegiatan tersebut layak
masuk menjadi bagian dalam pendidikan. Meskipun di masa lalu, pendidikan
kadang-kadang diidentifikasi sebagai kegiatan belajar dari buku, pendidikan
seharusnya tidak meremehkan nilai studi. Kegiatan pelayanan, setelah
dikeluarkan dari arti pendidikan, dapat menemukan tempat yang tepat sebagai
kegiatan pendidikan.
1.
Studi Sumber-sumber Kristen.
Memiliki tugas, menegaskan nilai studi sumber Kristen
sebagai bagian dari pendidikan setiap orang Kristen adalah paradoksal. Tetapi
dalam praktik selama ini menunjukkan bahwa penelitian Kristen diperlukan.
Ketika mempelajari Alkitab, teologi, dan sejarah gereja dilakukan
tanpa konteks yang cukup, hasilnya mengecewakan. Meskipun sangat sedikit yang
dipelajari atau ideologi yang sempit, hal tersebut menyatukan gaya hidup
Kristen dan imajinasi. Pemikiran kaum Puritan pada abad ke-17 menyatakan bahwa
pertobatan orang Kristen seharusnya terjadi pada usia delapan atau sembilan.
Pada abad ke-19 orang menjadi yakin bahwa pertobatan terjadi pada usia remaja.
Lalu pada abad ke-20 kita dapat melihat bahwa pertobatan Kristen dimulai sejak
masa kecil dan berkembang pada masa remaja, dan memiliki fokus utama pada usia
tiga puluhan, empat puluhan, dan seterusnya. Konversi, dengan kata lain, adalah
masalah perkembangan seumur hidup. Anak-anak tidak boleh dikecualikan dari
pendidikan Kristen, tetapi mereka harus perlahan-lahan diperkenalkan ke
percakapan yang lebih dewasa yang lebih
serius.
Usia peserta didik yang lebih tua tidak menjamin konteks
yang luas. Bahan pelajaran kristiani perlu ditempatkan pada latar belakang
sejarah dan agama yang sesuai. Tidak semua orang Kristen perlu meneliti
agama-agama dunia. Tetapi semua orang Kristen harus dapat memahami dunia
Perjanjian Baru.
Untuk menempatkan bahan Kristen ke dalam konteks pribadi
saat ini dibutuhkan studi serius tentang masa lalu. Orang Kristen mungkin perlu
diingatkan oleh orang Yahudi dan Muslim bahwa penelitian adalah suatu bentuk
doa, dan studi bukanlah upaya mengejar hal-hal di luar manusia. Tanpa studi,
tidak akan ada kehidupan batin maupun kecerdasan yang mengarahkan usaha kita
melayani masyarakat.
2. Kinerja Pelayanan Kristen.
Dalam studi Carnegie Foundation, Sekolah Tinggi, salah satu proposal utama reformasi adalah
pengenalan program layanan ke setiap sekolah umum. Seorang siswa harus
melakukan pekerjaan pelayanan setiap empat tahun sebelum dapat menerima ijazah.
Proposal ini telah membantu gerakan menghubungkan kembali sekolah dan
masyarakat. Banyak sekolah-sekolah berlatar agama tertentu memiliki tradisi
panjang dalam menghubungkan pelayanan sebagai bagian pendidikan. Bagi jemaat
sebuah gereja, pelayanan menjadi pusat kegiatan pendidikan selain doa dan
ibadah. Seiring dengan upaya menegaskan pelayanan sebagai kegiatan pendidikan
dalam masyarakat, kita perlu menambah dua catatan tentang masyarakat.
Sebagaimana ditunjukkan di atas, tambahan pelayanan terhadap masyarakat dapat
dibenarkan; dapat dipertanyakan asal memiliki manfaat bagi semua makhluk hidup.
Tindakan pelayanan Kristen yang diinspirasi oleh
kehidupan batin Kristen, tidak membedakan antara yang Kristen dan non-Kristen.
Ketika pelayanan dilakukan berhubungan dengan kebutuhan makan, maka pertanyaan
yang tidak relevan diajukan adalah "Apakah anda menerima Yesus sebagai
penyelamat Anda?" Pertanyaan yang relevan adalah "Apakah kamu lapar?" Tentu saja,
dalam banyak jemaat ada anggota yang membutuhkan karya-karya belas kasihan.
Informasi yang ada haruslah menghubungkan mereka yang dapat menolong dan meraka
yang membutuhkan. Meskipun pelayanan terhadap orang-orang yang kita kenal
dianggap perlu, tetapi pelayanan yang lebih penting adalah terhadap orang asing
yang membutuhkan. Alkitab Ibrani dan Perjanjian Baru menegaskan tentang hal
ini.Melayani orang asing yang membutuhkan adalah cara Alkitab menghubungkan
kita dengan seluruh kemanusiaan.
Halnya perkembangan, mungkin sebagai penerus
perkembangan, lingkungan hidup adalah agama saingan saat ini. Ini adalah agama
yang di dalamnya jutaan orang muda menemukan pengalaman religius mereka. Karena
itu, adalah suatu hal tragis jika ada keterpisahan kekristenan dengan ekologi.
Ada kecurigaan kekristenan terhadap tulisan-tulisan ekologis, dan juga
ketidaktahuan tentang sejarah yang sebenarnya tentang tradisi Yahudi dan
Kristen. Sebuah resolusi dialektis kesalahpahaman ini akan berlangsung selama
beberapa generasi. Sementara itu, orang-orang yang tua dan muda dapat didorong
untuk terlibat melayani seluruh bumi dan dapat ditolong bahwa
kepedulian ini merupakan bagian integral pandangan Kristen terhadap penciptaan.
III.
TANGGAPAN
Tulisan ini dalam bab ini sangat bagus
sekali mengulas tentang mendidik orang sebagai tugas utama pendidik Kristen.
Pendekatan keintiman batin menciptakan tindakan nyata dalam hubungan semua
mahkluk tanpa membedakan status sosial.
Yang menjadi sorotan penulis dalam konteks sekarang ini:
1.
Sangat
dibutuhkan sekali, hubungan keintiman antara manusia dengan Tuhannya. Pada saat
ini gejala ini sudah mulai rentan sekali apalagi hubungan sesama manusia. Menurut penulis, jejaring social selain memiliki
dampai positif juga mempunyai dampak yg negative bagi kehidupan manusia saat
ini. Dengan adanya jejaring social, manusia kelihatannya lebih suka berteman
atau menghimpun massa dengan melalui dunia maya. Yang notabene semuanya
dilakukan melalui internet dan media penginput data ke internet. Misalnya adalah
PC, laptop, ataupun ponsel. Yang menurut saya cenderung membuat orang jadi
lebih individualistis. Contohnya dapat kita lihat di pusat pusat keramaian.
Seperti mall, restoran, dll, sering kita lihat banyak orang yang
cenderung sibuk dengan gadget mereka sendiri. Padahal mereka sedang bersama
sama dengan keluarga ataupun kerabat mereka. Mereka terfokus dengan ponsel
ataupun gadget lainnya yang sedang mereka pegang. Sehingga yang terjadi adalah
kurangnya interaksi social secara langsung. Padahal interaksi sosial sangatlah
penting bagi kehidupan manusia. Sehingga manusia bisa saling mengenal satu sama
lain secara langsung.
2.
Dewasa ini, kita sering mendengar
pertanyaan; masih adakah ruang bagi cinta kasih. Mungkinkah dalam dunia modern
ini, seorang yang profesional tidak memberikan ruang untuk cintakasih
atau masih adakah tempat bagi cinta kasih yang sempurna tanpa
pengalihan kepada hal-hal duniawi dan yang bersifat profesional? Penekanan
masalah ini dimaksudkan bahwa istilah Cintakasih masih dalam pertentangan dan
harus dibicarakan. Dari keseluruhan nilai kasih, mencinta mempunyai peringkat
yang tertinggi. Maka dari itu, kita selalu diarahkan pada banyak karya
cintakasih yang Yesus telah kerjakan, karena Yesus pergi untuk melakukan
perbuatan baik dan menyembuhkan orang sakit yang dibawa kepada-Nya. Sejalan
dengan contoh tersebut, pembebasan kemiskinan dan kepedulian terhadap yang
sakit dalam Gereja disebut “Karya Kasih”. Cintakasih merupakan hak bagi mereka
yang aktif terlibat dalam pertolongan terhadap yang miskin dan yang sakit,
sehingga dewasa inipun, kita dapat tahu bahwa masih ada ruang untuk cintakasih.
Namun saat ini Gereja banyak terperangkap oleh pelayanan lokal, Penulis
merefleksi kehidupan Bunda Teresa yang melayani bukan dari rasnya tetapi dia melayani
manusia tanpa melihat status sosialnya. Ini yang perlu disoroti dari Pendidikan
Kristen di gereja yang bersifat konvensional.
3.
Pendidikan iman berdasarkan Firman Tuhan itu
derajatnya lebih tinggi, mengingat iman adalah sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan
kekal; sedangkan sains lebih menyangkut kepada kehidupan di dunia ini.
Sebagaimana tercantum dalam 2Tim 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah
memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Pengajaran pendidikan agama
bukan hanya tanggung jawab Gereja ataupun sekolah tetapi perang orangtua sangat
penting sekali bahkan dibutuhkan sekali dalam perkembangan iman anggota
keluarga.. Orangtua juga perlu memperhatikan psikologi perkembangan anak.
IV.
PENUTUP
Mendidik orang
adalah tugas utama pendidikan Kristen. Seseorang dibentuk dalam batin melalui
keheningan, mendengar, dan Sabat; seseorang merespons dengan tindakan lahiriah
melalui studi dan layanan yang menghubungkan kita terhadap orang lain dan
kosmos. Kehidupan batin dan aktivitas lahiriah sangat erat terkait. Orang
terhubung terhadap sumber terdalam kehidupan dan orang dipanggil untuk memiliki
hubungan, persahabatan, kepedulian, dan keadilan.
No comments:
Post a Comment